Selasa, Desember 30

Kampung Halaman


Rasanya telah lama meninggalkan kota tercinta ini. Saya tiba disini dan mencium aroma khasnya. Bau tanah yang tersiram air hujan. Saya singkap tirai jendela kendaraan ini, mengintip sudut kota kelahiran. Tak ada banyak perubahan berarti. Hanya rasa rindu yang menjalar membuat saya ingin tahu, sejauh mana kota ini berkembang. Mungkin ada perubahan yang tidak saya ketahui.
Meninggalkan Jogja memang berat. But, I must! Saya rindu segalanya yang ada di kampung halaman. Ingin menengoknya. Rindu ayah, bunda. Mereka dengan setia menunggu di sini. Mengharapkan banyak perubahan positif dari sang anak. Yah, entahlah, namun saya selalu mencoba yang terbaik.

Rumah bercat pink, berpagar keemasan. Begitu saya datang, memang tak ada sambutan yang berarti. Hanya angin sejuk menerpa. Lambaian kuping gajah yang meneteskan air dari ujungnya. Embun mungkin, atau air hujan yang mampir di tanaman tersebut. Saya melihat ada sepeda motor di depan rumah, lumayanlah, rumah kediaman ini tak sesepi biasanya. Saya bisa masuk tanpa mengetuk pintu. Ada tamu disana. Seorang bocah laki-laki, sedang mengobrol dengan adik pertama saya. Wah, ia sudah berpacaran sekarang. Padahal masih SMP!! Sungguh tak disangka. Saya lemparkan senyum kearah bocah lelaki tadi. Ia menunduk malu-malu. Dasar anak-anak. Hmm, bocah berkepala pelontos, berkulit hitam legam dan sedikit gembul. Lucu sekali.
Masuk ke ruang tengah. Saya langsung menemukan bunda disana. Ia sedang berselimutkan sprei tidur. Kebiasaan bunda. Katanya hangat memakai sprei untuk menyelimuti badannya. Dimana ayah, saya tak menemukan ayah, kata bunda ia sedang jadwal siang, jam sepuluh malam beliau baru akan pulang. Kemungkinan saya akan menemuinya besok pagi. Perut saya lapar namun selera makan ini hilang seketika oleh rasa kantuk yang menyergap. Apalagi setelah memasuki kamar berukuran 3x3 meter, yang sekarang tidak dapat dibilang nyaman karena sudah saya wariskan pada adik. Berantakan, namun sprei ranjang sepertinya baru diganti. Oh, bunda baru menggantinya. Yang lama beliau gunakan untuk berselimut sebagai tameng dari dingin yang katanya menusuk tadi.
Saya rebahkan raga ini.

Ahh…dalam pikiran ini bermunculan apa rencana esok hari. Kupat tahu pak Mus! Tempat pertama yang akan saya kunjungi, setelah sekian lama tak merasakan pedasnya kupat tahu beliau. Selamat malam, Banjarnegara. Dinginmu membuatku cepat tertidur pulas.

Tidak ada komentar: