Senin, September 27

Antara Bertahan dan Melepaskan


Lima purnama ini, entah sudah berapa kali aku mencoba untuk memohon. Berharap kembali pada hati yang sudah telanjur luka, hati yang dulu merasa tak ditembus oleh kasih dan sayangku seutuhnya. Raga yang terlihat kaku seperti robot, jiwa yang melayang entah kemana. Dan setianya yang ku khianati.

Ada bisu yang menyesap di balik bantal tidurnya. Ada rindu yang tertahan di lidah yang kelu.

Ia benar-benar kecewa.

Hanya maaf yang dapat aku haturkan ketika sebuah kesalahan tak dapat lagi ia maafkan. Hanya janji yang dapat aku penuhi untuk bisa menjadi seseorang yang ia ingini. Hanya sesal yang tinggal ketika lakunya sudah tak sehangat dulu lagi.

Antara bertahan dan melepaskan.

Diri ini sekuat hati berada di kondisi yang mungkin bagi sebagian orang tak harus dilanjutkan lagi. Yang menurut mereka, akan sia-sia saja. Tetapi, aku punya keyakinan bahwa lelakiku dapat menjadi dirinya yang hangat. Seperti ia yang dulu.

Aku pernah bilang padanya untuk menjadi jangka untuknya, dengan doa dan cinta yang berputar di pusatnya. Aku ingin menjadi masa depannya, menemani sekarangnya, hingga masa tuanya. Terlalu dini untuk menyerah, ada usaha yang mungkin belum aku lakukan, meskipun entah itu apa.

Biarlah aku upayakan sebisaku, hingga hati ini tak lagi bisa merengkuh hatinya yang telanjur kaku.

Rabu, Januari 20

Hujan Pagiku

Masih sangat lekat dalam ingatan, aku terbangun dari pejam. Di antara semilir angin sehabis hujan dan bau tanah basah. Hampir satu jam aku memandangi jendela, menyambut matahari yang malu-malu keluar dari sarangnya. Di antara aku dan jendela, ada kamu.

Hembusan angin pagi itu terasa sangat menusuk, ia mampu menyapu haru di pelupuk. Air mata jatuh, entah mengapa, bagaimanapun sudah saatnya aku membangunkanmu.

"Selamat pagi!" sambil aku kecup pelan keningmu.

Perlahan sekali kamu membuka mata, mengedipkannya untuk menjangkauku.

"Pagi, Sayang..."

Sejak saat itu, semakin dalam rasa sayangku padamu.

Namun, jauh di lubuk hatiku, ketakutan itu semakin meracau.

"would it be better if we were never near/ knowing you more has always been my fear/ let’s say goodbye to find a better place/ before it’s too late"

"Sayang..." katamu lagi
"Aku selalu kagum pada hujan, ia mampu hadirkan suasana, ia ciptakan bau tanah basah dan dia..."

"Dia kenapa?"

"Dia selalu mengguyur rata seluruh jalan sampai hempas seluruh panas. Lalu..."

Kau sangat pandai menggantungkan apapun, termasuk juga perasaanku. "Lalu apa?"

"Lalu aku iri padanya, karena ia bisa menjangkau luas, menebas jarak dan jatuh tepat di atasmu. Kalau boleh..."

"Hmm?"

"Aku ingin menjelmanya, supaya bisa setiap saat mempersempit jarak dan merengkuhmu. Dan kamu, jangan pernah pakai payungmu kalau aku sedang menjelma hujan."

"Nanti aku sakit."

Iya, sang surya. Nanti aku sakit, karena kau sangat pandai mengikat harapan di awan. Kau itu surya, bukan hujan. Jadi, berlakulah seperti seyogyanya surya yang bersinar, bukan berjatuhan dan menimpaku dengan sepalsu-palsunya harapan.

Senin, November 2

Tentang Teman yang Baik

Satu tahun sudah sejak seseorang benar-benar berpulang. Bukan untuk memanggil kembali duka, namun rasa haru seperti berhasilnya alam menurunkan kembali hujan yang akhirnya datang di awal November ini. Bulan yang setahun lalu terasa sangat berat dilalui tanpa hadirnya. 

Kini aku hanya sekedar mendoakan, karena bagaimanapun ia pernah ada dan membahagiakan. Seperti tetes hujan dari gerimis ke lebatnya. Dan perlahan reda seperti tahu bumi hanya butuh diguyur sebentar saja. Lalu meninggalkan semerbak bau tanah yang menentramkan.

Al-Fatihah terlafalkan dari mulutku yang hina, mencoba mengirim doa semoga saja sampai ke alam sana. Lantunan ayat suci mengiringi setahun perginya seseorang yang tidak pernah terkubur jasadnya, tak punya batu nisan. Namun, ia tersimpan dalam-dalam bersama kenangan tentang teman baik, penutur kata yang lembut, pembawa tawa dan pemerhati segalanya. Semoga jalanmu dimudahkan untuk mencapai tempat terindah di surga.

Tidak ada namamu di pemakaman, hanya kenangan. Karena jasadmu terbawa oleh derasnya air yang mengalir ke muaranya. Muara bahagia. Surga yang tergambar indah. Dimensi berbeda yang lebih dulu kamu singgahi.

Syahdan, ada banyak cerita yang ingin kusampaikan, salah satunya perjuanganku yang berhasil melanjutkan hidup tanpamu, kebahagiaan yang aku peroleh setelahmu, pencarian yang kini sudah berujung pada satu lelaki dan untuk selamanya. Serta, pencapaian lain yang sebelumnya pernah kukeluhkan padamu.

Kita sudah sama-sama bahagia di alam masing-masing, bukan? Aku yakin itu.

Minggu, Oktober 4

It Keeps Calling


You just climb there, wondering what on Earth went wrong with something so promising.

It was a lovely dream. Now, it couldn’t be anything more.

And, so the pain will ease. And it will be glorious.

Walking down, and it's so easy to get lost. You give in to the pull of memories.

And, you will know that it's time to start all over again.