Kamis, Desember 30

Ingatlah

Aku memaksa diri untuk membuat catatan penghujung tahun, rasanya sudah lama sekali ingin, namun waktu tidak sanggup memberiku celah barang sebentar saja membuka pikiran. Banyak kata-kata yang ingin kutuang menjejali kepala, lalu lalang minta dikeluarkan. Tapi tak selalu berhasil mengemasnya dengan sedikit alur yang manis, beberapa tulisan dibawahnya kebanyakan berbicara 'tidak sudi' dan 'gengsi' bila dicermati.

Catatan ini akan banyak bercerita tentang kita, tentang seribu alur yang kita tapaki bersama, bahagia dan duka terkemas dalam satu harmoni kasih. Aku bukan sedang ingin mengutarakan kalimat cinta bersajak puji, aku ingin membagi bahagia yang pernah aku alami bersamamu, lelaki oktober yang tak pernah mengeluh.

Dua puluh enam purnama yang lalu, bagi orang lain mungkin bukan waktu yang lama, benar memang, waktu ini terasa begitu cepat. Sesingkat saat aku menonton film yang aku suka, sependek aku mendengarkan 'Ingatlah - Monita Tahalea' padahal lagu itu selalu diulang liriknya. Pita memori di otak ini tidak akan pernah kusut walau terus aku perintah untuk memutar kembali ke saat-saat pertama aku dan kamu bertemu. Seperti kebanyakan FTV mungkin, kakak kelas yang menjatuhkan pilihan pada adik angkatannya.

Aku begitu kesulitan dengan detail tiap cerita, aku ingat tetapi aku mengendalikannya untuk tak menuangkannya disini, aku tahu banyak hal yang semestinya hanya kita simpan berdua saja.

Malam ketika kau mengajakku menikmati santap malam, kau tahu, itu bukan diriku. Aku tidak banyak bercerita dan lincah seperti katamu akhir-akhir ini. Wanita, termasuk aku di dalamnya, bisa membaca isyarat ketika seorang pria ingin mengambil hatinya. Dusta bila aku bilang tidak bahagia, bohong bila aku bilang aku tidak suka. Aku suka ketika kau memberi pilihan makanan yang jarang sekali aku makan, bahkan beberapanya aku tidak bisa membayangkan bentuknya. Dan aku, ya, aku memilih menjadi sosok yang sedikit 'diam'. Aku masih asing denganmu, dan caramu memperlakukanku.

Saat kau tersenyum, aku balas dengan senyum. Senyum itu mengandung sedikit harapan, untuk minta kepastian. Kau masih 'baru'. Yang 'lama' sudah aku lupakan, walau belum sepenuhnya hilang.

Malam itu sudah dapat dipastikan, gerimis turun dan kau terhuyung berlindung. Kita berada dalam satu payung, menuju tempat pertama kali kau ucapkan "mau?". Aku tenggelam, ingin berlindung dibawah buaian seorang ibu, ada rasa takut disitu. Kau melafalkannya ketika 'dia' perlahan datang kembali.

Dan aku memilihmu, hingga sekarang dua tahun lamanya kita masih bisa mempertahankannya. Tidak selalu indah, tetapi aku selalu yakin, kau ataupun aku tidak ada yang berubah, kita hanya menampakkan sifat asli masing-masing. Untuk semakin mengertimu, dan memahamiku juga. Banyak hal dari masa silam perlahan datang, ada beberapa yang menarikmu, ada beberapa yang memaksaku untuk mengunjunginya barang sesaat. Kau pernah punya sayap patah, akupun pernah mematahkan sayap seseorang, tapi akupun pernah dipatahkan kemudian jatuh dan menatap dunia dengan nanar. Aku paham sekali, tetapi mungkin kita berbeda, posisi kita berada dalam dimensi takdir yang telah digariskan. Pernah aku begitu sedih menemukanmu dengan silam itu bersua dalam satu cakap. Aku tidak bisa berlama-lama hanyut, toh akhirnya kau bisa meyakinkanku, walau tak sepenuhnya berhasil :)

Benci yang ada banyak terselimuti rasa kasih yang mendominasi. Maka di suatu waktu, aku pernah berpikir, kau dengan kehidupanmu dan aku dengan jalanku, kita masih banyak berbeda tetapi mencoba satu. Entah esok akan seperti apa, saat ini aku ingin bilang padamu, kau bagian terindah yang pernah ada walau mungkin kau tak merasakan yang sama terhadapku.

I cried today not because i miss you, or even wanted you, just because i realized i'm gonna be alright :)

Dan kelak, beberapa tahun lagi, saat kembali mendengarkan lagu ini...aku akan sedikit berdendang dan mengenang yang ada...



"Kita pernah ada, di satu masa bersama..."








gambar diambil dari : http://www.closeoutsdealer.com/products/Heart_Cassett_Close.jpg

Sabtu, Desember 11

Aku bukan ingin mencuri perhatianmu sepenuh bak mandi yang meluber airnya. Aku bukan mau menyunting pertemuan kita, pertemuan yang bagiku biasa saja, begitu cepat terlupa, layaknya angin dan cepatnya kilatan cahaya. Bahkan awalnya tidak ingin duduk disampingmu, menemanimu berangkat ke konser yang sebenarnya akupun tidak suka, bosan dan mengantuk kupikir lebih baik kujemput tidur, bercumbu diatas kasur dan menanti otak serta bantal melahirkan bayi mereka, mimpi.

Pada dasarnya aku tidak ingin mengemis hatimu hingga kini, meminta secuilnya dan terseok di padang aspal sepanas mentari yang berbara. Aku tidak sudi. Aku hanya suka mengikuti alur hidup ini, layaknya air yang membanjir, seperti lahar yang mengalir dari hulu ke hilir. Bersatu dengan takdir.

Harapan yang telah kau sepuh dan mengoreng dihatimu itu rupanya belum sepenuhnya hilang. Aku mengerti tak semudah itu ditelan fajar, bahkan matahari tenggelam. Tapi kau tentunya tahu apa itu memandang jauh kedepan kan? Mungkin esok aku juga akan perlahan ditenggelamkan, namanya juga memandang jauh kedepan kan? :)

Rabu, Desember 8

Desember

Hari ini, 9 Desember 2010.

Semalam ketika sendiri, saat malam benar-benar ingin dihargai. Listrik padam demi menghargai keinginan bumi, sejenak semuanya hening, tenang hanya ada suara hujan dan jangkrik mengerik.

Tiba-tiba rindu itu datang..

Rindu pada dua mata bersinar dulu, yang sekarang sudah tidak lagi cerah seperti dua tahun yang lalu. Sudah melihat baik buruknya dunia, ehm mungkin belum sepenuhnya bisa menilai mana yang baik dan buruk yaa, tapi setidaknya aku mencoba dewasa. Walaupun ketika kita mengharapkan kedewasaan ada, kesempurnaan datang, maka sebenarnya tidak ada manusia yang bisa benar-benar mencapainya. Let's be happy without being perfect.

Senin, November 29

Kinanti

Aku masih menanti dibawah kinanti, menunggu kau menjemput di saat kita pasti dipertemukan, dijodohkan Tuhan..

Minggu, November 21

Jangan Pernah Hentikan Hujan

Aku menyelipkan secarik pesan yang mungkin saja kau tak tahu maknanya. Aku tinggalkan itu tanpa bermaksud apa-apa, bukan untuk mencitrakan diriku yang romantis, karena aku sama sekali tak bisa, bukan pula untuk mengingatkanmu kalau aku masih milikmu. Aku bahkan akan menyerah kalau saja tiba-tiba kedua kelopak matamu tertambat pada matahari yang baru. Bahkan rasanya ingin diam saja ketika retina menelusuri silam.

Aku tak ingin mengikat erat. Aku hanya terpelanting, jauh diujung kemilau bulan, dibawah terik siang dan nyanyian malam. Aku menahan marah, dan suatu ketika aku meledakannya. Itu kan yang paling tak kau suka? Maafkan aku...

Please don't stop the rain


Jangan pernah hentikan hujan. Jangan. Karena hanya hujan yang akan menyampaikan sejumput rindu ketika kau mulai mengemasi hatimu, membungkusnya dengan bahagia.

Masih ada dilema yang aku rasa. Masih gamang aku meraba. Semakin haripun aku semakin matang dengan segala persiapan. Aku siap ketika malam hendak menutup pintunya, aku siap kalau saja matahari meminta pertolongan awan agar aku tak bisa lagi memandang. Disitu aku akan rapuh. Aku akan jatuh, terhempas dalam bilik luka yang orang lain tak akan mampu menjangkaunya.

Aku bergelayut dengan muram. Sedu sedan tak tertahan, letih yang mencengkram. Dan, kau tersenyum seolah berkata, "Kau adalah senja yang tiap menjelang malam datang. Kau adalah terik yang selalu mengusik.."

Aku membalasnya,"Kau adalah hujan yang tak akan berhenti merintik.. Memenuhi seluruh sudut hatiku dengan segala bentuk yang kau ingini.."









gambar diambil dari: www.2bp.blogspot.com

Sabtu, November 20

Plato, Guru, Cinta dan Cita-cita

Satu hari, Plato bertanya pada gurunya,
“Apa itu cinta? Bagaimana saya bisa menemukannya?”
Gurunya menjawab, “Ada ladang gandum yang luas didepan sana.
Berjalanlah kamu dan tanpa boleh mundur kembali,
kemudian ambillah satu saja ranting.
Jika kamu menemukan ranting yang kamu anggap
paling menakjubkan, artinya kamu telah menemukan cinta”

Plato pun berjalan, dan tidak seberapa lama, dia kembali dengan tangan kosong, tanpa membawa apapun.
Gurunya bertanya, “Mengapa kamu tidak membawa satupun ranting?”

Plato menjawab, “Aku hanya boleh membawa satu saja, dan saat berjalan tidak boleh mundur kembali (berbalik).
Sebenarnya aku telah menemukan yang paling menakjubkan, tapi aku tak tahu apakah ada yang lebih menakjubkan lagi di depan sana, jadi tak kuambil ranting tersebut.
Saat ku melanjutkan berjalan lebih jauh lagi, baru kusadari bahwasanya ranting - ranting yang kutemukan kemudian tak sebagus ranting yang tadi,
jadi tak kuambil sebatangpun pada akhirnya
“Gurunya kemudian menjawab ” Jadi ya itulah cinta.

***

Aku kagum dengan filosofi guru Plato. Sederhana. Aku paham benar dan memang seperti itulah hidup berjalan. Tak usah ragu, ambil dan yang paling sulit adalah meyakinkan diri bahwa apa yang aku ambil benar.

Tuhan tidak memberi apa yang aku inginkan, namun apa yang aku butuhkan. Untuk belajar terluka, mencintai dan dicinta juga membuatku benar-benar jadi apa yang memang seharusnya aku menjadi. Aku anak yang menyayangi orantuanya, walau tak bisa tiap waktu aku ungkapkan. Aku anak yang memiliki cita-cita besar, banyak dan berharap dapat mencapainya. Aku dikelilingi cinta, dan hingga kinipun aku masih belajar mencintai dan memahami apa yang ada di perputarannya :)

Satu Petik, Satu Titik

"Aku memang tak bisa berfilosofi, tapi aku selalu belajar memaknai setiap tanda yang kau berikan. (Anonim, 2010)

Senin, November 15

A S K I L A

Askila, apa kabar kau disana? Sepertinya sudah 5 tahun ini aku tak mendengar kabarmu, bahkan rumahmu disinipun tak terawat, rumput meninggi, banyak kucing berlari dan aku kira banyak sekali tikus nakal meracau di atap. Kau tak khawatir dengan rumahmu? Tiap malam bisa saja banyak pemburu harta yang mengincar rumahmu, dengan barang mewah di dalamnya, sayang bila semua jatuh ditangan manusia yang sia-sia, tak punya usaha.

Askila, banyak sekali temanmu bertanya padaku, kemanakah kamu? Mereka pasti kemari bila telah lelah mengetuk pintumu. Rumah sebelahmu menjadi sasaran mereka mengobati rasa penasaran, mengapa ketukan tangan mereka di pintu tak ada yang menjawab. Pintumu pintu pahat, keras, pasti mereka lelah. Askila, tengoklah sejenak rumahmu.

7 tahun yang lalu, kau mengantarkan mangga yang berbuah di depan rumahmu pada kami. Senang sekali rasanya, karena buah mangga yang kau punya adalah buah ter-enak daripada yang diperjualbelikan di pasar, aku suka pemberianmu, mangga ranum dan manis seperti kamu. Hey, Askila, pulanglah. Pungut buah mangga itu, berikan padaku, bukan pada anak-anak nakal yang mencuri tiap pagi.

Askila, kalau kau tahu, kini aku senang sekali. Kau banyak melewatkan cerita-cerita yang semestinya kita bagi. Ada yang mengobati kerontang hatiku, kami baru dekat seminggu, namun aku merasa dia sangat hebat. Kemudian pada Oktober yang digenangi air gerimis, ia mengatakannya, dia suka padaku, Askila. Oh, betapa aku bingung sekali! kau tahu kan, saat itu, bahkan masih ada yang mengikatku tanpa komunikasi yang berarti. Dengan pertimbangan itu, Askila, aku menerimanya. It's been TWO YEARS when his name fly over my mind. Aku senang sekali, kau tahu? :)

Askila, tidak capek kau menghilang? Tidak khawatir kau meninggalkan segalanya disini? Tampaknya kau memang tidak bertanggungjawab pada semua, pada hidupmu dan beban yang mestinya kau pikul dan selesaikan. Banyak yang merutuki kepergianmu, Askila. Kau kira, semuanya sedih saja? Tidak! Semua juga mencaci makimu.

Promise are just words and they're meant to be broken. That's why i don't believe in promise. Kau banyak berjanji padaku, kau bahkan bilang akan terus menghubungiku. Tapi nyatanya janjimu hanya kata yang menghias mulut manismu kan? Aku menyadarinya, it's just a fake love, what are we so afraid for? Menyesallah kau, Askila. Aku telah menemukan yang sepantasnya kudapat setelah kau cabik rona hati ini. Aku lebih baik menangis karena kebenaran daripada sebaliknya, harus tersenyum diatas kebohongan besar. Aku tak mempercayaimu lagi. Segala bayangmu telah lama hilang dalam kelam dan keruh air, aku sudah menguburmu dalam, Askila. Tak ada lagi hati yang mengharap kedatanganmu, aku bahkan tak sudi lagi karena benci.

Askila, life is all about wanting, praying, trying, getting, loving, losing, forgiving and keep moving.

Selamat tinggal semua kenangan kita, Askila. You can't undo what you did in the past, but you can start a new future. Have faith, be confident and step forward. Life is a series of hello and goodbye, Selamat tinggal untukmu, Askila, keruh yang tak kunjung jernih.

Jumat, November 12

Lemon Tea

Baru saja aku selesai menyeduh air yang bermaksud kusulap menjadi lemon tea hangat. Aku teringat, ketika menyusuri jalan dan saling diam, kemudian meledak setelah selesai menyuap makan.

Semua tumpah, namun aku yang tak bisa berkata barang menyergah. Pikiran ini kembali ingat kata seorang teman,"When a girl isn't arguing, she's thinking deeply..". Berkali-kali aku ingin berkata itu salah, harusnya aku bicara, ya BICARA tentang ketidaksukaanku, tentang mengapa ada lagi peristiwa semacam ujian untuk waktu yang makin panjang?

Aku sedang belajar dan akan terus belajar, salah satunya bahwa aksara dan kata menjadi pahlawan atas rasa yang semestinya tersampaikan..

Baiklah, santai dulu sejenak, aku cicipi lemon tea ini, pelan. Kenapa lemon tea menjadi semacam alarm yang memutar balik waktu? Entahlah, tiba-tiba ingat, padahal kala itu kami sama-sama memesan es jeruk, bukan Lemon Tea. Tidak ada hubungannya, tapi bukankah semuanya bisa saling kait-mengait bahkan ketika kita tidak menyadarinya.

Kembali. Rupanya aku ingin sekali segalanya terang, namun yang menjadi penghalang adalah DIAM.

Kini, tinggal setengah isi Lemon Tea tadi.

Kita mencatat waktu dihari itu, untuk melupakan bagaimana waktu itu terlewatkan. And finally, Time Heals All Pain. Sampai sekarang pilihan kembali pada stabil, walau ada anggapan bahwa stabil itu membosankan, namun menurutku STABIL adalah keadaan yang membuatku memutar otak, untuk memikirkan kejutan apalagi yang akan kuberikan esok pagi. Mungkin saja secangkir Lemon Tea...

The Quotes

"There were people who went to sleep last night,
poor and rich and white and black,
but they will never wake again.

And those dead folks would give anything at all
for just five minutes of this weather
or ten minutes of plowing.

So you watch yourself about complaining.

What you're supposed to do
when you don't like a thing is change it.
If you can't change it,
change the way you think about it..." - Maya Angelou

...I try, yeah I try to change the way I think about it,
Don't bring it up!
Thank you. Lots of hugs...

Senin, November 8

Ngilu

Gelora hati yg ringkih ini pernah merasa terbuang jauh. Kemudian bangkit saat dia sadar, dia tidak akan menyesal dengan IYA di beberapa waktu yang lalu.

Segala sesuatu harus sulit pada awalnya ketika akan menjadi mudah. Saat ini adalah masa sulit, lengang, mungkin jalan yang terbaik.

Berilah kesempatan untuk sekedar bernafas, jangan digenggam geram. Sampaikan disaat yang tenang, bukan pada saat panasnya menjalar ke seluruh badan. Legakan dengan tangis, dan semuanya luruh, itu caraku.


November hujan,
Ketika ada satu hari yang membuatku marah dan ingin bertapa.

Senin, November 1

Pesawat Kertas

Hidup ini seperti sebuah pesawat kertas. Jatuh. Sobek. Tersangkut. Hilang.

Jatuh. Bangunlah harapan yang lebih kokoh lagi.

Sobek. Sembuhkan dengan jangan pikirkan semua yang memuakkan.

Tersangkut. Olengkan badan, berusahalah terbang.

Hilang. Semuanya pasti mengalami. Semua akan hilang. Kehilangan. Menghilang.

Senin, Oktober 25

24

Beberapa jam lagi setahun yang lalu terulang.
Dua tahun yang lalu muncul ke permukaan.
Hidup ini tak jauh dari kenangan, dan

Kebanyakan senang,

Terimakasih, sudah sampai sejauh ini.
Mari kita lihat besok, apakah kita tetap se-unyu hari ini.
Atau bahkan hanya tinggal mimpi.

Dan akhirnya semua punya waktu buat termenung,
terutama untuk dua tahun terkasih yang pernah dijalin.

Selamat, selamat, selamat dua puluh empat! :D

Memori dan dua tahun lagi

Aku selalu belajar darimu segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi, aku selalu merekamnya dalam keterbatasan memori ini.
Aku juga selalu belajar dari serat emosi yang terasa panas mengikis sabar.
Aku tak bisa membaca pikiran, aku hanya bisa membaca gerik dan tiap lompatan. Untuk lebih tinggi maupun lari dari kenyataan.

Aku yakin suatu saat, ketika menua banyak yang hilang dari pikiran, sekali lagi, keterbatasan memori.
Aku juga paham ketika wajah makin lapuk dimakan usia, tidak akan cantik lagi jadinya. Saat itulah semua benar-benar diuji.

Namun hati, tak seperti keterbatasan memori. Dia selalu menyimpan, merasa, berdesir ketika hati yang lain berada di dekatnya.
Yakinlah, bahwa kau dihatiku, dan belum terjamin selalu ada didalamnya. Kita ini manusia, banyak hal yang akan terjadi dua tahun lagi.

Selamat belajar selalu,
bergembira bersama selalu menambah kapasitas memori,
tentu lelah bila menguburnya dalam hati.

Kamis, Oktober 14

Tentang Menyerah, Sembilu Hati dan Senyum

Senyumku masam, ketika kuingat buliran air mata jatuh ke pipi yang kini tak mulus lagi.
Pikiranku menyelinap pelan ke masa dimana hanya ada aku, kau dan stagnansi.
Pelik memang,namun bagaimana konflik menghadapi sang stagnan dapat kita menangkan?
Atau menyerah? Hmm, tidak!

Memang kini segalanya telah baik-baik saja, namun tetap ada sedikit rasa mengganjal, ada yang tak terjelaskan. Aku dengan sembilu hati, berniat bilang padamu, bahwa semuanya begitu berharga menjelang dua puluh empat purnama ini. Itu sedikit sesalku, tak kubincangkan padamu. Saat kau membaca ini, pasti kau mafhum :)

Kinipun bumi akan terus berputar, meroda meninggalkan silam yang tertanam. Berada diatas maupun dibawah semoga kita tak bercorak hitam, kecuali wajahku yang tak bersinar lagi seperti dulu. Rona merah ini makin pudar karena aku makin tua, tak terawat pula. Usaha apapun untuk mengembalikannya tidak berhasil juga.

Aku, sekarang, menjalani hari untuk kemudian memberi senyum pada tiap pilihan :)

Rabu, Oktober 13

Garis, Kucoba agar Lebih Berwarna

Hai, apa kabarmu?
Aku selalu ingin menanyakan itu ketika mata dibelai mentari pagi.
Khawatir suatu hari dia akan lupa dengan tugasnya,
membangunkan dengan seringai sinarnya seperti biasa.
Kalau demikian, aku tak bisa lagi bertanya, akan kemana hari ini?

Akhir-akhir ini terus memutar otak agar mewarnai setiap garis yang kita ukir.
Terkadang dengan pemikiran egois, tidak mau garis itu berhenti di satu titik, yang tidak terhubung.
Namun bila itu terjadi, hendaknya masing-masing dari kita membuat kembali garis kita sendiri.

Ingin memberi sebuah kejutan, namun aku tidak bisa menemukan apa hal yang bisa mengejutkan.
Ingin memberi kasih sayang sedalam lautan seperti para penyair bilang, namun tak cukup pandai dalam hal percintaan.
Bukankah beberapa kali mengukir garis bisa saja bukan parameter untuk mengukur sebuah pengalaman?
Karena terkadang akupun kebingungan.

Lelaki disetiap hari,
Kalau kau rasakan ada sedikit perbedaan sekarang, aku tak yakin. Karena yang pernah ku uraikan kemarin ternyata tak benar-benar berjalan.
Rasa ini masih sama, bahkan lebih setelah kemarin ini.

Hanya bisa bilang pada semua boneka yang tiap malam temani tidur, kuanggap mereka temanku,
Bila ternyata kita jatuh nanti, semua sudut kota ini adalah saksi, bahwa ada yang pernah pernah bahagia, pernah tertawa dan sedikit duka menerpa.
Bila kita jatuh nanti, sepertinya butuh migrasi diri. Dari nyawa yang sempat memerah, menjadi roh yang membiru, pasi. Untuk kemudian bisa bangkit lagi meraih bara.

Kamis, Oktober 7

Bentengku

Masalah sama siapa, banyak yang bisa datang. Masalah dua tahun lamanya tidak ada yang bisa menggantikan (Benteng, 2010)

Aku selalu suka bercengkrama, banyak kalimat yang tak biasa tidak terduga.

Terimakasih para bidadari, kalian bukan hanya sahabat tapi penyemangat. Tolong besok bantu aku merakit meja, pusing aku dibuatnya.

Mimpi dari Langit

Diluar hujan, tanda Tuhan sedang berkunjung, inspeksi mendadak dari langit. Aku tidak tahu, tapi Tuhan mendengar aku berdoa,
"Tuhan, jika jodoh dekatkanlah, jika bukan jauhkanlah, segera, aku tak mau punya banyak kenangan, susah payah nanti aku menguburnya..."

Tuhan tahu, Tuhan lalu kembali ke langit. Dia memberikan Ibu mimpi, sehari kemudian Ibu menelpon, "Pulanglah, nak.. Ceritakan pada Ibu.." aku menangis sesenggukan, Tuhan membocorkan rahasia.

Minggu, September 12

Keberangkatan

Diguyur derasnya hujan, berbekal mantel pelindung badan. Lelakiku dengan kuyup basahan mengantarku menuju kepergian. Beranjak kami berdua menuju tempat pemberhentian kendaraan. Cuaca saat itu sangat rentan mengundang penyakit datang.

Sesampainya, aku memandang lelaki yang berada di sebelahku. Katanya, tangannya kaku kedinginan terkena terpaan hujan. Katanya, bajunya tak basah padahal jelas sekali kelihatan dimana-mana ada air serapan. Aku ingin sekali memeluknya, mengeringkan air yang menempel di badan.

Aku melihatnya termenung sesudahnya, sepertinya enak melamun, kuikuti saja arah pandangnya. Sekejap aku terbang sudah ke peristiwa beberapa waktu yang lalu. Masih kuingat jelas saat dengan lantang ia kupersalahkan. Tuduhan yang tak beralasan hingga membuatnya bersedih. Esoknya saat kami bertemu, kulihat mendung di matanya, kantung mata menandakan pembelaan.

Aku juga tak tega, melihatmu dalam mendung seperti itu, mendung yang aku timbulkan sendiri. Sudah, aku sudah meminta maaf. Entahlah, apa kau sudah melupakan? Atau itu akan tetap menjadi tuduhan tak terlupa.

Bangun dari lamun, kulihat lelakiku masih memandang jalanan. Menunggu datangnya kendaraan yang akan membawaku pergi jauh darinya sementara. Kupanggil dia, dan kubilang, "Pulanglah dulu, aku saja yang menunggu.."
Ia menggeleng. Tidak ada kata yang terucap. Selanjutnya kami saling diam.

Sepuluh menit kemudian kendaraan yang ditunggu tiba. "Aku pulang, terimakasih.." senyum kulempar, ia membalas dengan mata menyipit.

Aku janji tak akan buat tuduhan tak beralasan lagi. Kau membuatku belajar menghargai ketulusan. Belajar untuk menyayangi tanpa melihat masa yang telah silam.




Untuk lelaki Oktober,
aku tak mau menyindir, lain kali saja :)

Kamis, Agustus 26

Lelaki Dua Puluh Dua


Lamun kali ini terbang ke 1 bulan yang lalu, saat kau mengukir dua angka diatas pasir. Angka itu adalah dua puluh satu, kebersamaan yang kita jalin telah sampai pada angka itu.

Sore kemarin kau kembali mengajakku berkunjung ke tempat kita, tempat yang hanya kita pahami berdua. Tempat kau berucap,"kalau memang kita tidak bisa bersama, aku antar kau pulang sekarang :)" masih dengan tarikan bibir dari ujung ke ujung.

Ah,iya. Jika aku pandai berhitung, tinggal dua bulan menjelang 2 tahun terlampaui. Karena setiap harinya aku memiliki 8400 detik, kini aku gunakan dua detiknya untuk mengucapkan terimakasih padamau dan 5 detik saja untuk memelukmu.

Semoga benar bahwa kita berdua bersama dengan berjuta cara saling menyayangi, seperti yang pernah kubilang padamu :)

Selasa, Agustus 24

untuk Gula, jangan bersedih...

Hujan bisakah kamu berbagi indah hari ini? lewat gemericik air tumpahanmu. Katamu kau bisa, membahagiakan petani. :)

Air bisakah kamu membagi sedikit saja kenikmatanmu hari ini? lewat saluran air kran yang mengucur deras. Katamu kau bisa, sukses membuatku mencuci bersih siang ini. :)

Ikan bisakah kamu menunjukan gerak-gerik lucumu itu? yang sok pura-pura berkelai padahal kalian saling sayang. Katamu kau bisa, anemon hijaumu mewadahi atraksi. :)

Gula bisakah kamu berbagi ceria hari ini? kudengar kau sedang dirundung mendung. Katamu dulu kau bisa, membuat segala sesuatunya semanis dirimu sendiri. :)

Sabtu, Agustus 14

:)

Aku belum tahu lima tahun kedepan masih bisa mencium lenganmu atau tidak.

Aku ingin berterimakasih padamu atas segala hal yang menjadikanku lebih putih.

Aku pernah berkata kalau aku ingin guci yang kita lihat di pasar kesenian ada di rumah yang akan kubangun sendiri kelak, akupun ingin akuarium dengan ikan nemo dan napoleon bersanding, menempel di dinding.

Dan tak lupa aku selalu bilang kalau rumah minimalis selalu laris! Apalagi bila di cat dengan warna hitam, abu dan merah.

Tampaknya terlalu sering aku menyampah di depanmu, dan kaupun selalu menyambut dengan sangkalan-sangkalan tak masuk akal :D

Namun aku senang, setidaknya aku bisa menerawang yang akan datang dan aku selalu gembira di hari dimana aku bergumam tentang masa depan agar selalu kau kenang.

Minggu, Agustus 8

Aku...

Aku memotong kuku-ku saat kau bilang ini mulai panjang.
Aku mengikat rambutku saat kau bilang, ikat saja!
Aku menyukai sneakers sejak kita punya yang sama.
Aku makan apa yang kau makan, dan itu sangat enak.
Aku berusaha mendengarmu ketika kau mengeluhan ikan-ikan, tetapi aku tak cukup hebat memberi solusi.

Ya, semuanya karena aku menyayangimu.
Mungkin akan membuat mulutmu lucu menahan tawa, tapi itu yang berlaku.

Jumat, Agustus 6

Lambaian

Meaningless...
Hari ini,
dan beberapa waktu kedepan akan terus merasakannya.

Loneliness...
Loneliness adds beauty to life. It puts a special burn on sunsets and makes night air smell better. (Henry Rollins)

Tidak berarti dan sendiri adalah padanan kata dan arti yang berada di tiap sela hidup dan hela nafas.
Beruntungnya, ketika kau menemukan seseorang dan tak ada yang mengganjal. Kau dan dia bisa menyelesaikan segalanya tanpa satupun adu. Kau mestinya kagum, tapi kau tak memperlihatkannya. Kau mestinya gembira, tapi kau hanya bisa tersenyum. Kau mestinya memeluknya, namun ia selalu memelukmu terlebih dulu.

Dia adalah peganganmu, semoga sesuatu yang kau takutkan tak akan pernah jadi kenyataan. Banyak penghalang, namun pasti bisa kau hadang dan taklukkan. Semakin lama, angin semakin kencang. Dan kau harus makin erat berpegangan.

Semoga ia tak akan melepaskan peganganmu itu, dan tiba-tiba berlalu menengadah lalu melambaikan tangan.

Sabtu, Juli 31

Hello, boy!




Saya suka sekali hari dimana foto ini diambil :)

Selamat datang di kota sepi ini, mungkin membosankan tapi aku tetap berharap semoga kau senang :D

Jumat, Juli 23

Selamat Ulang Tahun, Amy Julia Alela Rachmah :)

Link tumblr milik seorang sahabat membuat saya terbujur gemetar di atas kasur.
Membuat saya menerbangkan kembali pikiran (sekali lagi) ke memorabilia saat gadis kecil melalui masa kecilnya.

Saya suka sekali. Ketika pertama kali ada tetangga yang berpindah rumah dekat sini. Lebih suka lagi ketika yang muncul dari balik mobil penuh barang itu adalah gadis kecil yang saya kira sepantaran. Itulah kamu, Mbak Ey.

Ingat, saat kamu tercebur ke dalam kolam? Terpleset saat kita bermain disamping masjid. Astaga, saya tertawa sumbang saat itu. Ingin rasanya tawa ini lepas, tapi tak tega.

Ingat saat saya terkencing di celana waktu TK? Oh, Tuhan! Saya malu sekali! *ceritanya buka aib*

Banyak sekali yah, tidak bisa diceritakan karena kisah itu akan abadi selamanya di alam pikiran :)

Intinya sih, ehm, sebenarnya saya menyayangimu! Bahkan saya tak menyangka, nama mr. Right kita sama-sama berinisial R...what the? hmm...

Udah yah, lama-lama bisa gila ini. Insyaallah saya mau minta form duta wisata, semoga bisa, doakeun :)

Dan, hari ini adalah hari bahagiamu, mungkin aku bukan orang pertama yang mengucapkan selamat padamu, namun mungkin bisa saja aku yang paling ikhlas mendoakanmu agar kau sehat dan bahagia selalu, teruslah gapai cita dan cintamu..




Love yaa,
Ermaya :)

Selasa, Juli 20

Gadis Kecil yang Cantik



Malam ini, seperti semilir angin di luaran yang menemani gemericik air kolam, ada yang berkisah di dalam.
Seorang gadis dengan kisah klasik nan indah, memiliki masa kecil yang sumringah.
Senang melihatnya tersenyum bangga, dengan gaun putih melekat di tubuhnya, ia berputar mengelilingi taman beraroma pandan.

Ia memungkiri seseorang yang berkata selalu membenci masa lalu, padahal masa lalunya begitu menyenangkan (bukankah masa kecil merupakan bagian dari masa lalu?), persis ketika ayah membelikan sebuah buku dan pensil untuknya berlatih bersamaan.

Ia lincah, menggemaskan ketika mengenakan topi kepang. Ia mengidamkan geraian rambut panjang menawan, bayangannya seperti gadis-gadis yang terpampang di iklan. Ia suka menjadi cantik, sama seperti saat ia merayakan ulang tahunnya yang ke-enam di ruang tamu perumahan, ia mengenakan baju terbaiknya, blus merah muda dengan balutan renda, aih, cantiknya!

Kata ibu ia selalu cantik, meski tak menggunakan baju terbaik. Kata ibu ia akan tetap terlihat cantik kalau saja ia mau mematuhi apa yang di ejawantahkan, ia selalu cantik bila hatinya baik.

Sekarang gadis kecil di foto itu tengah tersenyum, menatap tubuhnya yang mungil dengan baju amat kecil. Ia rindu rumah dan seisinya, kini dia mulai menitikkan air mata. Kini ia mengerti, betapa hati yang baik akan selalu terlihat cantik. Dan tentunya tak perlu mengenakan pakaian terbaik :)

Sabtu, Juli 10

Masih Membenci Masa Lalu

Ketika kecil, aku di kenal sebagai anak pemalu...

Beranjak besar, aku belajar dari kehidupan nyata
dan realitas semu...

Mengerti cinta, aku putuskan untuk membenci masa lalu...

Milikku, maupun milikmu...

Yang Tak Tersampaikan!

Kali ini hari-hari mulai berangsur normal
Tidur bisa aku tentukan,
tak seperti dikejar setan...

Namun sayang,
sepertinya hari-hari sekarang beranjak memusuhi tuannya...

Semakin ditelusuri, semakin menyakitkan...
Kian dijemput, hati ini tak tahan...
Tapi tidak ada satupun kata beraroma kejujuran,
khususnya tentang seseorang yang pernah mengusik pikiran
dan batinmu...

Jujur, aku hanya ingin tutup mata, telinga dan hati tentang segala sesuatu
yang pernah kau ciptakan di masa lalu...
Entah itu kesalahan atau kebahagiaan yang sempat mengisi...

Ataupun itu tentang sebuah rasa yang perlahan menggerogoti namun tak teramini...

Dan akhirnya kini aku berburuk sangka, semua tentang dia, ingin aku hapus dengan tinta keabuan...
Semua tentangnya yang, memang aku lihat begitu sempurna,
aku rasa kini mulai mengganggu...

Sekarang aku tahu ada banyak hal yang aku mulai dengan sebuah kesalahan...
Terlalu cepat memutuskan untuk dipinang oleh hatimu,
terlalu cepat menganggukkan kepala untuk berkata 'ya'
dan mata ini terlalu manja untuk mengeluarkan bulir suci yang tak pantas mengalir...

Semua aku tutupi dengan bayangan kebahagian bak sutradara mengharapkan happy ending di filmnya...
SEMUA SALAH!

Dia bahkan masih begitu mendominasi pikiranmu, akunmu dan hati biru keabuanmu...
Dia bahkan masih saja melayang-layang di pikiranmu yang nakal...
Dia begitu indah untuk kau lupakan! (tuduhku)

Ini barisan kalimat sakit hati YANG TAK TERSAMPAIKAN!

Sudah Sejauh Itu

Tahukah kau, sudah banyak jejak tentangnya yang kau tinggalkan...
Kau kira dengan keakraban yang semakin matang ini aku tak akan tahu lebih dalam tentangnya walau perlahan?

Hmm, begitu istimewa ketika seseorang berada di satu ruang dimana hanya ada namanya terpampang...
Lalu bagimu aku ini apa?
Mungkin tidak lebih dari sebuah martabak spesial, jauh dari istimewa dengan harga terpaut sepuluhribu-an...

Sudah sering aku seperti ini...
Ingin marah tapi tak jadi...
Ingin bilang tapi enggan...

Dibalik itu semua, bisa-bisanya aku sok tegar!

Aku ingin bilang kalau aku bukan orang yang bisa mengungkap semuanya berhadap-hadapan...
Aku lebih suka menunjukkannya lewat ekspresi tersirat dan raut muka mampat...
Entah mengapa aku ingin orang lain belajar memahami jerit dan aura kemarahan...

Baiklah, entah bagaimana lagi aku katakan, kali ini aku (lagi-lagi) ingin marah...
Melihat jejak hubunganmu dengan 'sobat' lama,
yang terlampau ISTIMEWA tak bisa dikira...

ternyata, SUDAH SEJAUH ITU

Sabtu, Juni 26

Re- spirit

Sedih rasanya menemukan blog ini sedikit berdebu, laba-laba berserak dimana-mana. Rasanya sudah lama meninggalkannya demi merunut tugas.

Semoga, ajakan dari seorang teman membangkitkan kembali semangat yang sempat hilang, dimana semuanya telah diwadahi disini. Semangat yang akan saya raih kembali. Menggapai bulan, meniti malam :)

Sabtu, Mei 8

GBU

Mungkin dari sekian banyak teman cuma saya yang tidak mengucapkan selamat.

Tapi di dalam hati sini saya gembira ketika yang anda kerjakan berbuah kemenangan.

Saya mendengar dan tidak menutup telinga kok, hanya saya tidak tertarik untuk berada di hiruk pikuk keramaian.

Sukses yaa, teman. Sukses untuk masa depan! :D

Semangat raih tujuan!

And it's might not be the right time and i might not be the right one to be there...

God Bless You!

Kamis, April 29

Coretan Balasan

Hei bung! Ini kali pertama aku bicara padamu melalui serangkaian kata yang menurutmu akan menjadi bualan di akhir mungkin. Ini juga kali pertama aku melihat sisi lain dari jiwamu yang katanya memancarkan ekspresi batin, mencerminkan hatimu. Diary dunia mayamu.

Ah, rupanya kau belum banyak mengerti. Tapi kau seenaknya saja menggunjingkanku dan teman-temanku. Itu tidak adil, hey kau yang merasa pandai sendiri! Kau tak bisa melihat hasil keringat kami yang tak kami jalani dengan hati. Kau tak melihat atasan kami yang begitu saja melepaskan kami tanpa arah untuk berbakti pada apa yang kita kenal dengan seragam coklat muda coklat tua. Kau tidak mengerti ini semua, bukan? Itu yang patut kau renungkan sebelum gegabah memberitakan.

Kami ini ingin sekali berbakti pada kerajaan. Kami ini ingin sekali kalian mengenal kami sebagai penyelamat media kerajaan. Tapi tampaknya kami punya hidup sendiri. Hidup yang tidak bisa lagi diusik manakala kerajaan yang ingin kami junjung tinggi tak lagi memancar aura wibawanya, kerajaan tak bisa lagi menjadi pengayom dan merangkul kami barang lima detik. Kamipun melihat adanya keretakan di dalam sana. Bahkan temboknyapun sudah mulai luntur oleh kepercayaan. Semua orang memandang jijik padanya, pada kerajaan kita yang kini sudah akan ditinggalkan. Tanpa jejak nama baik, kuingatkan.

Kami juga takut, kami dikenang hanya menjadi sosok yang mencari jabatan untuk memenuhi pengalaman yang kelak akan dipakai untuk menarik hati ideologi kapitalis di luar sana. Kami tidak mau itu semua. Kalau perlu, selamanya kami tak akan menuliskan jabatan di media kerajaan ini di lembar yang akan kami rangkai sebentar lagi. Kamipun tidak sudi, bung! Kami tidak memberikan apa-apa tetapi kami menikmatinya kelak sebagai pengalaman palsu, tidak esensial.

Jadi seandainya saja kau juga mengerti perasaan kami, mungkin cengeng tetapi disini kami berusaha tegar ditengah sentilan yang menusuk batin. Mungkin memang kau yang paling hebat, punya banyak ilmu tulis menulis sehingga kau bisa membahasakan kami di sisi yang buruk. Tetapi terkadang kata-katamu itu tak kau perhatikan. Semestinya kau berpikir dua kali, bertanya ke timur dan selatan, bagaimana sesungguh-sungguhnya kenyataan berjalan.

Kami ini cuma bawahan, yang selama ini dijadikan pajangan dan kami tak bisa menentang. Kami hanya kaum minoritas yang bermimpi menjadi mayoritas. Kami tidak butuh cacianmu, kami bahkan bisa apa untuk melawanmu yang sungguh pandai itu. Kami kaum bawah yang selama ini hatinya tersakiti. Kamipun bagian dari kerajaan yang bahkan tak tahu seluk beluknya, kami buta arah dan ditinggalkan.

Selasa, April 20

Wanita Itu...

Aroma embun subuh pagi ini menyadarkanku dari tidur panjang semalam, dari derai isak tangis yang telah lama dirunut berjam-jam. Siapa lagi kalau bukan gara-gara lelaki kemarau, yang di tiap detiknya bisa membuat air mataku meranggas kekeringan di taman.
Kejadian semalam berlalu dengan cepat benar. Memori otak yang memutarnya memaksa air mata tertahan membayangkan. Ini tentang berburu rasa cemburu, hendaknya tidaklah disimpan namun setiap ingin membuang jauh bayangan segalanya terasa begitu tajam. Cemburu memanglah sebuah siksaan.

Awalnya hanya karena sepotong cerita dari mulutnya yang menyayat. Lalu dia pergi meninggalkan karena tak tahan dengan pertengkaran. Seminggu tak ada kabar. Ini pertama kalinya dalam hidup aku menangisi seorang lelaki hanya karena sebuah pertengkaran.

Setelah seminggu ini bertahan, tak percuma kupakai gengsiku, meninggikan ego. Dia menyapa. Hangat seperti biasa. Seolah kemarin, seminggu yang lalu itu tidak terjadi apa-apa. Mungkin saja dia rindu padaku. Lalu kami bercanda lagi. Kami akur kembali.
Cerita ini selalu berawal dari seminggu kemudian. Siapa sangka, kini aku telah benar-benar menjadi bagian dari hatinya, dan hatiku yang kering dulu kini sudah kembali basah, memancar kembali hijau yang setahun ini sempat hilang.

Dia lelaki kemarau yang bisa menghangatkanku dalam sebuah ikatan. Dia yang bisa menghargai segala pendapat dan perbedaan. Emm, tapi tidak selalu juga, masalah perbedaan menurutnya hal yang prinsipil.

Cukuplah aku bercerita tentang wangi yang selalu ia sebarkan. Kali ini mungkin aku ingin mengisahkan tentang waktu dimana hitungan mundur diciptakan. Waktu saat kita berharap indah dengan masa depan. Waktu ketika kau berharap sesuatu dan kau telah mencapainya kini. Masa lalu yang membuat jengah. Dalam salah tingkah. Dan kebisuan.

Ketika dia bercerita dengan binar mata yang tidak dapat disembunyikan tentang wanita ini, dari situ aku sudah mencium aroma keterasingan. Mungkin memang tidak banyak yang cukup membuatku berkesimpulan, lelakiku pernah menaruh hati pada wanita ini. Wanita yang sejak awal tak kukenal. Bahkan aku baru tahu darinya, setelah tiga bulan kami bersama.

“Kau tahu, dia mengucapkan selamat padaku karena telah menemukanmu…”
Aku hanya bisa terpaku mendengarkannya yang senang sekali bercerita. Tentang wanita yang itu bukan aku ataupun ibunya. Dia terlihat bahagia. Saat itu aku sama sekali tidak tahu apa-apa, isi hatinya bahkan sebuah kisah yang mungkin tersimpan antara dia dan wanita yang sedang asik diceritakannya itu.

Lambat laun aku kembali tidak peduli dengan pencitraannya tentang wanita itu. Kembali menjalani kisah yang memang seharusnya kami rangkai.

Namun tetap saja, sejauh apapun aku menepisnya. Cerita tentang wanita itu tiba-tiba terngiang. Binar mata yang jarang sekali kulihat itu tergambar jelas, lagi.
Aku rasa pernah ada cerita antara mereka berdua. Entah apa, sejauh apa aku tak bisa meraba.

“Mengapa kau benci padanya?”

Aku tentu tak bisa menjawab karena tak kuketahui sebabnya. Rasa tidak suka itu menyesap begitu saja. Karena ini masalah hati dan hanya aku yang bisa merasakannya.
Kini, aku masih bisa menemukan jejak-jejak keterhubungannya dengan wanita itu. Wanita yang telihat luar biasa di matanya. Dekat dengan kesan sederhana, namun jauh dari pandangan orang-orang.

Kumpulan bingkai bergambar wajahnyapun pernah aku lihat. Ada banyak, puluhan mungkin. Jadi sampai saat ini, aku tidak bisa menyimpulkan apa-apa. Aku cukup meraba saja karena itu adalah sebuah kisah yang ada di waktu dengan hitungan mundur mulai dari sekarang.

Setiap mengingat itu, rasanya hati ini tercekik.

Aku hanya ingin belajar jujur mengungkapkan karena kata ibuku bohong itu dosa.

Wajah yang terpajang manis di folder itu, mengapa selalu membuatku merasa cemburu?


*kisah seorang teman yang amat membenci masa lalu

Sabtu, Maret 27

Napooleon

halo, napooleon...
Selamat delapan belas purnama yaa..
Jangan genit sama yang lain yaa..

Blur

Celoteh ini berawal ketika kebisuan saya tidak terungkap. Siapa yang tahu isi hati seseorang kecuali orang itu menyampaikannya. Ada yang pernah berujar bahwa dalamnya hati siapa yang tahu? Sebuah peribahasa yang saya kenal sejak sekolah menengah pertama.

Mengingat masa-masa di sekolah menengah pertama, saya tahu beban yang dijalani semakin berat, tapi sayapun harus mencoba mengekplorasi diri. Mencoba apapun yang menjadi wadah kegiatan sesuai minat di gedung yang terlihat semakin tinggi ketimbang gedung di sekolah dasar (dan untuk masuk kesinipun mahal). Orang tua bangga ketika mendengar anaknya berhasil masuk di salah satu sekolah favorit di kota ini.

OSIS adalah wadah kegiatan untuk melatih kepemimpinan. Organisasi Mahasiswa Intra Sekolah. Aktivis yang banyak berjasa di sekolah. Yang menempati ruang sendiri di depan kantin sebelah majalah dinding. Sayang, saya tak pernah bertandang kesana, saya gagal masuk kesana, karena lagi-lagi merasa ragu dengan segala kemampuan yang saya punya, saya memutuskan tidak mengikuti seleksi OSIS. Baiklah, saya coba di jenjang berikutnya.

Sekolah menengah atas. Saya berhasil masuk ke OSIS SMA berkat PATRA (majalah SMA kala itu). Saya menjadi wakil dari ekskul majalah di dalamnya. Saya bangga, membawa nama PATRA, memperjuangkan hak-hak PATRA yang sempat direnggut fasilitasnya. Karena saya bagian darinya, saya berawal dari sebuah ekstrakulikuler yang membebaskan saya berekspresi tanpa depresi.

Kini saya kembali berorganisasi. Di kampus nun jauh dari kota kelahiran, Jogja. Universitas Gadjah Mada. Setiap berucap itu, saya ingin menutup telinga. Karena terdengar banyak beban di sana. Universitas Gadjah Mada.

Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi. Terdengar ‘uwah’. Tapi memiliki beribu intrik dan konflik.

Ini baru akan saya mulai, celoteh dari kaum minoritas yang tak terdengar oleh yang diatas walau berteriak sekalipun.

Awalnya saya sangat bangga bisa diterima menjadi pengurus di HMJ ini. Saya bahagia ketika nama saya ada di list teman-teman yang berhasil lolos interview. Dan saya ditempatkan di divisi Media Informasi dan Komunikasi. MEDKOMINFO kalau saya boleh meminjam kependekannya.

Semakin berjalan, saya merasa tak nyaman. Saya tidak mengalami kebebasan berekspresi tanpa depresi disini. Yang saya rasakan adalah keterkucilan.

Kamis, Maret 25

"Slice of Life"

Ini yang terjadi, yang paling mengesankan ketika seseorang berkata, "maaf telah mengatakan itu..."

Ini yang terjadi ketika aku harus marah karena pengendara di depan tidak menyalakan lampu sign, kupikir orang Indonesia bodoh! Padahal tak semuanya begitu, tetapi mengapa setiap kali pengedara di depan akan berbelok, mereka tidak menyalakannya.

Ini yang terjadi ketika berbagai tawaran pekerjaan datang saat aku harus membaginya dengan kewajiban-kewajiban yang lain.

Ini...tubuh yang mulai tak terawat dan perasaan tersinggung juga sesal,

sesal nbahwa kejadian pertama ada yang belum mendengar penjelasan...

kejadian kedua, aku harus bersabar dengan habit demikian

kejadian ketiga, aku harus memprioritaskan kewajiban daripada tawaran-tawaran itu...

Inilah bagian-bagian dari kehidupan, seminggu ini...

Senin, Februari 22

Hendaknya Kau Tidur

Malam ini saya masih belum bs memejamkan mata, teringat esok hari waktunya perpisahan itu dijemput,pagi pukul 9 tepat,akan ada kendaraan yg menjemput dan membawa saya kembali menuntut ilmu,lagi2 dg tujuan meraih cita dan membahagiakan orang tua.

Aah,rasanya hanya sbentar saja berkumpul bersama.

Sosok itu berkelebat,saya melihat. . Iyaa,itu ayah,beliau mematikan lampu utama dan mengingatkan saya yg sebenarnya sudah setengah terkantuk ini untuk beranjak dr sofa. . Ini kali pertama semenjak saya tak lg sering ada dirumah. Ia mengingatkan, dan yg plg membuat saya ingin menangis,beliau memberikan selimut agak tebal yg biasa dipakainya saat akan tidur.
Kami tidak begitu dekat, kami bahkan jarang bertemu krn pekerjaan yg memaksanya terus berada di kantor. Pernah suatu ketika saya merutuk,"bpk jarang dirumah kalo aku pulang! Udah nggak sayang. ."
Anggapan itu dg cpt ditepis ibu,"selama ini bpk kerja keras bt km,dek. ."
Saya diam.

Dan malam ini, malam dimana keesokan harinya saya harus pergi. .tawaran selimut ini merubah segala persepsi. Ayah yg tak kenal lelah, ayah yg selalu ingin anaknya tak pernah menyerah. Ayah yg hanya punya sdikit cara untuk menunjukkan kasihnya. Dan ayah yang besok akan saya cium tangannya. Ya, sebelum keberangkatan esok hari. Saya mau, tak hanya ibu, tp jg ayah yg mengantarkan sy sampai depan pintu.

Dan malam ini, tawaran selimut tidak dapat saya tolak. Sedikitnya cara ayah utk menunjukkan kasihnya,tdk akan saya tepis percuma. Yang ada saya menantikan cara2 berikutnya dari ayah.

Ya, bahwa ayahpun tak pernah tidur hanya demi menafkahi kami. Ayahpun enggan mengeluh dan rela berpeluh, agar kami bisa makan enak. Malam ini, persepsi awal ttg ayah mendadak hilang, tergantikan dg sosok manis yg akan saya perjuangkan di mata orang2, bahwa pekerjaannya begitu berat dan banyak di maki. Seorang yg tidak tidur untuk menjaga agar sumber kehidupan semua orang tetap dpt dinikmati. Dia, sosok yg terus mengalirkan magnet2 yg akan berubah menjadi setrum di rumah2 kalian. Saat kalian tidur, saat kalian terkapar dg enaknya diatas kasur.

Tanggung jawabnya begitu besar, beliaupun sedih saat terjadi pemadaman lampu bergilir, dia pun merasa bersalah ketika pihak Costumer Service melaporkan terjadinya banyak keluhan.

Selanjutnya ia akan berjuang lebih baik lagi.

Semoga ayah tetap tegar ditengah makian, disini aku berdoa untukmu,yah. .

Jagalah kesehatanmu selalu, wahai pekerja malam yg hampir2 lupa akan kebutuhan dasarmu untuk tidur barang sejenak.

Rabu, Januari 27

Nak, lain kali kamu harus menghargai orang. Nggak semua orang bisa kamu usik, sebagian dari mereka akan terganggu.

Nak, jangan pernah kamu memaksa, kalau kamu nggak mau orang lain menyetir hidupmu.

Nak, kamu bisa kan? Kamu sudah terlampau jauh berjalan, kamu harus siap menanggung konsekuensinya.

Kamu sudah besar.

Kamu sudah aku anggap dewasa.

Minggu, Januari 24

Negeri yang Pasi

Malam ini, dengan berbekal tidur sore tadi, saya memilih untuk mulai berkutat dengan benda yang sangat perkasa walau berkali-kali saya pisuhi. Sampai jam di dinding sudah menunjukkan pukul satu dini hari. Tidak terasa. Dari pukul 10 malam tadi, saya memilih untuk ‘jalan-jalan’, merefresh pikiran, berniat untuk napak tilas.

Banyak sekali yang telah saya lewatkan semenjak UAS lalu. Waktu saya banyak tersita di area Gugel dan Wiki saja, sebenarnya tidak betah berlama-lama, namun apa daya banyak yang harus dikebut saat itu.

Sekarang, malam ini, ketika niatan untuk membuka jejaring, mata saya tertuju pada satu nama, yang banyak menyebut dirinya ‘ingkang mbaurekso’. Godaan untuk membuka profilnya kemudian terlaksana, saya sangat mudah tergoda, apalagi dengan yang satu ini. Begitu menggoda. Selanjutnya terserah saya, toh dunia maya di hadapan mata. Profilnya? Ah, untuk apa! Sayang sekali bandwith saya. Satu klik, blog miliknya terbuka, ada link yang mengarah pada blog si empunya.

Sangat berharap ketika membuka blog itu, saya menemukan untaian kata tentang apa yang sedang ia emban yang ternyata tidak lagi jaya seperti masanya dulu. Namun harapan itu nihil! Yang ada hanya cerita, lagi-lagi tentang ilmu yang ia dapat, bukan tentang tanggung jawab yang ia pikul. Ah, bualan. Dan saya merasa tidak tertarik untuk melahapnya sebagai pengantar tidur malam ini, saya tidak memilihnya.

Mata saya kembali tertumbuk pada pesona link yang ada di dalam blog oknum tadi. Yah, sudah lama saya tidak ‘bermain’ disana. Dalam sekali klik, muncul posting yang masih sama dengan terakhir kali saya mampir. Melihat comment-nya masih sama ketika terakhir kali saya meninggalkan pesan. Ah, apa yang terjadi? Mengapa bisa sesepi ini, tidak ada apresiasi.

Akhirnya dengan sedikit geram saya meninggalkan jejak disana,” mari berjalan bersama, tidak sendiri-sendiri tentunya”. Berharap akan ada yang meresponnya, entah itu cacian ataupun bentuk simpati *malang sekali saya minta di kasihani*

Saya kembali berkeluh kesah kepada lelaki pelangi.”Apa yang salah, kisanak?” Mengalirlah obrolan tentang negeri yang tidak lagi memiliki semangat untuk berprestasi. Bersama dengan si lelaki pelangi yang semakin terang saja ronanya, rupanya malam ini kami memilih sesi mengurusi hal yang sebenarnya sudah berulang kali diperbincangkan. Mengapa? Karena sebenarnya ia peduli, sampai akhirnya ia muak dan berkata, “Kenapa aku harus berpusing lagi? Masaku sudah berakhir…”

“Iya memang, bahkan akupun iri dengan masamu yang begitu guyub itu…”

“Sudahlah, lalu apa yang mau dilakukan?”

“No ACTION!”

***


Kemudian saya ingin sekali lupa bahwa saya berada di dalam bagiannya. Negeri yang kini telah pasi. Nyaris mati.

Saya memilih untuk tidur. Besok, saya ada janji dengan lelaki pelangi. Sebelumnya saya berdoa, semoga suatu saat, sebelum semuanya benar-benar berakhir, negeri ini punya masa jaya tersendiri, dengan caranya sendiri.

Lampu utama telah mati, hanya tinggal si redup yang selalu tersenyum walau telah termakan tahun.

Night, world.

Night, love.

Selamat malam negeri yang saya harap mau lagi menggeliat, berkarya dan menggebrak.

Senin, Januari 18

'apa yang akan terjadi kemudian'

aku hanya ingin menghirup aroma hujan itu...
aku tak mau terlalu memikirkan 'apa yang akan terjadi kemudian',
entah perpisahan atau peleburan...
aku hanya ingin menikmatinya bersamamu...
mungkin aku bisa mendapatkan satu hari saja darimu untuk mematuhi apa inginku...
aku ingin kita menikmati derasnya rinai ini dan memperbincangkan harapan,
sebuah percakapan panjang yang melibatkan masing-masing keinginan...
aku harap, kau bisa menggambarkan, bagaimana nantinya masa tua kita di hari yang sama dengan saat ini sepuluh tahun kemudian...
setidaknya aku bisa mulai dari sekarang,
untuk berpegangan pada apa di masa depan...

tolong gambarkan, tolong ceritakan...

apa-apaan ini?

ternyata lagi-lagi aku melanturkan 'apa yang akan terjadi kemudian' itu lagi...

Minggu, Januari 17

Hilangnya si Karakter

Kehilangan. Baru saja saya kehilangan sebuah benda yang amat sangat ingin saya berikan pada seseorang. Ini sungguh terjadi di luar perkiraan. Tidak heran, tiba-tiba segalanya menjadi HITAM dan SURAM.

Seperti kehilangan separuh nyawa hidup. Memang ini tulisan yang berlebihan, kawan. Huft. Tapi saya ingin berbagi, bahwa benda mati tersebut sangat saya idamkan untuk disandingkan dengan benda hidup sesungguhnya. Sebuah karakter kartun nemo yang akan saya berikan pada nemo di aquarium Poochan.

Seseorang berkata ditengah kehilangan,"Anggota sekte yang mulia nemo dari haiti, musuh lama keluarga kerajaan laut Norwegia, karyamu (karakter nemo) dianggap suci nan sakral..."

Saya bilang padanya,"Saya sudah ikhlaskan, tapi tetap saja, sulit untuk sepenuhnya melupakan..."

"Karyamu benar-benar sakral. Makanya di Haiti sekarang gempa 7,3 SR. Karena benda mati yang suci itu adalah penyeimbang antara lautan dan daratan..."

Kenapa Haiti jadi dibawa-bawa? Memang dia paling pintar untuk menghubungkan kejadian satu dengan yang lain. Si cerdas penggembira.

Itu hiburan yang diberikan oleh orang tersebut. Dia bahkan merasa bersalah atas hilangnya karya itu, namun saya berkali-kali bilang, itu bukan salahnya, hanya bumi saja yang belum menjodohkan.

Ada yang menggelitik dari obrolan yang notabene menghibur saya ini,"Karyamu lebih bermanfaat untuk orang banyak... Santo nemo, santo nemo...Nemo yang suci..."

Baiklah, segala upaya yang saya kira tidak akan membuahkan hasil akan saya hempas. Selamat tinggal nemo dan marlin. Semoga kalian memang benar-benar bermanfaat bagi orang banyak.


Sabtu, Januari 16

Sekaten

Alunan musik dangdut yang mengitari kamar ini mengingatkan saya pada sekaten tahun lalu.

Musik dangdut ini saya dapatkan dari seorang ahli bicara. Seorang yang supel dan banyak temannya. Seorang wanita berparas tegas, lincah dan tangkas. Kini saya merindukannya. Kami sudah jarang lagi bersua. Dan lagi jarang berbagi cerita. Mungkin lagi-lagi kepentingan yang berhak untuk buka suara, memisahkan untuk mempertemukan. Suatu saat.

Inilah tempat dimana pertama kalinya kami bermain bersama walau tak menjajal apapun yang disajikan di dalamnya, tempat ketika kami masih sering bersenang-senang bersama. Saya dan mereka. Berlima beramai-ramai memenuhi sekaten yang menjadi hal baru, untuk saya khususnya.

Sebagai penyempurna, ada sosok yang selalu saya rindukan disana. Di tengah-tengah kami ia berdiri, perkasa. Karena sangat tinggi dan berkuasa. Ketika itu, saya sangat bersyukur mendapatkan waktu bersamanya, sulit sekali ketika itu mengagendakan untuk sekedar makan di mana, membeli apa dan berjalan beriringan. Bahkan sempat mengabadikan beberapa gambar, sampai sekarangpun masih saya simpan dengan judul "sekaten dan kamu". Saking girangnya saya, kata-kata "kamu" di album itupun menjadi hal yang sangat istimewa dan mungkin saja akan jarang terulang.

***

Kini, sekaten datang lagi. Sekaten yang sepertinya lebih meriah dari yang lalu. Saya senang dan berharap cepat-cepat datang kesana, tanpa ada yang mendahuluinya. Saya ribut ingin berada di dalam kerumunan dan riuhnya permainan. Namun sampai kini, sampai hari kesekian saya belum juga bisa mengunjunginya. Jadi, kapan saya bisa kesana, yaa? Mengulang kejadian yang mungkin sudah tidak selengkap tahun lalu. Tanpa mereka, tanpa ceria.

Kamis, Januari 7

Satu lagi untuk Tuan

Mengganggu memanglah hobiku, lantas apa?
Tidakkah kau jadi membenciku?
Semua orang pernah mengganggu, sengaja atau tidak.
Seperti yang sudah kubilang, aku mengganggu karena itu kesenanganku.
Entahlah, kau suka atau tidak...
Tapi aku suka mengganggumu,
sampai bantal menutupimu karena kau kesal padaku.

Bulan ini menginjak bulan kelima belas aku mengganggumu.
Di jalan tadi, aku berpikir, mengapa sampai saat ini kita masih duduk sebangku?
Menikmati waktu yang lagi-lagi jarang sendu.

Ditengah teriakan malam berpeluh hujan membuatku termangu,
lagi-lagi aku ingin mengganggu.
Sampai nanti kau yang bilang dulu,
jangan lagi mengganggu...