Minggu, Desember 30

Waktu yang Tepat (?) untuk Berpisah

Aroma oli ini sudah sangat melekat pada besi-besi yang terbiasa mengangkut ratusan orang sejauh 512 kilometer. Keriaan pagi, siang dan malam, gesekan roda koper dengan lantai berdebu, langkah kaki terburu, aku belum begitu menyatu dengan ini semua. Namun, yang kuingat hanya memori khasnya, perjumpaan dan perpisahan.
Ada satu istilah dari sebuah bahasa asing, bahasa Perancis, yang selalu mengusikku ketika berada di tempat bernama stasiun. Entah mengapa tajam pesonanya mengakar kuat pada daya pikir ini:
Au revoir
A farewell remark
They said their good-byes
Untuk sebuah istilah kau butuh arti sebenarnya. Untuk sebuah hal asing kau butuh memaknai untuk mengenalnya dan terbiasa.
Entah apa perasaan ini. Ketika lambaian tanganmu mengayun, senyum kecilmu seolah berkata "Au Revoir"
Dalam gerbong ke-5 ini, jiwaku terasa terbang bersama senyummu. Kau telah memecahkan semarak kegembiraan ini. Menjadi lamun yang serbuknya seperti ingin tinggal menetap di belantara hati. Aku ingin tahu, apa yang kau pikir ketika kedua lambai saling balas. Dua bibir berbeda saling lempar senyum, seolah segala kekhawatiran luruh bersama lontarannya. Namun, kau telah mencabikkan ragam penasaran. Kau sedih, kau biasa saja, kau berharap aku cepat kembali, atau lebih baik pergilah yang lama.
Entah apa yang ada di benakmu saat itu. Kau telah berhasil menghamburkanku layaknya serpihan kertas, diremas dengan marah.
Beberapa menit kemudian mata ini memilih pejam. Di dalamnya aku merasa nyaman. Dalam pejam aku rasa tak ada yang patut dikhawatirkan. Karena saat itu segala getir tergerogoti riang. Segala sendu berganti lagu syahdu. Sebuah perpisahan akhirnya berujung pada pelukan sayang.
Semua hanya masalah pikirmu. Meski kau merasakan sepi, tergantung bagaimana ia mengubahnya menjadi pesta dalam khayalmu. Meski kau sendiri, kau masih punya angry birds. Jika sewaktu-waktu kau pergi, kau hanya harus ingat untuk kembali. Begitu katanya dalam pejam.
Pejam ini begitu nikmat. Aku sontak lupa pada istilah di awal tulisan ini. Sebuah asing berbentuk Au Revoir.
Semua masih sama, lagu kita, ritme nafasnya, dan meski aku tak berkata apapun. Pasti kau tahu aku ingin kau cepat kembali. Hanya saja di sudut jalan itu aku membuang nafas panjang mendapati sebuah kenyataan bahwa aku harus kembali melepasmu.
Gerimis penghujung tahun, 30 Desember 2012.