Kamis, Mei 24

Lelah

Malam ini aku merasa terlalu lelah.
Aku tak sanggup lagi mengolah apa yang banyak terpampang di layar 14 inchi ini.
Apalagi yang bisa menjadi semangatku? Haruskah kusibak semangat yang baru?
Aku lelah bahkan ketika bernafas.
Aku lelah berpikir tentang tak selesainya ini.
Aku lelah untuk merasakan kembali sayatan di Agustus dan November nanti, karena aku tak mungkin bisa mengejarnya.
Aku lelah.
Aku siap untuk melangkah. Kebalik kelambu untuk kembali sendu.

Sabtu, Mei 5

Kau Tak Datang

Gelontor hujan maha-dahsyat malam ini tak menghalangiku untuk bertemu.
Sambaran petir tidak menggentarkan niatan agar bisa sebentar saja memelukmu dibalik hujan.
Ketahanan mata ini tak dapat menandingi lampu taman yang kuat hingga dua tahunan. Sesungguhnya, orang lain pasti akan lebih memilih untuk berbaring di ranjang. Bukan berperang dengan hujan juga ketidakpastian.
Berbekal optimisme, tusukan rindu dan keinginan kuat untuk melihat wajahmu aku berpacu.
Dingin sekali. Dua jam disini.
Tengokan ini tidak berbuah apa-apa hingga menit ketiga-puluh selanjutnya.
Pesta telah usai. Kumasih disini. Berkawan angin malam. Kau tak datang.

Rindukanlah Diriku

Sekarang kita bisa apa? Aku dan kamu adalah dua yang coba menjadi satu. Kita dua yang sama sekali berbeda. Kau hiperbola dan aku metafor. Mungkin aku dan kamu beberapa kali mencoba mencocokan beda. Namun itu terlalu sulit. Tak bisa masuk bila dipaksakan. Lantas kita bisa apa? Kita merupakan kata serumit ujian verbal. Kau harus berbekal material yang berhubungan agar bisa menjelaskan.
Aku, Kamu, Tak lantas jadi kita. Tertiup. Terbang. Lalu hilang.
Rindukanlah diriku, selagi punya waktu.