Rabu, Oktober 19

Best Wishes

I'm happy beside you, this night, just now. Counting the days to twenty sixth, the Rainy Day. Big things happen. Future, not the past that can't be rewritten. I Love you with my whole heart. This is it, for welcoming our three years, love.


XOXO

Rabu, Oktober 12

Dear, kamu.

Ini tentang sesuatu yang esok akan kukenang. Sengaja kutinggalkan jejak disini agar esok, masih atau tidaknya ikatan kami akan tetap terjejak, esok yang akan menjawab apakah kita sebuah rangkaian bunga yang indah atau sepasang sepi yang menopang sakitnya sendiri.

Kau memang satu-satunya yang paling bisa membuatku sembunyikan duka dibalik tawa. Membuatku pura-pura lupa bahwa aku masih punya hal tak menyenangkan yang sebelum kubawa tidur pasti kuingat.Sejatinya aku hanya ingin lupa, dan adilkah kalau kuminta aku ingin senang selamanya?

Ratusan ketuk hujan kurindukan, ia hanya menjelma menjadi mendung yang menyerupai bisu, tak menjawab kedatanganmu.

Aku sampai tak mengerti dengan rasaku sendiri, tiap aksara yang mengalir hanya akan memohonmu untuk mengerti, tapi lagi-lagi terwakili diam. Carut marut hati.

Jaga Mulutmu!

Sekelilingku ramai tapi aku rasa ini sepi. Mereka tertawa dan aku hanya mengikutinya hampa. Aku menunggu hingga segala prosesi ini selesai karena yang ada di pikiranku hanya tempat disudut kamar itu.

Tempat biasa aku berbincang dengan diriku sendiri, tentang rencana yang akan kubuat nanti, segalanya.

Aku muak dengan keramaian yang tak menghasilkan apa-apa. Yang hanya mengumbar dusta dan bualan semata. Aku lebih suka berbincang dengan diriku, menertawakan kebodohanku bisa terjerumus didalamnya.

Beberapa hari ini satu-satunya sahabat hanya cermin, other just try to knowing everything bout particular object.

Tidakkah ini wajar saat semuanya berbalik dan ada di klimaksnya. Kalau ada akumulasi dan bom waktu pada diri mereka, akupun punya, inilah titik dimana aku mengalaminya. Ditempa berbagai macam selentingan yang tak kusukai. Iya, meski hanya candaan untuk mengundang tawa, empedu ini rasanya mengalir darah amat deras. Dia bekerja lebih cepat dari kadarnya. Marah.

Namun, diam rasanya akan lebih manusiawi, setidaknya aku masih manusia. Karena aku manusia, maka aku punya perasaan yang patut dihargai juga. Rasa dan aliran kata dua hal berkaitan yang membuat cairan empedu ini bekerja dua kali.

Jaga mulutmu!

Reflection

Aku memang tak punya selera musik yang bagus, apalagi memaknainya.

Aku tak bisa teliti, apalagi memahaminya.

Aku banyak lupa, dan melupakan apa yang selama ini kupunya. I'm good at pushing all away.

Momapopa built me then I design my self.

Senin, Oktober 10

Spekta

Aku menghitung, setiap detik yg melaju diatas pacu. Aku menunggu, dengan lesu dan termangu. Enam belas hari lagi adalah hari penentuan dimana langit akan dilukis muram ataupun jelita.

Ini bukan sekadar penantian, tapi juga persiapan menunggu gerimis yg mungkin tak berkesudahan, milik gadis yang punya angan luar biasa tinggi. Sudah pernah kubilang padanya supaya tak terlalu menggantungkannya diatas langit, karena sakit bila ia tak dapat meraih pada akhirnya.

Sudah berkali-kali aku bilang.

Tapi ia tak hiraukan seruanku, hmm, aku tak berseru, tapi aku menakutkan sesuatu.

Ini sudah menjelang genapnya enam belas hari itu. Ada rentang waktu dimana gadis tadi memainkan pikirannya, dan dengan cepat pula ia akan dapat jawabnya.

Ia berhasil, pada akhirnya. Ia punya mimpi yang sempurna. Yang semula ia gantung tinggi, ia dapat mencapainya. "Spekta!" katanya.

Kini ia raih mimpi dan harap itu sembari tersenyum, menghias pelangi di bibirnya. Mencuri damai dari surga. Dengan tangan menggenggam, sembari mata terpejam. Tepat waktu ia gapai semua sebelum nyawa menyusul mimpi yg ia gantung diatas sana.

Sampai jumpa, mungkin ini hanya kesah yang sementara. Gundah yang tak terjawab dan kegelisahan tak berdasar.