Kamis, Januari 29

HariKeDuaPuluhEnamItu


Hari ke dua puluh enam itu adalah hari bahagia dan pertama kalinya untukku memberanikan diri melakukan sesuatu untuk orang terkasihku. Orang yang juga, tepat pada hari ke duapuluh enam itu, telah menemaniku selama tiga bulan lamanya. Dengan lagak yang masih canggung aku mendatangi rumahnya, berniat memberikannya kejutan ulang tahun yang semoga tak akan pernah di lupakannya.

Bersama teman-teman terdekatnya, aku menyambangi kediaman yang tampak asri itu. Adiknya membukakan pintu untuk kami semua. Aku menyapanya dan melangkah ke dalam rumah dengan membawa sekotak kue ulang tahun bertuliskan “Happy Birthday”. Di dalam, ibunya dengan akrab menyambut kami dan langsung menyuruh kami masuk ke kamar dimana ia tergolek kelelahan karena begadang semalaman.

Membangunkannya ternyata sulit, yah… :p Tapi aku sudah kenal dengan kebiasaannya bangun siang di kala libur. Suasana yang menegangkan ini memancing keringat di sekujur tubuhku. Huf… Akhirnya ia bangun dengan mimik muka orang kebingungan. Ia tersenyum dan langsung melangkah keluar kamar, mengisyaratkan kami untuk mengikutinya.

Aku letakkan kue yang sedari tadi kubawa di atas meja ruang tengah. Kunyalakan lilin “21” dan kusuruh ia meniupnya setelah sebelumnya ber”make a wish ria”. Potongan kue yang pertama ia berikkan padaku, hmm…senang tak terkira. Aku mengucapkan selamat padanya disusul teman-temannya.

Aku bertanya padanya, ”Kau senang hari ini?”

“seneng nggak, yaaaa???” dengan datar dan muka tak berdosa ucapan itu meluncur dari mulutnya. Aku memasang tampang ngambek dan ia berkata...

“Kau menambahkan lagi kebahagiaan. Dan kau membuat sejarah di ulang tahunku. Dua kali aku merasakan ulang tahun yang paling berkesan. ”

“Yang kedua?”

“Karena dulu, di umurku yang ke-17 pernah ada yang mengukirnya terlebih dahulu.”

“Hmm…”

“Tapi aku senang. Kau pulang kemari tak bilang-bilang padaku, malah tiba-tiba memberiku kejutan. Makasih, sayang…”

“Sama-sama…” Aku tersenyum.

‘Dalam doaku, kuselipkan doa kecil untukmu. Semoga kau menjadi orang hebat! Happy b’day. Semoga panjang umur.’

Dan soal orang yang pernah terlebih dahulu menjadikan ulang tahunnya berkesan? Ahh…biarlah…walau memang terasa ngilu di hatiku, namun itu adalah bagian dari masa lalunya. Masa lalu yang tak harus di lupakan, namun tuk diingat. Sebagai bagian dari refleksi untuk menapaki hidup selanjutnya.

Sabtu, Januari 24

PencariCinta

Ini mengenai pencari cinta. Sekian lama ia bertualang mencari kasih. Tak kunjung ia berlabuh pada hati yang tepat.
Gagal dan gagal jalinan yang ada. Selama beberapa waktu, ia terpuruk dalam diam. Terus berharap akan datang sosok yang menaungi hatinya dengan kebahagiaan. Ia tak pernah memaksa. Ia hanya berharap dan mengikuti alur yang ada.
Tak mudah menemukannya. Melalui sekelumit aral menghadang. Namun yang ia harap datang. Sosok yang tak di idamkan semua orang, namun membuka jalan pikirannya. Membuatnya membuka mata, menunjukinya segala pahit hidup. Bahwa hidup tak selalu indah, bahwa hidup tak perlu dipersulit, bahwa hidup adalah hidupmu, tak perlu ada yang mendominasinya.

Minggu, Januari 18

Pfiiiiuuuuhhhhh

Kehambaran ini sudah menjadi suatu kebiasaan dalam hidupku. Memang, kau benar, lebih baik seperti ini. Tak ada yang mendominasi. Namun ini, masih jauh dari status yang kita koar-koarkan. Banyak yang mempertanyakan.

Jauh angan kuterbangkan. Ia lesap ke cakrawala.

Kau hanya bilang, “jangan berharap terlalu tinggi. Agar tak sakit pada saat terburuknya…” nasihat yang selalu menjadi andalan…

Rabu, Januari 14

kehilangan


Sepertinya wanita itu kehilangan. Ia kehilangan. Tak bisa lagi menjamah hati pria berparas emas. Tak bisa lagi mengukir garis cinta untuk ia torehkan ke hatinya yang telah pergi.

Wanita itu. Memiliki tetapi kehilangan. Ia memiliki pria berparas emas, namun seperti tak ada. Si pria seperti berada di dunia yang berbeda. Ia tak bisa di gapai. Si wanita memilikinya, hanya dalam hati dan tak dapat merengkuh raganya.

Semuanya akan membaik. Segalanya pasti kembali. “Everything will be fine…everything will be fine…” senandung itulah yang selalu ia lantunkan. Semua detail tentang pria berparas emas. Semua potretnya, tersimpan rapi di hati dengan porsi yang berbeda dari yang lain.

Ia memiliki. Tapi kehilangan. Ia menyakiti dirinya sendiri. Menenggelamkan segala sesuatu dalam tapal batas sepi.

Segalanya akan membaik. Semuanya pasti kembali. Ia memiliki tetapi kehilangan. Tak dapat berjumpa, tak bisa bersua. “If I could be who you wanted, if I could be who you wanted. All the time…all he time… “ Selamat tinggal. Au revoir.

Sabtu, Januari 10

Penguin


Adakah yang menarik dibalik awan sana. Yang bisa menerimaku sebagai sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang lain dari biasanya. Luar biasa, namun luar biasa yang di luar batas kewajaran. Orang-orang memandang aneh padaku. Seakan aku bak sampah, yang bila mereka melewatinya, kelima jari bekerja sebagai penutup hidung, menggantikan masker.

Aku bagai penguin tanpa lagu cinta. Seperti kurang saat aku tak bisa bernyanyi. Aku tak bisa menarik hati lelaki yang kucinta. Aku hanya bisa menggerakkan kakiku. Bernyanyi dalam diam, senada dengan antukan salju.

Patah. Aku patah arang. Aku memutuskan pergi. Siapa tahu diluar sana, aku bisa menemukan yang lebih ‘aku’.

Aku bertemu dengan seorang yang kabarnya tahu segalanya. Ia mendedikasikan dirinya untuk orang-orang yang ingin tahu masa depan mereka. Aku masih bagai orang asing saat aku berkata padanya, “Apakah kau Tuhan?”

“Hah…siapa itu Tuhan…”

“Yang mengetahui segalanya…”

“Aku tahu segalanya tapi aku bukan Tuhan… Minggir kau orang asing! Satu jambu untuk satu pertanyaan!”

“Tapi kau seperti Tuhan, katanya kau tahu segalanya? Aku ingin bertanya, mengapa aku diciptakan berbeda?”

“Satu jambu untuk satu pertanyaan…Minggir!”

“Kalau begitu. Kau penjahat…”

Demikian, banyak orang mengatakan mereka tahu segalanya. Padahal mereka tidak pernah mengerti aku. Mereka tak mungkin tahu apapun tentang aku, yang bahkan di kucilkan orang-orang terdekatku. Tak ada yang bisa mengerti aku.

Rabu, Januari 7

hopefully

“Mau ikut B.S.O apa? Ikut yaa... Sibukkan dirimu.”
Kata itulah yang meluncur dari mulut lelaki yang merasa sudah tua saat kami sedang makan malam bersama. Dia, eh, beliau sangat memperhatikan aktivitas perkuliahan saya. Tampak dari sikapnya yang kritis dan memang sering mencekoki saya dengan hal-hal yang realistis dan penting untuk diterapkan. Organisasi…organisasi..dan organisasi. Itu intinya. Masih kurang kesadaran saya dalam berorganisasi. Beliau berkata pada saya, “ Kamu harus lebih pintar dariku. Harus banyak-banyak menggapai hal-hal baru. Gapailah ‘mereka’ selagi kamu masih sempat, nak.”

“Ada tugas apa? Sudah dapat bahannya? Ada buku yang perlu dicari?” begitulah setiap saya mengeluhkan tugas yang sangat banyak dan menjadikan pikiran saya bercabang. Beliau seperti siap membantu, walau tak pernah punya waktu banyak, namun selalu beliau sempatkan untuk menanyakan hal tersebut. Beliau bisa dibilang panutan. Bisa pula dibilang orang yang berpengaruh bagi kehidupan saya. Sebut saja papa. Sosok yang tinggi dan disegani orang. Memberikan nuansa kehangatan bila hanya ada kami berdua. Memberikan perhatian dibalik perbincangan yang berbobot. “Sibukkan dirimu, nak. Ikutlah kegiatan yang relevan dan sesuai dengan minatmu. Mengapa aku berkata begini kepadamu? Karena akan bermanfaat bagi kehidupanmu kelak. Karena aku menyayangimu, aku ingin melihatmu menjadi orang yang berhasil.”

Begitulah, beliau jarang merengkuh saya di tiap waktu. Namun beliau selalu ada dalam rangkaian langkah ini. Karena beliau, “lelaki di batas mimpi…”

WanitaBermatakanBerlian


Geliat malam yang tak kunjung berakhir. Dalam naungan mendung, lelaki bergelang merah itu termenung. Matanya ia biarkan melahap seluruh fatamorgana dan kepalsuan. Dalam batin lelaki bergelang merah ini bermiris hati. Kemana wanitaku yang dulu? Yang pernah setiap saat membawaku bersama celotehan riangnya.

“Kalau kau membuat suatu permintaan saat ada bintang jatuh, maka harapanmu akan terwujud.” Suatu ketika di malam penuh gemintang, wanitaku melanjutkan “apapun dan pastinya untuk yang terbaik.”

Dalam panca inderaku, wanita ini sosok yang selalu memberikan kelegaan. Kelegaan dalam kenyataan bahwa aku sempat bersamanya, bahwa aku pernah berada di batas pagi dan malamnya. Sesuatu yang indah, yang setiap saat ia beri.

Namun suatu waktu ia berkata “kau tak bisa bersamaku, kau tak akan mendapat cintaku”. Seketika aku terhenyak dalam diam. Lalu selama beberapa waktu kebelakang, apa yang dia rasakan saat bersamaku. Saat ia tengah menari di pematang sawah nan hijau dengan tawanya yang mengundang para kupu-kupu untuk bergabung, merasakan betapa indahnya kebebasan. “Yah, aku hanya ingin bersamanya, lelaki berkuda putih yang membawa sepercik harapan dan cinta.”

Selama ini ia mengharapkan lelaki berkuda putihnya, dan ternyata bukan aku, si lelaki bergelang merah nan malang. Aku telah berharap banyak dari seorang wanita bermatakan berlian. Yang kilaunya dapat menarikku pada kekecewaan mendalam. “Apa yang akan kau berikan pada lelaki berkuda putihmu itu?”

“aku akan memberikan sebongkah hati…dengan cinta yang besarnya dapat menembus cakrawala…”

Dan aku tak bisa melarangnya lagi, karena sejatinya, cinta wanita bermatakan berlian ini belakangan meredup, kehilangan gairahnya. Baru setelah ia mengatakan tak bisa bersamaku, kilaunya kembali jauh meninggalkan redup.

Dan malam ini, saatnya kami berpisah, meninggalkan segala kenangan untuk ku kristalkan dalam memori bernama cinta,

“kau adalah wanita di batas malamku, wahai mata berlia…”



:Untuk lelaki yang pernah kehilangan:

Selasa, Januari 6

this night

malam yang dingin...ditengah keramaian...kembali saya menuliskan sesuatu untuk mencoba produktif menulis...memikirkan sesuatu yang patut dan pantas saya bagi dengan anda..tapi sepertinya saya tidak berwawasan luas...iyaa...tidak memang...

saya membuka account yang saya miliki di jejaring facebook.hmm..jejaring baru yang sedang booming...banyak yang saya dapat dari sini. Teman-teman yang kreatif, sangat banyak. semoga saya bisa mengikuti jejak mereka dan menorehkan prestasi.

Sabtu, Januari 3

cerita hati di sabtu sore

aku benci dia...

mengapa?

karena dia tak pernah mengerti

karena dia aku banyak merasakan kecewa?

namun aku banyak belajar dari itu

aku banyak belajar dari segalanya yang ia beri

aku tak hanya belajar dari segala suka yang kami alami

namun duka yang jua ia beri

aku belajar...

aku akan belajar...

lantas apa yang aku risaukan?

aku merisaukannya...

Presentasi di Hari Sabtu

Hari ini kelas kami mendapat giliran presentasi. Padahal malamnya saya baru pulang dari kampung halaman. Saya menghubungi teman-teman, kata mereka belum sempurna. Malam yang seharusnya untuk istirahat malah menjadi malam penuh kegelisahan. Huf! Pagi hari pukul enam, saya menuju kostan Cut Medika. Memang dekat, tapi hawa dingin yang menyergap membuat perjalanan saya terasa jauh.

Presentasi yang memakan waktu sangat lama, berjam-jam lamanya di kampus. Dan perjalanan saya menuju kostan Cut untuk membuat power point presentasi berujung sia-sia. Ternyata layar O.H.P tidak dapat digunakan. Makalah yang setahu kami akan dikumpulkan pada saat U.A.S ternyata dikumpulkan hari itu juga setelah presentasi. Aaahhhh...padahal kami belum meng-edit makalah tersebut dan belum kami sempurnakan. Yah, memang, dunia yang jungkir balik, dunia perkuliahan. Dari sinilah saya harus belajar untuk tidak membuang-buang waktu yang ada dan tidak setengah-setengah dalam mengerjakan sesuatu. Semoga saya bisa lebih baik dalam presentasi-presentasi makul lainnya.

Kemana aja, neng??