Selasa, April 19

#2

Hari-hari setelahnya bagai musim semi yang dipaksa berakhir lebih awal, terhenti. Seketika dan itu bukan jeda, semua karena dipaksa. Kering kerontang dan heran adalah teman. Bila sebelumnya saya bisa menenangkan hati ini untuk tetap tegar, namun setelahnya akan terkecap pahit dan itu menyedihkan.

Sendirian kini melalui segalanya. Awalnya, terombang-ambing memang, namun lama kelamaan akan stabil dengan sendirinya apabila menghindari waktu-waktu bergelut dengan sepi. Jangan pernah berada di kamar yang setiap sudutnya bahkan pernah disentuh olehnya, ataupun di dindingnya terdapat foto-foto kebersamaan dan kami tengah tertawa. Itu fatal!

Dua hari adalah waktu yang cukup, dering telpon dan SMS yang menguatkan banyak berdatangan. Namun semua malah membuat semakin berantakan walau dengan niat yang berlainan. Ah, kau begitu masuk dalam kehidupanku rupanya. Tetapi hari ketiga, saya seolah mendapatkan bisikan seperti lirik lagu band pujaan, "Pasti Kubisa, melanjutkannya.."

Ya, saya yakin bisa melaluinya. Ini soal kebiasaan yang sudah sangat biasa sehingga menjadi terbiasa. Tiba-tiba hilang? Pasti akan sangat terasa. Sepertinya saya selalu mengulang kalimat barusan, ah biarlah.

Tetapi, mendadak saya menjadi anak jalanan yang jarang sekali dirumah. Pergi berlalu lalang dengan alasan menghindar adalah sebuah pilihan yang brilian, setidaknya menurut saya waktu itu. Bukan ingin memancing simpati, tetapi pulang ke kota kelahiran waktu itu adalah satu-satunya issue yang ada di kepala. Jangan kasihani, ini sebuah pilihan :(

Kembali? Ya, akhirnya setelah seminggu berlalu, kami sama-sama banyak belajar. Bahwa masalah ini bisa diselesaikan perlahan walau tanpa sebuah pertemuan. Hanya soal waktu, hanya soal kebiasaan, lagi-lagi. Banyak cara setiap pasangan menyelesaikan permasalahan, dan tidak semua sama.

Ah, everyone has a story left untold ~

And this is not a long goodbye ~


Kita kembali bertemu di jalan yang sama, sore yang sama dan cerita yang kita buka kembali. Sebuah lembar kosong, berikutnya.


Sabtu, April 16

#1

Ini tentang sebuah perjalanan, panjang kurasa. Bisalah dibayangkan, pasti berakhir duka. Hanya bukan itu yang akan jadi titik tonjolnya, ini tentang sebuah ketegaran (tegar? terlalu lancang bila dikatakan demikian) yang sangat dipaksakan. Mengendap dalam rasa.

Saat itu, saya berjalan sendirian. Sebelumnya sepanjang jalan, saya bersama sosok itu, sosok yang dekat dengan saya sudah 2,5 tahun ini. Saya mulai mengenalnya berkat seseorang. Yang juga telah menemani selama itu. Sudah seperti ayah kedua saja, kami bercerita panjang lebar, namun diluar kuasa, saya meneteskan air mata di depan beliau. Cerita akhirnya mengalir sampai ke hilir, "Udah jangan sedih, anak muda itu masih banyak belajar. Yang penting banyak berdoa buat kebaikan.."

Turunlah saya didepan bandara megah ini. Riuh ramai orang lalu lalang tidak saya hiraukan, wajah kusut ini seperti sudah wajar menemani selama perjalanan. Tujuan pertama adalah mencetak tiket. Dengan berbekal kode flight saja, akhirnya saya harus berputar-putar mencari loket yang seharusnya mencetaknya. Dapat setelah setengah jam, tetapi, ah, rasanya langkah ini begitu berat untuk pulang.

Saya melanjutkan perjalanan, ke gate yang salah!
Berputar untuk yang kedua kali, 5 meter kira-kira dari jalan tadi. Masih berat karena sayu hati ini begitu terasa. Sedih sekali. Merasa sendirian di gedung semegah ini.

Akhirnya, duduklah saya di ruang tunggu. Masih sepi, terlalu dini sampai. Namun ini benar-benar my own time. Entah apa yang membuat saya menangisi kesendirian ini, airmata tidak henti jatuh saat saya memandang jaket biru putih ini. Memandang wallpaper yang sudah hampir seminggu saya pasang di handphone, foto kami berdua. Melihat sepatu yang sering kami kenakan bersamaan. Melihat dompet dengan foto di sudut kiri tengah, ia masih sangat kurus dibanding sekarang. Memandang tiga snack 'SNICKERS' kesukaannya. Ah, semua berbalik begitu cepat. Tidak pernah ada yang menyangka semuanya akan terjadi, sebuah perpisahan yang manis.

Panggilan untuk terbang terdengar, namun semua penumpang harus menuju gate lain, pesawat dialihkan gerbangnya. Ah, lelaah sekali rasanya kaki ini. Ibukota memaksa kaki ini berjalan bermeter-meter. Terdengar manja tapi sungguh, bayangkan, dengan hati yang sedang pedih berjalan saja terasa lelah. Kosong.

Sebelum masuk gate tadi, semua lancar, ini kedua kalinya saya naik pesawat. Tapi untuk kali ini, saya menangis diruang tunggu. Dan tidak ingin cepat-cepat sampai kota tujuan.

Masuk ke pesawat, jantung ini berdegup begitu keras. Tangan gemetar dan basah oleh keringat. Mata tak kuat untuk tidak memandang jendela dan kembali menangis. Saya merutuki diri sendiri, mengapa mudah sekali menangisi hal ini? Hati kecil saya berkata, sesuatu yang sudah terbiasa bila hilang akan sangat terasa. Betul sekali! Kehilangan dia sangat terasa, apalagi, jaket ini masih melindungi saya, jaketnya. Itu satu kenangan juga bukan? Ada alasan yang isa mencegah saya menangis (lagi)?

Penumpang sebelah mencolek saya, "Mbak sakit? Atau gugup?"
"Oh, enggak pak. Saya cuma kecapekan aja.."

Alasan yang menurut saya logis, tapi apa semua orang capek akan menangis? Ah, biarlah, toh bapak ini mengangguk saja dan mafhum dengan jawaban saya.

Pesawat mulai bergerak, perlahan dan geledek-geledek di kabin mengkhawatirkan saya. Tegang dan lemas rasanya. Belakangan saya baru sadar, kalau saya belum makan. Lengkaplah!

Selama terbang, awan hitam dan kerlip sayap pesawat saja yang menjadi pemandangan. Karena bosan, akhirnya lamun kembali ke terakhir kali kami bertemu. Hal itu membuat saya akhirnya berpikir, akan ada kesalahan lain yang menyebabkan ini, pasti. Saya berpikir lebih keras. Apa saja perbuatan saya yang tak berkenaan, terlalu banyak! Dan saya menyesal, kalau bisa memutar balik waktu lagi, akan saya perbaiki dan minta maaf. Tapi semua terlambat, sudah berakhir. Apa yang kami punya selama ini hilang sudah.

50 menit kemudian pesawat sampai. Di lobby, saya menebar pandangan, berharap sosok itu muncul, dia yang biasanya memakai jaket ini. Ah, rupanya saya berkhayal terlalu dalam. Tidak ada siapa-siapa. Hujan ini membuat semuanya semakin lengkap. Saya kembali menangis di taksi. Bapak taksi menyapa saya seperti sahabat lama,"Mbak kenapa?"

"Ah, saya kecapekan pak. Pingin cepet pulang aja.." ujar saya melempar senyum.

"Yaudah saya agak ngebut aja ya, mbak.. Bismillah.."

"Makasih pak, pelan ndak papa kok asal nggak kelamaan sampainya."
Bapak taksi tidak menimpali, seperti memberi waktu buat saya menikmati tangis ini.


Sesampainya di kostan, saya masuk hanya menaruh barang. Pergi lagi untuk mencari makan, hasrat untuk melahap makanan muncul tiba-tiba. Sendiri. Menikmati santapan ini. Sampai terbit pagi, ehm, dini hari. Ini pertama kalinya saya benar-benar melakukan hal bodoh, tidak berguna. Tapi menurut saya ini benar, daripada tidak bisa tidur dan saya jadi gila.

Esoknya, saya bangun pagi. Dan memutuskan untuk menempuh perjalanan 3 jam sendiri. Pulang ke kota asal hanya berbekal satu gelas minum. Sungguh! Saya sedang tidak waras. Tapi saya rasa, ini yang sebaiknya saya lakukan.

Apapun keputusan yang telah diambil, saya tidak akan pernah menyesal.Semua perjalanan ini, semua kenangan yang telah terjadi tidak ada yang akan saya sesali. Karena saya memilih dan saya harus siap segala konsekuensi. Apapun itu, semoga menjadi yang terbaik. Semuanya akan baik-baik saja. Semoga.

This is just a step, for the better or worse ~

Jumat, April 15

Kamu yang Pertama dan Satu-satunya

Kau memang yang kelima, tapi yang pertama.
Yang pertama kali membuatku sadar, betapa ikatan tak selamanya harus kencang, bahwa terbang masih menjadi pilihan yang bebas.

Kau yang pertama dan satu-satunya.
Helaan nafasmu menjadi wangi segar pagiku. Mungkin nanti, beberapa waktu lagi jika harapan terwujud nyata aku akan merasakannya setiap hari. Kau tak perlu gosok gigi tiap pagi :)

Kau yang satu-satunya dan kuharap selamanya.
Kalau kita besar nanti, 20 tahun dari kini, aku pasti lupa tanggal lahirmu, tapi kau pasti tahu bahwa aku selalu menyayangimu.

Kau yang kuharap selamanya dan tak sebentar saja.
Kalau pekat malam nanti datang, bacakan dongeng tidur untukku. Aku rindu.

Kamis, April 14

R-A-N-D-O-M

Kali ini dengan randomnya saya mengutak-atik blog yang tidak terasa sudah menginjak empat tahun lamanya menemani. Berkeluh kesah bahagia dan banyak sedihnya sih!

Gejolak menulis rupanya ada di tahun 2009, dimana saat itu saya terdeteksi selo sekali. Menulis yang sedikit rumit memang menyenangkan! Apalagi ketika seseorang menimpali, ah dia sungguh perhatian! Setidaknya berarti dia mengerti maksud saya kan :)

Makin tambah tahun sepertinya gairah menulis masih ada, tetapi untuk menumpahkannya jarang sekali bisa. Sedang stuck! Kuliah makin menggila dan baru benar-benar merasa, ini toh mahasiswa. Jadi, saya mahasiswa! Hahaha, semester 1-3 bukan mahasiswa. Kupu-kupu kuliah pulang tidur makan main. Ah, senangnya! Kapan lagi yaa bisa selo? *headdesk*

Dan nggak terasa, umur ini sudah menginjak 20 tahun. Banyak yang bilang, setelah umur dua puluh ini kamu pasti bakal kangen masa-masa sebelumnya. Ah, kalo masa sebelumnya memang menyenangkan sih, tapi ya gimana lagi, hidup itu terus berjalan kaya ular naga panjangnya bukan kepalang, berjalan-jalan selalu riang gembira :)

Udah hampir tiga tahun, ah, sempet memang ada lika-liku. Tapi akhirnya kami masih bersama. Ada satu cita-cita setiap wanita, menikah dengan orang yang ia cintai, melahirkan anaknya dan membesarkannya bersama. Ini bener-bener gila gara-gara kemaren liat anak campuran indo-bule waktu makan. She's pretty! Saya mau juga u__u lucu!

Ehm, wacana pindah kostan insyaallah terlaksana. Bismillah! Dengan segenap hati dan jiwa besar berani mencoba perubahan. Agak berlebihan sih, tapi asli berat. Ini seperti meninggalkan kenangan-kenangan manis dan sahabat-sahabat baik. Sudut sana sudut sini sudah pernah terisi, mungkin karena udah penuh jadi saya memang harus meninggalkannya yaa.

Keluarga masih tetap idola! Halo pak Maryono, bu Kami sedang ada disini dan kau tak mau menjemputnya besok T_T Icha sakit juga dan Epi pasti lagi pacaran :(

Oh iyaa, kemarin habis jalan-jalan sama mbak Danur dan Mamay (mama Om Rocky). Kita bener-bener kaya turis domestik. Keren! Cuma karena waktunya singkat aja jadi nggak bisa lama. I wish we can spending time together, again! Ehm, shopping! :)

Ini keadaan lagi panas demam, meler dan batuk. Bukan, bukan mau mengharapkan perhatian, tapi cukup sekian. Random time is over. Selamat malam, tidur nyenyak! :)







And you, baby. Good night and sleep tight. And , huummnn, happy wraping! Hug!

Kau

Adalah sebuah awan yang lembut dan sabar diterpa hujan, adalah kau yang setia merawatku saat sedang terbaring tak ada daya. Sempat aku berpikir, bagaimana bila kemarin kau benar-benar pergi? Setelah semua moment ini terlewati, apa mudah menghapusnya?

Kau yang hapus air mata di sudut lelah ini. Setiap kata yang mengalir adalah semangat berapi. Tetes hujan bahkan sanggup menepi memberi jalan padamu untuk berbagi. Ah, kini aku sungguh dusta bila berkata tak ingin dekat berdua kamu di sisa waktu ini.

Esok, bila saatnya tiba tak bisa aku meraba apa yang berlaku padaku.

Kau jelas seseorang yang benar-benar mengubahku, yang bisa merangkai bunga sekaligus sendu. Tapi kau bukan hanya milikku, masih banyak yang membutuhkanmu. Kelak anakmu, entah beribu aku atau musim semi yang terpaku.