Rabu, Januari 29

Suatu Senja di Yogyakarta

Tatkala senja di kota ini sedang ada di puncaknya, ketika desah dua nafas beradu dalam kekhawatiran. Takut dengan perpisahan. Masing-masing berdoa dalam hati tak mau terlihat bergumam, rapatkan kami, niscaya aku dan kamu yang menjadi kita, kelak berbahagia.
Tak terasa gelap pun jatuh, di penghujung malam. Sedikit bintang malam ini, mungkin karena ada yang tersedu dan pasi. Lalu ada sepasang mata yang semakin takut memejam. Alangkah mengerikannya apa yang dibayangkan menuju pagi terjadi.
Ia berlari di malam hari, menuju senja kemarin lalu. Terlalu lama untuk takut, ia tak bisa lagi saksikan manisnya senja yang saat ini dirundung mendung.
Sampai jumpa ketika takdir berkenan untuk merapatkan. Di senja yang lain, mungkin saja di Yogyakarta, atau bahkan di kota lainnya (?)

Kamis, Januari 9

Reproklamasi

Rama-rama itu berjejar rapi di antara kuncup kembang malam tersebut, harumnya nektar melati sanggup membuat mereka terbius, lelap, di tengah purnama kelima kami bersama, perempuan baiduri biru itu terdiam mendengar lantunan takbir kalam, be my girl, lirih, namun mampu meresap diantara pembuluh nadi hingga ke hati.
Kalimatnya serba berandang, menebus segala masa lalu yang kelam, sejurus kemudian kabar tersebut tersiar hingga ke delapan penjuru angin, tak mau menunggu lama, sang perempuan baiduri biru mendekap lelaki penghenti waktu dalam lamunan malam, kini tiada lagi 'kau' dan 'aku', hanya 'kita' semata, itulah janji terikat, hingga purnama kelima ini.
Wahai perempuan baiduri biru,aku tidak sedang merinaikan sonora bersajak peluluh hati, aku ingin membuktikan, terdiam dalam bisu pun kau akan tau hanya dirimu satu hatiku terkadang berbagai musim berlalu menghampiri, namun saat kuingat dirimu, semua lesap
Di purnama kelima ini, aku hanya ingin berdikari dalam tempat dan niat yang kian menguat, saat malam dua enam itu tiba, aku hanya ingin berkata: "be my girl, maya..."
Reproklamasi ini ditulis olehnya, yang tak lagi sama. Ternyata kami berdua tak mampu selamatkan 'kita' :)