Kamis, Desember 30

Ingatlah

Aku memaksa diri untuk membuat catatan penghujung tahun, rasanya sudah lama sekali ingin, namun waktu tidak sanggup memberiku celah barang sebentar saja membuka pikiran. Banyak kata-kata yang ingin kutuang menjejali kepala, lalu lalang minta dikeluarkan. Tapi tak selalu berhasil mengemasnya dengan sedikit alur yang manis, beberapa tulisan dibawahnya kebanyakan berbicara 'tidak sudi' dan 'gengsi' bila dicermati.

Catatan ini akan banyak bercerita tentang kita, tentang seribu alur yang kita tapaki bersama, bahagia dan duka terkemas dalam satu harmoni kasih. Aku bukan sedang ingin mengutarakan kalimat cinta bersajak puji, aku ingin membagi bahagia yang pernah aku alami bersamamu, lelaki oktober yang tak pernah mengeluh.

Dua puluh enam purnama yang lalu, bagi orang lain mungkin bukan waktu yang lama, benar memang, waktu ini terasa begitu cepat. Sesingkat saat aku menonton film yang aku suka, sependek aku mendengarkan 'Ingatlah - Monita Tahalea' padahal lagu itu selalu diulang liriknya. Pita memori di otak ini tidak akan pernah kusut walau terus aku perintah untuk memutar kembali ke saat-saat pertama aku dan kamu bertemu. Seperti kebanyakan FTV mungkin, kakak kelas yang menjatuhkan pilihan pada adik angkatannya.

Aku begitu kesulitan dengan detail tiap cerita, aku ingat tetapi aku mengendalikannya untuk tak menuangkannya disini, aku tahu banyak hal yang semestinya hanya kita simpan berdua saja.

Malam ketika kau mengajakku menikmati santap malam, kau tahu, itu bukan diriku. Aku tidak banyak bercerita dan lincah seperti katamu akhir-akhir ini. Wanita, termasuk aku di dalamnya, bisa membaca isyarat ketika seorang pria ingin mengambil hatinya. Dusta bila aku bilang tidak bahagia, bohong bila aku bilang aku tidak suka. Aku suka ketika kau memberi pilihan makanan yang jarang sekali aku makan, bahkan beberapanya aku tidak bisa membayangkan bentuknya. Dan aku, ya, aku memilih menjadi sosok yang sedikit 'diam'. Aku masih asing denganmu, dan caramu memperlakukanku.

Saat kau tersenyum, aku balas dengan senyum. Senyum itu mengandung sedikit harapan, untuk minta kepastian. Kau masih 'baru'. Yang 'lama' sudah aku lupakan, walau belum sepenuhnya hilang.

Malam itu sudah dapat dipastikan, gerimis turun dan kau terhuyung berlindung. Kita berada dalam satu payung, menuju tempat pertama kali kau ucapkan "mau?". Aku tenggelam, ingin berlindung dibawah buaian seorang ibu, ada rasa takut disitu. Kau melafalkannya ketika 'dia' perlahan datang kembali.

Dan aku memilihmu, hingga sekarang dua tahun lamanya kita masih bisa mempertahankannya. Tidak selalu indah, tetapi aku selalu yakin, kau ataupun aku tidak ada yang berubah, kita hanya menampakkan sifat asli masing-masing. Untuk semakin mengertimu, dan memahamiku juga. Banyak hal dari masa silam perlahan datang, ada beberapa yang menarikmu, ada beberapa yang memaksaku untuk mengunjunginya barang sesaat. Kau pernah punya sayap patah, akupun pernah mematahkan sayap seseorang, tapi akupun pernah dipatahkan kemudian jatuh dan menatap dunia dengan nanar. Aku paham sekali, tetapi mungkin kita berbeda, posisi kita berada dalam dimensi takdir yang telah digariskan. Pernah aku begitu sedih menemukanmu dengan silam itu bersua dalam satu cakap. Aku tidak bisa berlama-lama hanyut, toh akhirnya kau bisa meyakinkanku, walau tak sepenuhnya berhasil :)

Benci yang ada banyak terselimuti rasa kasih yang mendominasi. Maka di suatu waktu, aku pernah berpikir, kau dengan kehidupanmu dan aku dengan jalanku, kita masih banyak berbeda tetapi mencoba satu. Entah esok akan seperti apa, saat ini aku ingin bilang padamu, kau bagian terindah yang pernah ada walau mungkin kau tak merasakan yang sama terhadapku.

I cried today not because i miss you, or even wanted you, just because i realized i'm gonna be alright :)

Dan kelak, beberapa tahun lagi, saat kembali mendengarkan lagu ini...aku akan sedikit berdendang dan mengenang yang ada...



"Kita pernah ada, di satu masa bersama..."








gambar diambil dari : http://www.closeoutsdealer.com/products/Heart_Cassett_Close.jpg

Sabtu, Desember 11

Aku bukan ingin mencuri perhatianmu sepenuh bak mandi yang meluber airnya. Aku bukan mau menyunting pertemuan kita, pertemuan yang bagiku biasa saja, begitu cepat terlupa, layaknya angin dan cepatnya kilatan cahaya. Bahkan awalnya tidak ingin duduk disampingmu, menemanimu berangkat ke konser yang sebenarnya akupun tidak suka, bosan dan mengantuk kupikir lebih baik kujemput tidur, bercumbu diatas kasur dan menanti otak serta bantal melahirkan bayi mereka, mimpi.

Pada dasarnya aku tidak ingin mengemis hatimu hingga kini, meminta secuilnya dan terseok di padang aspal sepanas mentari yang berbara. Aku tidak sudi. Aku hanya suka mengikuti alur hidup ini, layaknya air yang membanjir, seperti lahar yang mengalir dari hulu ke hilir. Bersatu dengan takdir.

Harapan yang telah kau sepuh dan mengoreng dihatimu itu rupanya belum sepenuhnya hilang. Aku mengerti tak semudah itu ditelan fajar, bahkan matahari tenggelam. Tapi kau tentunya tahu apa itu memandang jauh kedepan kan? Mungkin esok aku juga akan perlahan ditenggelamkan, namanya juga memandang jauh kedepan kan? :)

Rabu, Desember 8

Desember

Hari ini, 9 Desember 2010.

Semalam ketika sendiri, saat malam benar-benar ingin dihargai. Listrik padam demi menghargai keinginan bumi, sejenak semuanya hening, tenang hanya ada suara hujan dan jangkrik mengerik.

Tiba-tiba rindu itu datang..

Rindu pada dua mata bersinar dulu, yang sekarang sudah tidak lagi cerah seperti dua tahun yang lalu. Sudah melihat baik buruknya dunia, ehm mungkin belum sepenuhnya bisa menilai mana yang baik dan buruk yaa, tapi setidaknya aku mencoba dewasa. Walaupun ketika kita mengharapkan kedewasaan ada, kesempurnaan datang, maka sebenarnya tidak ada manusia yang bisa benar-benar mencapainya. Let's be happy without being perfect.