Jumat, Agustus 10

Miapah?

Miapah? Mengapa judulnya demikian? Aduh, kenapa bahasaku jadi akademis gini? Oh, mungkin terlalu lama aku kesampingkan bahasa 'renyah'. Baiklah, miapah adalah 'demi apa' yang terinspirasi dari salah satu orang yang saya follow di Twitter. Pertama kali membacanya, langsung kecantol aja dikepala. Miapah?
Miapah? Pertemuan terakhir dengan anak-anak KKN kemarin berawal dari banyaknya adik angkatan yang posting pengalaman mereka selama KKN di situs microblogging ternama. Sontak, langsung terbayang kamar mandi yang bisa diintip dari luar, airnya yang terkadang lumutan karena sumbernya dari Goa Creme dan house music 'tarakdungdes' yang selalu diputar mas Ari, anak Pak Dukuh yang kabarnya sebentar lagi akan menikah!
Waktu melalui semua rutinitas KKN, rasanya ingin cepat-cepat dua bulan itu berlalu. Hari pertama sampai kesepuluh, belum terasa membosankan karena padat jadwal. Mulai memasuki minggu kedua, semuanya terasa berbeda. Bosan. Untunglah, jarak Selopamioro dengan kota Jogja hanya 45 menit lamanya. Jadi, patjar suka jemput bolak-balik. Baik sekali, ya!
Nah, setelah sebulan, waktu menulis laporan mulai diabaikan, imbasnya ya di minggu terakhir kami disana, semalaman nggak tidur hanya untuk kebut! Alhasil, tempe goreng, sirup ABC buatan Genduk (salah satu anak KKN dari Fakultas Peternakan) jadi oase ditengah kesibukan. Siangnya, sirup itu tetap ditenggak meski....bulan puasa. Ya, anak KKN putra semuanya dari Teknik Mesin, dan mereka suka tidak menjalankan ibadah wajib dengan alasan, "Harus kerja keras biar BIOGAS kita cadas!" begitu selalu.
Satu kode yang hingga kini hanya subunit kami yang tahu, yaitu "Beli pipa.." yang artinya makan mie ayam di dekat Bendungan. Lagi-lagi saat itu bulan suci Ramadhan penuh berkah, tapi kami serempak tidak mengindahkannya. Jangan ditiru, yaa. Demi kebaikan akhirat kalian o:)
Hari-hari setelah semuanya berujung pada selesainya seluruh program, kami mulai bingung dengan kegiatan yang hanya tidur-tiduran di kamar. Bahkan, untuk mengajar ngaji anak mushola depan pun kami malas. Sampai pada hari dimana seluruh tas bawaan teronggok rapi di depan rumah Pak Papin, pak dukuh yang kami tumpangi kediamannya. Berat, iya berat meninggalkan. Senang? Emm, ada senangnya juga akhirnya semua berakhir dengan indah dengan jaminan nilai A. Tapi, wajah-wajah anak SD, pengajian dan jathilan kampung membuat kami sedih. Sudah telanjur berlinang. Mereka kehilangan kami, walaupun hanya dua bulan kami singgah. Sungguh, selama kami disana mereka bagai keluarga. Segala macam sayur mayur hingga daging sapi tak jarang mampir ke pondokan kami. Akhirnya, kami harus pergi.
Tuh, jadi nostalgia KKN. Ini semua karena buka bersama akhir bulan kemarin. Kalian, walau kadang mengesalkan, akan tetapi meninggalkan kesan dalam jadi bagian petualangan. Terimakasih kakaen!
Tahukah kalian walau saat KKN berjalan ada bagian selayaknya neraka, tapi saat mengenang itu semua dikemudian hari kalian bisa saja ingin mengulangi.
Jadi, gimana cerita pengabdian masyarakatmu? Miapah? Seru?

Tidak ada komentar: