Senin, Oktober 10

Spekta

Aku menghitung, setiap detik yg melaju diatas pacu. Aku menunggu, dengan lesu dan termangu. Enam belas hari lagi adalah hari penentuan dimana langit akan dilukis muram ataupun jelita.

Ini bukan sekadar penantian, tapi juga persiapan menunggu gerimis yg mungkin tak berkesudahan, milik gadis yang punya angan luar biasa tinggi. Sudah pernah kubilang padanya supaya tak terlalu menggantungkannya diatas langit, karena sakit bila ia tak dapat meraih pada akhirnya.

Sudah berkali-kali aku bilang.

Tapi ia tak hiraukan seruanku, hmm, aku tak berseru, tapi aku menakutkan sesuatu.

Ini sudah menjelang genapnya enam belas hari itu. Ada rentang waktu dimana gadis tadi memainkan pikirannya, dan dengan cepat pula ia akan dapat jawabnya.

Ia berhasil, pada akhirnya. Ia punya mimpi yang sempurna. Yang semula ia gantung tinggi, ia dapat mencapainya. "Spekta!" katanya.

Kini ia raih mimpi dan harap itu sembari tersenyum, menghias pelangi di bibirnya. Mencuri damai dari surga. Dengan tangan menggenggam, sembari mata terpejam. Tepat waktu ia gapai semua sebelum nyawa menyusul mimpi yg ia gantung diatas sana.

Sampai jumpa, mungkin ini hanya kesah yang sementara. Gundah yang tak terjawab dan kegelisahan tak berdasar.

Tidak ada komentar: