Rabu, Februari 23

Bapak

Aku rindu bapak, aku masih gadis kecilmu yang dulu, pak. Yang selalu banyak meminta dan menuntut, yang sering berebut remote TV denganmu ketika siaran tinju. Aku masih gadis kecilmu yang dulu, si cerewet banyak bertanya yang kau diamkan, tak ditimpali.

Iya, pak. Kau memang selalu begitu. Diam walau hal-hal penting kutanyakan padamu. Entah, kenapa Bapak seperti itu, namun semakin lama aku tahu, maksudmu agar aku mencari tahu sendiri tak melulu menggangumu.

Sekarang, aku mengerti arti dari diammu, pak. Mencari tahu dan jangan mengganggu. Namun, seringkali aku mengganggu orang lain, bukan kau, pak. Banyak aku bertanya, tetapi lebih banyak aku simpan sendiri untuk kucari tahu. Bila tak berujung, baru aku tanyakan padamu semua yang aku tak tahu.

Pak, kau pernah bilang padaku kalau hanya Ibu dan aku yang mengagumkan tak ketinggalan dua bidadari peramai rumah yang lahir berdekatan. Katamu, kami mengagumkan. Kau satu-satunya lelaki yang mengatakan demikian padaku. Ah, pak, tahukah kau betapa aku rindu disebut begitu ;)

Dan aku tahu mengapa, pak, kalau tujuh belas bukan angka yang bagus lagi, aku menjatuhkan pilihan pada angka sebelas, bagus, dua huruf kembar. Tapi aku tak tahu, apakah kau sependapat denganku, pak? :)

Tidak ada komentar: