Sabtu, Maret 27

Blur

Celoteh ini berawal ketika kebisuan saya tidak terungkap. Siapa yang tahu isi hati seseorang kecuali orang itu menyampaikannya. Ada yang pernah berujar bahwa dalamnya hati siapa yang tahu? Sebuah peribahasa yang saya kenal sejak sekolah menengah pertama.

Mengingat masa-masa di sekolah menengah pertama, saya tahu beban yang dijalani semakin berat, tapi sayapun harus mencoba mengekplorasi diri. Mencoba apapun yang menjadi wadah kegiatan sesuai minat di gedung yang terlihat semakin tinggi ketimbang gedung di sekolah dasar (dan untuk masuk kesinipun mahal). Orang tua bangga ketika mendengar anaknya berhasil masuk di salah satu sekolah favorit di kota ini.

OSIS adalah wadah kegiatan untuk melatih kepemimpinan. Organisasi Mahasiswa Intra Sekolah. Aktivis yang banyak berjasa di sekolah. Yang menempati ruang sendiri di depan kantin sebelah majalah dinding. Sayang, saya tak pernah bertandang kesana, saya gagal masuk kesana, karena lagi-lagi merasa ragu dengan segala kemampuan yang saya punya, saya memutuskan tidak mengikuti seleksi OSIS. Baiklah, saya coba di jenjang berikutnya.

Sekolah menengah atas. Saya berhasil masuk ke OSIS SMA berkat PATRA (majalah SMA kala itu). Saya menjadi wakil dari ekskul majalah di dalamnya. Saya bangga, membawa nama PATRA, memperjuangkan hak-hak PATRA yang sempat direnggut fasilitasnya. Karena saya bagian darinya, saya berawal dari sebuah ekstrakulikuler yang membebaskan saya berekspresi tanpa depresi.

Kini saya kembali berorganisasi. Di kampus nun jauh dari kota kelahiran, Jogja. Universitas Gadjah Mada. Setiap berucap itu, saya ingin menutup telinga. Karena terdengar banyak beban di sana. Universitas Gadjah Mada.

Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi. Terdengar ‘uwah’. Tapi memiliki beribu intrik dan konflik.

Ini baru akan saya mulai, celoteh dari kaum minoritas yang tak terdengar oleh yang diatas walau berteriak sekalipun.

Awalnya saya sangat bangga bisa diterima menjadi pengurus di HMJ ini. Saya bahagia ketika nama saya ada di list teman-teman yang berhasil lolos interview. Dan saya ditempatkan di divisi Media Informasi dan Komunikasi. MEDKOMINFO kalau saya boleh meminjam kependekannya.

Semakin berjalan, saya merasa tak nyaman. Saya tidak mengalami kebebasan berekspresi tanpa depresi disini. Yang saya rasakan adalah keterkucilan.

1 komentar:

Angga Prawadika mengatakan...

Hm?

Ada apa to May? Gara-gara 'gap'2an itu po .... ?