"Telah sampai dengan selamat..."
"Syukurlah. Jaga kesehatan..."
Saya terhempas, sudah terlalu lama kalimat tersebut tidak saya dengar. Kenapa harus malam ini? Segala hal tentang beliau membuat saya ingin kembali seperti tadi.
Senin, November 30
Minggu, November 29
Kirana
Sore ini hujan lagi.
Entah mengapa ia selalu memilih turun saat mentari hendak pergi.
Ada seonggok nyawa berdiri, seorang lelaki.
Seharusnya sudah dari tadi lelaki itu menata diri, bersiap menuju kenyataan saat ini.
Tapi ia memilih duduk diam, menunggu ditikam malam.
Tidak kuasa berdiri hanya untuk menemui sang Kirana, kekasih hatinya.
Yang akan terjadi sudah terbayang. Tangis sang hujan, dan hilangnya senyum Kirana.
Ia tak kuasa bila harus segera mengatakan, dirinya harus pergi.
Tidak akan kembali pasti.
Bagaimana harus berkata bila dirinya telah terpikat oleh mata yang lain.
Tidak lagi gadis Kirana bermata sayu, kini ia lebih memilih mata yang bening, yang tidak egois juga posesif. Atau lebih baik ia diam-diam meninggalkan, ahh, rasanya kebenaran ini harus dilafalkan.
********
Tekad bulat menerobos hujan dan malam, menjemput tangis Kirana.
Sesampainya disana, sang Kirana berdiri di depan taman. Begitu janggal untuk dilihat. Mata sayu itu sudah terlebih dulu bersama hati yang lain.
"Jadi ini yang akan kau sampaikan?"
Kirana berkata, "Kami satu jalan..."
"Tidak apa Kirana, akupun ingin berkata hal serupa. Aku sudah menemukan, orang yang akan kubawa ke jalan yang berbeda denganmu." tandasku dengan senyum mengembang.
Kami diam, mereka kutinggalkan.
Nyatanya tidak ada airmata malam ini, tidak ada tangis permohonan seperti yang telah kukira. Kami bahagia, dan menjalani tujuan yang tak sama, bersama orang yang berbeda.
Entah mengapa ia selalu memilih turun saat mentari hendak pergi.
Ada seonggok nyawa berdiri, seorang lelaki.
Seharusnya sudah dari tadi lelaki itu menata diri, bersiap menuju kenyataan saat ini.
Tapi ia memilih duduk diam, menunggu ditikam malam.
Tidak kuasa berdiri hanya untuk menemui sang Kirana, kekasih hatinya.
Yang akan terjadi sudah terbayang. Tangis sang hujan, dan hilangnya senyum Kirana.
Ia tak kuasa bila harus segera mengatakan, dirinya harus pergi.
Tidak akan kembali pasti.
Bagaimana harus berkata bila dirinya telah terpikat oleh mata yang lain.
Tidak lagi gadis Kirana bermata sayu, kini ia lebih memilih mata yang bening, yang tidak egois juga posesif. Atau lebih baik ia diam-diam meninggalkan, ahh, rasanya kebenaran ini harus dilafalkan.
********
Tekad bulat menerobos hujan dan malam, menjemput tangis Kirana.
Sesampainya disana, sang Kirana berdiri di depan taman. Begitu janggal untuk dilihat. Mata sayu itu sudah terlebih dulu bersama hati yang lain.
"Jadi ini yang akan kau sampaikan?"
Kirana berkata, "Kami satu jalan..."
"Tidak apa Kirana, akupun ingin berkata hal serupa. Aku sudah menemukan, orang yang akan kubawa ke jalan yang berbeda denganmu." tandasku dengan senyum mengembang.
Kami diam, mereka kutinggalkan.
Nyatanya tidak ada airmata malam ini, tidak ada tangis permohonan seperti yang telah kukira. Kami bahagia, dan menjalani tujuan yang tak sama, bersama orang yang berbeda.
Hair Extension
Ini cerita tadi pagi, tepatnya salon yang cukup ternama di Banjarnegara. Harning salon namanya. Awalnya semua biasa saja seperti salon-salon pada umumnya. Remaja, ibu-ibu dan satu bapak-bapak berkepala tiga. Sampai seorang bapak yang baru datang menyampaikan maksudnya, saya dengar, mendengarnya dengan sangat jelas! "Mbak, anak saya mau sambung rambut (extension)." Saya sih masih biasa aja saat bapak tersebut bicara demikian, beliau menunjuk-nunjuk keluar, "itu anak saya..bentar lagi kesini..."
Saya ingin lihat, seperti apa anak bapak itu sampai mau extension segala. Disini jarang-jarang ada yang mau sambung rambut, mahal! Nah, sesosok makhluk mungil masuk salon, segera bapak tadi merangkul pundak yang tingginya hanya mencapai perut si bapak. "Ini anak saya, mbak, kelas 2 SD. Pingin sambung rambut gara-gara liat temennya di Semarang yang rambutnya panjang."
Blaaarr! Uhuk! Ini bocah mau extension? Gillaaaa! Anak kelas 2 SD meennnn... D.U.A E.S.D.E, m.a.u.e.x.t.e.n.si.o.n! Sumpah yaa, bocah jaman sekarang. Maunya sih geleng-geleng kepala tadi, tapi berhubung rambut saya lagi di blow, kasian mbaknya kalo saya gerak-gerak liar. Takut rambut saya saya yang asli ini lepas juga. Mhuahahahaha.
Selesailah prosesi potong memotong rambut siang yahut ini. Saya ke kasir dan melihat bocah tadi lagi di lem-lemin rambutnya. Pengen banget ketawa, pengen banget nonton hasil akhirnya, tapi nggak bisa, harus pulang ntar di marahin mama! Fufufufu...
Hmm, bapaknya, bapak bocah itu apa dia nggak merasa anaknya bisa-bisa dewasa sebelum waktunya? Haha, ngasal! Udah ngerti E.X.T.E.N.S.I.O.N meennn... Kelas 2SD! Bah! Okelah kalau begitu. Good luck yaa adekkecilkelasduaSD, buat EXTENSION-nyah! Salam dari tante rambut Asli!
Saya ingin lihat, seperti apa anak bapak itu sampai mau extension segala. Disini jarang-jarang ada yang mau sambung rambut, mahal! Nah, sesosok makhluk mungil masuk salon, segera bapak tadi merangkul pundak yang tingginya hanya mencapai perut si bapak. "Ini anak saya, mbak, kelas 2 SD. Pingin sambung rambut gara-gara liat temennya di Semarang yang rambutnya panjang."
Blaaarr! Uhuk! Ini bocah mau extension? Gillaaaa! Anak kelas 2 SD meennnn... D.U.A E.S.D.E, m.a.u.e.x.t.e.n.si.o.n! Sumpah yaa, bocah jaman sekarang. Maunya sih geleng-geleng kepala tadi, tapi berhubung rambut saya lagi di blow, kasian mbaknya kalo saya gerak-gerak liar. Takut rambut saya saya yang asli ini lepas juga. Mhuahahahaha.
Selesailah prosesi potong memotong rambut siang yahut ini. Saya ke kasir dan melihat bocah tadi lagi di lem-lemin rambutnya. Pengen banget ketawa, pengen banget nonton hasil akhirnya, tapi nggak bisa, harus pulang ntar di marahin mama! Fufufufu...
Hmm, bapaknya, bapak bocah itu apa dia nggak merasa anaknya bisa-bisa dewasa sebelum waktunya? Haha, ngasal! Udah ngerti E.X.T.E.N.S.I.O.N meennn... Kelas 2SD! Bah! Okelah kalau begitu. Good luck yaa adekkecilkelasduaSD, buat EXTENSION-nyah! Salam dari tante rambut Asli!
Jumat, November 27
Arsip Kehidupan
Saya meragu menekan tuts-tuts huruf ini. Tidak berniat menulis tapi ingin. Rasanya sudah lamaaa sekali tidak menulis (yang kata seorang teman) manis. Aaahh, menulis membuat saya rindu. Atau saya close saja? Hmm, entahlah, biarkan mengalir, andai menjadi sebuah rangkaian cerita sempurna atau bersahaja pun saya tidak akan tahu. Semoga iya.
Hmm, ada banyak kejadian sebenarnya yang bisa diceritakan. Tetapi semuanya bertumpuk, berjejal-jejal minta didahulukan. Tentang kejutan ulang tahun yang bikin kejang. Tentang influenza setelah hari jadi kesekian. Dan tentang perasaan saya ketika mengingat seorang lelaki di jalan pulang.
Sembilan belas. Angka yang sekarang saya injak. Yang akan saya lalui untuk menjemput kepala dua. Cepat sekali roda hidup ini bergerak. Saya rasa tidak pantas untuk melakukan ritual hedonisme seperti dulu. Mungkin lebih pantas jika saya berdoa, sendirian, di tengah hujan seraya doa dipanjatkan. Tapi saya juga tidak mau kesepian, saya butuh teman, butuh pelangi itu, sayangnya ini mendung dan hujan.
Cerita silam, terlalu banyak benci yang dihadirkan masing-masing karakter. Terlalu banyak juga rasa ingin menjauhinya. Sebenarnya salah siapa? Hmm, setelah saya pikirkan lagi, kesalahan datang dari saya pribadi. Hidup sepatutnya saling mengerti, memahami dan bukan melulu membenci. Tapi dan tapi, kalau memang tidak suka, saya lebih baik menjauhi. Saya bukan orang yang pandai menerima pribadi yang mudah menyakiti, apalagi menghadirkan sembilu benci.
Setelah kemarin, saya sadar, bahwa saya harus bisa membuka hati. Membuka ruang bagi mereka yang tak sengaja menggerogoti hati. Perlahan, saya mencoba. Semoga ini bisa menjadikan segalanya adil.
Terimakasih, teman. Kalian telah menyadarkan seorang kawan. Dan memberi jawaban! Sebenarnya saya juga tidak suka kalau ada LAWAN :)
Influenza. Tidak ada daya. Hanya butuh upaya menjemput kesembuhan. Nyatanya saya memang tidak sendirian. Ada seorang yang men-sugesti, sang pelangi. Saya suka saat dia menghampiri. Tangan yang manis itu bertandang. Ah, damai sekali!
Waktu-waktu seperti ini yang tidak mau saya nantikan. Pulang. Saya betah disini, entah mengapa akhir-akhir ini demikian :p
Mungkin terlalu senang bersama.
Mungkin saya begitu mencintai dunia perkuliahan *mungkin saja ini, tapi belum begitu tepat sasaran :p *
Dan kemarin, 13 bulan purnama berhasil kami lewati. Jadi, inilah kisah terlama dan penuh arti. Semoga akan selalu seperti ini. Till the Happy Days coming to me...
with love,
Maya
Hmm, ada banyak kejadian sebenarnya yang bisa diceritakan. Tetapi semuanya bertumpuk, berjejal-jejal minta didahulukan. Tentang kejutan ulang tahun yang bikin kejang. Tentang influenza setelah hari jadi kesekian. Dan tentang perasaan saya ketika mengingat seorang lelaki di jalan pulang.
Sembilan belas. Angka yang sekarang saya injak. Yang akan saya lalui untuk menjemput kepala dua. Cepat sekali roda hidup ini bergerak. Saya rasa tidak pantas untuk melakukan ritual hedonisme seperti dulu. Mungkin lebih pantas jika saya berdoa, sendirian, di tengah hujan seraya doa dipanjatkan. Tapi saya juga tidak mau kesepian, saya butuh teman, butuh pelangi itu, sayangnya ini mendung dan hujan.
Cerita silam, terlalu banyak benci yang dihadirkan masing-masing karakter. Terlalu banyak juga rasa ingin menjauhinya. Sebenarnya salah siapa? Hmm, setelah saya pikirkan lagi, kesalahan datang dari saya pribadi. Hidup sepatutnya saling mengerti, memahami dan bukan melulu membenci. Tapi dan tapi, kalau memang tidak suka, saya lebih baik menjauhi. Saya bukan orang yang pandai menerima pribadi yang mudah menyakiti, apalagi menghadirkan sembilu benci.
Setelah kemarin, saya sadar, bahwa saya harus bisa membuka hati. Membuka ruang bagi mereka yang tak sengaja menggerogoti hati. Perlahan, saya mencoba. Semoga ini bisa menjadikan segalanya adil.
Terimakasih, teman. Kalian telah menyadarkan seorang kawan. Dan memberi jawaban! Sebenarnya saya juga tidak suka kalau ada LAWAN :)
Influenza. Tidak ada daya. Hanya butuh upaya menjemput kesembuhan. Nyatanya saya memang tidak sendirian. Ada seorang yang men-sugesti, sang pelangi. Saya suka saat dia menghampiri. Tangan yang manis itu bertandang. Ah, damai sekali!
Waktu-waktu seperti ini yang tidak mau saya nantikan. Pulang. Saya betah disini, entah mengapa akhir-akhir ini demikian :p
Mungkin terlalu senang bersama.
Mungkin saya begitu mencintai dunia perkuliahan *mungkin saja ini, tapi belum begitu tepat sasaran :p *
Dan kemarin, 13 bulan purnama berhasil kami lewati. Jadi, inilah kisah terlama dan penuh arti. Semoga akan selalu seperti ini. Till the Happy Days coming to me...
with love,
Maya
Selasa, November 24
Bingkisan, bukan bungkusan
Baru saja dua orang itu datang. Bukan, bukan orang asing karena saya menyebutnya 'dua orang itu'. Mereka Ojan dan Yogi, mereka teman. Mengejutkan.
Ada sesuatu yang akan diberikan Ojan pada saya. Sebuah bungkusan coklat dengan ucapan diatasnya. Saya menyesal belum memotret gambarnya. Tapi akan segera menyusul!
Mereka duduk setelah sempat ragu. Menikmati kue pasca subuh tadi. Disitu saya membuka bungkusan atau bingkisan tepatnya? Bingkisan berwarna coklat. Perlahan dan barang yang tersimpan di dalamnya adalah hand made Ojan sendiri.
"Maaf yap soal yang lalu. Selamat Ulang Tahun."
Kalimat yang seketika membuat saya, ya, mau tidak mau mengingat hal yang sempat membuat saya kecewa. Hosh!
Mari kita lupakan. Tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Selamat Ulang Tahun juga, Ojan. Dan, ayo kita kemana?
Ada sesuatu yang akan diberikan Ojan pada saya. Sebuah bungkusan coklat dengan ucapan diatasnya. Saya menyesal belum memotret gambarnya. Tapi akan segera menyusul!
Mereka duduk setelah sempat ragu. Menikmati kue pasca subuh tadi. Disitu saya membuka bungkusan atau bingkisan tepatnya? Bingkisan berwarna coklat. Perlahan dan barang yang tersimpan di dalamnya adalah hand made Ojan sendiri.
"Maaf yap soal yang lalu. Selamat Ulang Tahun."
Kalimat yang seketika membuat saya, ya, mau tidak mau mengingat hal yang sempat membuat saya kecewa. Hosh!
Mari kita lupakan. Tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Selamat Ulang Tahun juga, Ojan. Dan, ayo kita kemana?
Senin, November 23
Sembilan Belas
Hari ini adalah hari membuat harapan...
"Make a wish!" kata orang sebelum meniup dua angka berapi ditempel diatas kue toko (yang konon jarang sekali bantat).
Haruskah saya sebut apa harapan tadi pagi?ketika tiga orang terkasih itu datang membawa berjuta harapan agar saya terkejut kejang. Baiklah, ini diantaranya:
Pertama, "Nyekar ke makam eyang kakung dan uti..."
Entahlah, apakah begitu egois ketika harapan pertama tidak ditujukan pada orang-orang yang masih berada di sekeliling sini, diatas bumi bukan di dalam gundukan tanah bernisan. Ngeri mendengar kata nisan. Tapi, saya sungguh rindu beliau berdua. Saya ingin menyampaikan beberapa laporan kerja selama beberapa tahun ini, laporan kejadian semasa hidup saya. Mereka pasti ingin tahu. Dan, salam untuk Tuhan, terimakasih saya bisa menjemput sembilan belas.
Kedua, tentang ayah, ibu dan dua tuyul yang selalu menanti kabar disana. Mereka harus tetap dalam keadaan bahagia. Saya rindu. Disini, jauh disini, saya ingin belajar, banyak hal yang kemudian akan berguna nantinya. Semoga.
Ketiga, ah, terlalu banyak permintaan, tapi belum cukup bila saya tidak menyebutkan 'persahabatan'. Kami, akhir-ahir ini begitu jauh. Jarang sekali bersama. Entah mengapa seharusnya saya bisa terus bersama mereka. Tapi sekali lagi, ini masalah kepentingan, kini telah berbeda dan kami tidak bisa selalu bergandeng tangan. Tetapi, mereka tetap ada disini, menempati porsi yang telah saya tetapkan. Saya sayang kalian keripik pisang.
Masih, ya, entah ini yang keberapa. Tapi saya ingin bilang, saya sayang padanya, lelaki warna pelangi. Jangan segera pudar di langit saya yang setahun lalu mendadak cerah setelah sampean ada.
Juga untuk keluarga kedua, yang senantiasa mecurahkan limpahan kasih begitu besar. Saya sayang kalian.
Kamis, November 12
Mizone Mengguncang Dunia
Paket dataaanngg, pakeett dataaanngg!
Jam setengah tiga lewat ada yang mengetuk pintu, "Mbak Maya, paket, mbaaakk... Jangan lupa bayar listrik jugaaa..." sudah barang tentu, itu suara mas Gun...
Saya terima paketnya, dan sepertinya saya memang harus bayar listrik hari ini. Hehehehe. Musim bokek.
Kardus sawo belum matang itu segera saya buka, dengan kedip-kedip mata belagak penasaran.
Waow, Mizone!
Tas jinjing itu berwarna biru, bertuliskan Mizone di tengahnya. Berarti dari Danone dong?
Iya, ini dari Danone dengan produknya Mizone! Ini dari mbak Danur, yang bekerja keras berkarya demi terciptanya Mizone yang oke ini. Segera saya buka dan di dalamnya muncul skimmer aquarium! Oops, bukaaann! Ini kemasan Mizone. Bentuknya hampir sama dengan skimmer aquarium di rumah pacar :p . Mizone new flavour Apple and Guava. Aduh, sayang sekali membuka dan meminumnya, ingin saya pajang saja. Lha apik tenan e!
Tapi, tapi, pelan-pelan tangan ini membuka tutupnya, lalu saya meminumnya, menyeruputnya, menegaknya, sedikit demi sedikit dan akhirnya botol itu jadi enteng.
Habis! Ehehehe...
Enak sekali rasanya! Apalagi ditengah panasnya Jogja yang terbakar matahari ini. Bikin energi kembali lagi! Hehe, asal bikin tagline sendiri.
Terimakasih kepada mbak Danur yang telah mengirimkan paket ini. Enak lho, lha wong gratis juga, tambah mantap :p
Rasa baru yang mengguncang dunia persilatan! Hore!
Terimakasih Mizone, terimakasih Danone, (lagi) terimakasih Mbak Danur cantiikk :D
Ayo Mizone bikin rasa baru lagi, yang menggebrak lagi! *ceritanya kaya orasi*
Jam setengah tiga lewat ada yang mengetuk pintu, "Mbak Maya, paket, mbaaakk... Jangan lupa bayar listrik jugaaa..." sudah barang tentu, itu suara mas Gun...
Saya terima paketnya, dan sepertinya saya memang harus bayar listrik hari ini. Hehehehe. Musim bokek.
Kardus sawo belum matang itu segera saya buka, dengan kedip-kedip mata belagak penasaran.
Waow, Mizone!
Tas jinjing itu berwarna biru, bertuliskan Mizone di tengahnya. Berarti dari Danone dong?
Iya, ini dari Danone dengan produknya Mizone! Ini dari mbak Danur, yang bekerja keras berkarya demi terciptanya Mizone yang oke ini. Segera saya buka dan di dalamnya muncul skimmer aquarium! Oops, bukaaann! Ini kemasan Mizone. Bentuknya hampir sama dengan skimmer aquarium di rumah pacar :p . Mizone new flavour Apple and Guava. Aduh, sayang sekali membuka dan meminumnya, ingin saya pajang saja. Lha apik tenan e!
Tapi, tapi, pelan-pelan tangan ini membuka tutupnya, lalu saya meminumnya, menyeruputnya, menegaknya, sedikit demi sedikit dan akhirnya botol itu jadi enteng.
Habis! Ehehehe...
Enak sekali rasanya! Apalagi ditengah panasnya Jogja yang terbakar matahari ini. Bikin energi kembali lagi! Hehe, asal bikin tagline sendiri.
Terimakasih kepada mbak Danur yang telah mengirimkan paket ini. Enak lho, lha wong gratis juga, tambah mantap :p
Rasa baru yang mengguncang dunia persilatan! Hore!
Terimakasih Mizone, terimakasih Danone, (lagi) terimakasih Mbak Danur cantiikk :D
Ayo Mizone bikin rasa baru lagi, yang menggebrak lagi! *ceritanya kaya orasi*
Song
Our Very First Song...
Aahhh, sudah terlalu lama dan salah saya tidak menyimaknya saat itu.
Pikiran ini sudah tidak karuan ketika lafal "be mine" menjurus ke segala penjuru, menembus pertahanan hati dan air mata inipun luruh.
Lagu apa yaa? Lagu apa yaa? Hmft!
Katanya,"Tanya Yaris aja..."
Hadoohh, kalau saja memang bisa.
Suddenly, i miss that song!
Selasa, November 10
Jejaring dan Hacker
Facebook saya di hack orang.
Namanya diubah menjadi "Ghadiiezz door to door"...astaga!
saya nggak pernah membayangkan account Facebook saya bisa disalahgunakan oleh orang.
Untuk teman-teman yang telah menjadi teman saya di Facebook dan bila mendapatkan hal yang tidak berkenaan dari account tersebut, saya memohon maaf dan sekaligus mengabarkan bahwa account tersebut tidak bisa saya pergunakan lagi karena passwordnya telah diubah oleh hacker laknat dan email saya juga di lock oleh mbak yah(oo).
Terimakasih perhatiannya, teman-teman...
Namanya diubah menjadi "Ghadiiezz door to door"...astaga!
saya nggak pernah membayangkan account Facebook saya bisa disalahgunakan oleh orang.
Untuk teman-teman yang telah menjadi teman saya di Facebook dan bila mendapatkan hal yang tidak berkenaan dari account tersebut, saya memohon maaf dan sekaligus mengabarkan bahwa account tersebut tidak bisa saya pergunakan lagi karena passwordnya telah diubah oleh hacker laknat dan email saya juga di lock oleh mbak yah(oo).
Terimakasih perhatiannya, teman-teman...
Jumat, November 6
Serigala (bukan) berbulu Domba
Ada orang tua yang sangat annoying disini. Hah! Lagakya sejuta. Ketawanya kayak serigala. Suka bikin onar. Dan semua tingkahnya, TIDAK PERNAH ada yang benar. Saya tidak pernah suka. Entah kenapa, sampai pada saat kejadian yang membuat saya bertambah murka pada dia.
Ya, dia mengacaukan segalanya. Perpisahan saya dengan pacar. Saat itu saya akan pulang ke tanah kelahiran, dia kembali ke tempat tujuan kegiatan. Terlalu siang memang, namun saya sudah bilang,"Ruang tamu mau saya pinjam sebentar, hanya sebentar..."
Saat pria siang datang, tidak ada tempat bagi kami untuk sekedar saling bicara tenang, semua gara-gara siapa? Iya, si Serigala tua. Akhirnya memang benar-benar sebentar, secepat kilat, benar-benar tidak nikmat!
Hmm, tidak berlebihan bila sampai sekarang saya tak pernah sedikitpun mau melihat mukanya. Sepat! Tapi saya harus tabah dan sabar mendengar lolongannya di pagi, siang bahkan malam. Siksaan memang.
Buat Serigala tua berkedok Durga, makaaann niiihh * Marshanda in action! Nyahahaha*
Ya, dia mengacaukan segalanya. Perpisahan saya dengan pacar. Saat itu saya akan pulang ke tanah kelahiran, dia kembali ke tempat tujuan kegiatan. Terlalu siang memang, namun saya sudah bilang,"Ruang tamu mau saya pinjam sebentar, hanya sebentar..."
Saat pria siang datang, tidak ada tempat bagi kami untuk sekedar saling bicara tenang, semua gara-gara siapa? Iya, si Serigala tua. Akhirnya memang benar-benar sebentar, secepat kilat, benar-benar tidak nikmat!
Hmm, tidak berlebihan bila sampai sekarang saya tak pernah sedikitpun mau melihat mukanya. Sepat! Tapi saya harus tabah dan sabar mendengar lolongannya di pagi, siang bahkan malam. Siksaan memang.
Buat Serigala tua berkedok Durga, makaaann niiihh * Marshanda in action! Nyahahaha*
Kamis, November 5
Pesta Blogger Jogja
Kemarin tanggal 15 Oktober saya datang ke pesta blogger Jogja setelah sebelumnya menimbang-nimbang, datang nggak yaa?datang nggak yaa?eeeennggg... Kalo datang nggak ada temen, kalo nggak dateng sayaaang.
Awalnya saya tahu acara ini lewat event di Facebook, Pesta Blogger Jogja 2009, di invite sama mas Nico Wijaya (nggak kenal sebelumnya :p ). Nah, nah, trus saya cerita sama pak mantap_kalee, saya bilang ada perhelatan Pesta Blogger Jogja 2009 bertempat di Jogja National Museum (pertamanya nggak tahu tempatnya :D), eh dianya bersikeras menuntut saya datang *nggak maksa sih benernya*. Sebelum daftar, saya ngajakin temen cowok saya karena pak mantap_kalee nggak mau saya ajak *tapi mau pas saya suruh nganterin! Hahaha*. Temen cowok saya itu menyanggupi, tapi sayangnya H -1 dia membatalkan. *Hammer. Saya kecewa. Menghargai bukan itu namanya? Huft, sudahlah...*
Lalu cepat-cepat saya mencari pengganti, kalo nggak takut jadi kambing kalem disana, embeeekk... Mbak Duta Wisata menyanggupi! Hoyes! Namanya mbak Alela, Duta Wisata Banjarnegara. Wew! :D
Dan, perhelatan itu berlangsung!
Ramai!Uwow!
Ngopi!
Ngemil!
Mbatik! Inilah hasil batikan saya: "Hahaha, apa ini????"
Dan pada sesi terakhir acara, saya baru sadar, dari tadi saya sudah melihat sosok yang postingan di blog-nya banyak menginspirasi saya "www.ndorokakung.com"
Iya! Dari awal acara tadi saya sudah melihat ndoro tapi saya nggak sadar kalo itu ndoro. Wew! *jeduk-jedukin kepala ke bantal*
Asik! Dari acara pesta blogger ini, saya jadi kenal sama temen-temen blogger, sama Cah Andong, sama,eemm, sama orang yang hanya saya dan Eya (nama kecil Alela) yang tahu, yang selama ini kami anggap, ehm, annoying! Muahahaha.
Terimakasih pada pacar saya yang telah sudi mengantar. Menjemput juga. Dan tentunya, menjaga dari jauh. Ehehehehe.
Terimakasih pada Mas Nico, buat invite-nya sama foto-fotonya :D. Tanpa sampean saya nggak akan dapet pengalaman berharga.
Terimakasih pada mbak Duta Wisata Dangdut! :p
Terimakasih saya ucapkan untuk orang-orang yang menyenangkan disana.
Saya dapet pohon juga! Pohon mangga. Umurnya udah 21 hari terhitung dari perhelatan di JNM itu. Ceritanya aku dan pohonku. Go Green!
Terimakasih, terimakasih. Matur Nuwun!
Awalnya saya tahu acara ini lewat event di Facebook, Pesta Blogger Jogja 2009, di invite sama mas Nico Wijaya (nggak kenal sebelumnya :p ). Nah, nah, trus saya cerita sama pak mantap_kalee, saya bilang ada perhelatan Pesta Blogger Jogja 2009 bertempat di Jogja National Museum (pertamanya nggak tahu tempatnya :D), eh dianya bersikeras menuntut saya datang *nggak maksa sih benernya*. Sebelum daftar, saya ngajakin temen cowok saya karena pak mantap_kalee nggak mau saya ajak *tapi mau pas saya suruh nganterin! Hahaha*. Temen cowok saya itu menyanggupi, tapi sayangnya H -1 dia membatalkan. *Hammer. Saya kecewa. Menghargai bukan itu namanya? Huft, sudahlah...*
Lalu cepat-cepat saya mencari pengganti, kalo nggak takut jadi kambing kalem disana, embeeekk... Mbak Duta Wisata menyanggupi! Hoyes! Namanya mbak Alela, Duta Wisata Banjarnegara. Wew! :D
Dan, perhelatan itu berlangsung!
Ramai!Uwow!
Ngopi!
Ngemil!
Mbatik! Inilah hasil batikan saya: "Hahaha, apa ini????"
Dan pada sesi terakhir acara, saya baru sadar, dari tadi saya sudah melihat sosok yang postingan di blog-nya banyak menginspirasi saya "www.ndorokakung.com"
Iya! Dari awal acara tadi saya sudah melihat ndoro tapi saya nggak sadar kalo itu ndoro. Wew! *jeduk-jedukin kepala ke bantal*
Asik! Dari acara pesta blogger ini, saya jadi kenal sama temen-temen blogger, sama Cah Andong, sama,eemm, sama orang yang hanya saya dan Eya (nama kecil Alela) yang tahu, yang selama ini kami anggap, ehm, annoying! Muahahaha.
Terimakasih pada pacar saya yang telah sudi mengantar. Menjemput juga. Dan tentunya, menjaga dari jauh. Ehehehehe.
Terimakasih pada Mas Nico, buat invite-nya sama foto-fotonya :D. Tanpa sampean saya nggak akan dapet pengalaman berharga.
Terimakasih pada mbak Duta Wisata Dangdut! :p
Terimakasih saya ucapkan untuk orang-orang yang menyenangkan disana.
Saya dapet pohon juga! Pohon mangga. Umurnya udah 21 hari terhitung dari perhelatan di JNM itu. Ceritanya aku dan pohonku. Go Green!
Terimakasih, terimakasih. Matur Nuwun!
Senin, November 2
Anniversary
Tulisan di note facebook, ditulis sesaat setelah bangun tidur, entah mengapa ada yang meletup-letup minta diungkapkan...
Ini tentang sebuah catatan cinta. Tentang harumnya nektar mawar yang wangi dari vasnya. Sepenggal cerita dari dua anak adam.
Hari itu, saat beberapa bagian otak tersita untuk berlembar-lembar ilmu, ada yg berulang. Sebuah bulan yang sama, rintik hujan yang sama. Dan sebuah angka yang sama, dua puluh enam.
Kini dapat kurasakan benar harumnya mawar itu, nikmatnya berlari di bawah hujan dan tidak lagi bernaung. Dia, kini dia telah lepas dari jeratnya yang mengikat. Dia, kini sudah bisa kujangkau dan terasa lebih dekat.
Kurang lebih dua belas purnama silam, kami menganyam. Sebuah ikrar untuk dapat berjalan beriringan, tak lagi sendirian. Meretas mimpi yang semakin bening pertanda terwujudkan.
Terimakasih, untuk harumnya mawar yang kau sebar, untuk gerimis terindah yang pernah kudapat.
Selamat dua belas purnama di dua puluh enam. Tempat, waktu dan suasana telah kita jemput di beberapa saat yang lalu, sambil menikmati keindahan malam di titik daerah yang sakral. Dalam hati aku berujar, "tidak ada yg bisa mengalahkan indahnya malam ini, genapnya dua belas purnama kami. ." masih dalam lamun dan diam, aku menggenggam tangan dari pria yg kusebut kekasih...
Ini tentang sebuah catatan cinta. Tentang harumnya nektar mawar yang wangi dari vasnya. Sepenggal cerita dari dua anak adam.
Hari itu, saat beberapa bagian otak tersita untuk berlembar-lembar ilmu, ada yg berulang. Sebuah bulan yang sama, rintik hujan yang sama. Dan sebuah angka yang sama, dua puluh enam.
Kini dapat kurasakan benar harumnya mawar itu, nikmatnya berlari di bawah hujan dan tidak lagi bernaung. Dia, kini dia telah lepas dari jeratnya yang mengikat. Dia, kini sudah bisa kujangkau dan terasa lebih dekat.
Kurang lebih dua belas purnama silam, kami menganyam. Sebuah ikrar untuk dapat berjalan beriringan, tak lagi sendirian. Meretas mimpi yang semakin bening pertanda terwujudkan.
Terimakasih, untuk harumnya mawar yang kau sebar, untuk gerimis terindah yang pernah kudapat.
Selamat dua belas purnama di dua puluh enam. Tempat, waktu dan suasana telah kita jemput di beberapa saat yang lalu, sambil menikmati keindahan malam di titik daerah yang sakral. Dalam hati aku berujar, "tidak ada yg bisa mengalahkan indahnya malam ini, genapnya dua belas purnama kami. ." masih dalam lamun dan diam, aku menggenggam tangan dari pria yg kusebut kekasih...
Senin, Oktober 19
Kesalahan, maafkan...
Sebuah kesalahan telah dilakukan. Sebuah khilaf yang menggiring pada ketidaknyamanan hidup. Sebuah langkah yang salah untuk dipijak. Suatu keragu-raguan. Ketidaktegasan. Dan keseganan.
Dari situlah tulisan ini berawal. Berceloteh tentang kesalahan si gadis pohon dalam mencapai tujuannya. Tapi si gadis pohon tak serta merta menyalahkan dirinya sendiri, ia pun bisa membela diri. Dari sebuah kesalahan ia dapat belajar. Dari sebuah khilaf yang kemudian disadarinya maka tak akan jatuh ke lubang yang sama. Begitu sederhana, tapi rumit untuk dijelaskan. Begitu mudah dilakukan tapi imbasnya sulit dihilangkan.
Kemudian gadis pohon belajar lagi. Dia akan terus belajar. Memperbaiki diri, mengoreksi ambisi.
Dari situlah tulisan ini berawal. Berceloteh tentang kesalahan si gadis pohon dalam mencapai tujuannya. Tapi si gadis pohon tak serta merta menyalahkan dirinya sendiri, ia pun bisa membela diri. Dari sebuah kesalahan ia dapat belajar. Dari sebuah khilaf yang kemudian disadarinya maka tak akan jatuh ke lubang yang sama. Begitu sederhana, tapi rumit untuk dijelaskan. Begitu mudah dilakukan tapi imbasnya sulit dihilangkan.
Kemudian gadis pohon belajar lagi. Dia akan terus belajar. Memperbaiki diri, mengoreksi ambisi.
Rabu, September 23
Nyanyian Dunia Nyata
Harus memulai dari mana ketika hendak mengawali pijakan yang terbayang berat .
Sebuah hambatan: ketidaksempurnaan diri menghadapi sebuah kenyataan.
Kembali saya harus menengok ke belakang.
Padahal orang-orang bilang, jangan tengok masa lalu kalau itu membuatmu mundur.
Jangan ikuti peta kemunduran itu ketika dia menyesatkanmu.
Bakar saja, buang saja.
Tapi kali ini saya ingin, saya membutuhkannya.
Melongok kembali jendela ber-trallis abu.
Itu sebuah masa silam. Berdebu.
Masa silam milik siapa saja.
Suram ataupun berbunga.
Pertama mengusapnya, tangan mulai gatal.
Ketika jendela terbuka, kaca pecah bertebaran. Tangan ini terluka.
Akhirnya, saya berhasil memasukinya. Dan hatipun tersayat.
Kini saya memilih kembali tengadah ke depan.
Berjalan merunduk menuju pendewasaan diri yang dibayangi ketidaksempurnaan nyaris sempurna.
Pelan-pelan dengan sayap yang kalap. Tak dapat dibawa terbang.
Belajar dari pengalaman membuka jendela berdebu tadi.
Beberapa pertanyaan terlintas [lagi].
Dengan siapa lagi saya harus berbagi?
Tidak semua orang tahu cerita masa macam apa ini.
Kepada siapa lagi harus meminjam bahu?
Di dunia yang berkedok sempurna, padahal sebaliknya. Rapuh.
Akhirnya, saya harus memilihnya sendiri.
Memilih bahu itu dan bagaimana melalui dunia penuh geliat palsu.
Melalui segala kepalsuan. Kembali sendirian.
thanks to christovelramot.blogspot.com--> untuk gambarnya yg saya culik...
Sebuah hambatan: ketidaksempurnaan diri menghadapi sebuah kenyataan.
Kembali saya harus menengok ke belakang.
Padahal orang-orang bilang, jangan tengok masa lalu kalau itu membuatmu mundur.
Jangan ikuti peta kemunduran itu ketika dia menyesatkanmu.
Bakar saja, buang saja.
Tapi kali ini saya ingin, saya membutuhkannya.
Melongok kembali jendela ber-trallis abu.
Itu sebuah masa silam. Berdebu.
Masa silam milik siapa saja.
Suram ataupun berbunga.
Pertama mengusapnya, tangan mulai gatal.
Ketika jendela terbuka, kaca pecah bertebaran. Tangan ini terluka.
Akhirnya, saya berhasil memasukinya. Dan hatipun tersayat.
Kini saya memilih kembali tengadah ke depan.
Berjalan merunduk menuju pendewasaan diri yang dibayangi ketidaksempurnaan nyaris sempurna.
Pelan-pelan dengan sayap yang kalap. Tak dapat dibawa terbang.
Belajar dari pengalaman membuka jendela berdebu tadi.
Beberapa pertanyaan terlintas [lagi].
Dengan siapa lagi saya harus berbagi?
Tidak semua orang tahu cerita masa macam apa ini.
Kepada siapa lagi harus meminjam bahu?
Di dunia yang berkedok sempurna, padahal sebaliknya. Rapuh.
Akhirnya, saya harus memilihnya sendiri.
Memilih bahu itu dan bagaimana melalui dunia penuh geliat palsu.
Melalui segala kepalsuan. Kembali sendirian.
thanks to christovelramot.blogspot.com--> untuk gambarnya yg saya culik...
Jumat, September 18
T.T
Cheese Cake Cheese Cake Cheese Cake Cheese Cake
Cheese Cake Cheese CakeCheese Cake Cheese Cake
Cheese Cake Cheese CakeCheese Cake Cheese Cake
Cheese Cake Cheese CakeCheese Cake Cheese Cake
Cheese Cake Cheese CakeCheese Cake Cheese Cake
Cheese Cake Cheese CakeCheese Cake Cheese Cake
Cheese Cake Cheese CakeCheese Cake Cheese Cake
Cheese Cake Cheese CakeCheese Cake Cheese Cake
Cheese Cake Cheese CakeCheese Cake Cheese Cake
Cheese Cake Cheese CakeCheese Cake Cheese Cake
Cheese Cake Cheese Cake Cheese Cake Cheese Cake
Cheese Cake Cheese Cake Cheese Cake Cheese Cake
Cheese Cake Cheese Cake Cheese Cake Cheese Cake
Cheese Cake Cheese Cake Cheese Cake Cheese Cake
Cheese Cake Cheese Cake Cheese Cake Cheese Cake
Cheese Cake Cheese Cake Cheese Cake Cheese Cake
Selasa, September 15
Sebuah Perjalanan
Sahabat pernah bercerita pada 'saya' tentang segala kebodohan yang 'ia' alami. 'Dia' telah lama menunggu untuk dijadikan sang ratu hari itu. Ternyata kita tak boleh sepenuhnya percaya pada orang, bahwa nyatanya sahabat 'saya' itu dibohongi, bahkan disakiti dan ditinggalkan. Jadi, kemana janji si pria untuk menjadikannya sang ratu hari itu? Omong kosong!
Hal lain yang membuat'nya' tersiksa adalah tak bisa menghilangkan si pria dari pikiran'nya'. Ooo, apapun ini nampaknya si pria sangat gencar menembakkan aksi gombal hingga 'sahabat saya' merasa ada yang hilang saat si pria minggat. *Ehem, bila 'saya' yang mengalaminya, akan 'saya' ingat kebejatan dan hal-hal bodoh (yang ketika masih bersama bisa di maklumi), agar hal bodoh itu bisa membuat'nya' bosok. Ho, apapun.*
Bagian inilah yang paling sulit, ketika hati telah terjerat cinta *walau cintanya ternyata penyakit* maka sulit sekali saat harus membuka hati bagi hati yang lain. 'Dia' memang bukan orang yang mudah jatuh cinta. Jadi harus bagaimana lagi, disini 'saya' berperan sebagai "mak comblang yang gagal". Fiuuhh!
Sedih berlarut-larut membuat'nya' jelek. Mata sembab. Badan kurus. Pipi tirus. Tak ada daya. Yah, biarlah 'dia' menikmati kesendiriannya. Salah siapa tidak mau mencoba membuka hati? Hmm.
Dari sekian banyak hal yang 'dia' alami. Dari sekian kelakuan bodoh yang 'ia' lakukan, terselip rasa salut yang besar dalam benak 'saya'. Bahwa ternyata 'dia' menunggu, bukan menunggu si pria dengan segala bual yang menistakan, namun menunggu sampai rasa yang 'ia' punya tergantikan dengan sendirinya oleh hati yang lain. Mungkin bukan pria yang 'saya' sodorkan kala itu. Mungkin bukan si Slamet yang menjadi idola, atau si Jiwo yang dulu pernah ia suka. Mungkin seorang Adam yang akan senantiasa menyayangi Eve-nya.
***********
Dan rasa itu segera tergantikan. Oleh senyum kemenangan sang Adam. Oleh kecupan senja berinaikan hujan. Di Oktober dua ribu delapan.
Hal lain yang membuat'nya' tersiksa adalah tak bisa menghilangkan si pria dari pikiran'nya'. Ooo, apapun ini nampaknya si pria sangat gencar menembakkan aksi gombal hingga 'sahabat saya' merasa ada yang hilang saat si pria minggat. *Ehem, bila 'saya' yang mengalaminya, akan 'saya' ingat kebejatan dan hal-hal bodoh (yang ketika masih bersama bisa di maklumi), agar hal bodoh itu bisa membuat'nya' bosok. Ho, apapun.*
Bagian inilah yang paling sulit, ketika hati telah terjerat cinta *walau cintanya ternyata penyakit* maka sulit sekali saat harus membuka hati bagi hati yang lain. 'Dia' memang bukan orang yang mudah jatuh cinta. Jadi harus bagaimana lagi, disini 'saya' berperan sebagai "mak comblang yang gagal". Fiuuhh!
Sedih berlarut-larut membuat'nya' jelek. Mata sembab. Badan kurus. Pipi tirus. Tak ada daya. Yah, biarlah 'dia' menikmati kesendiriannya. Salah siapa tidak mau mencoba membuka hati? Hmm.
Dari sekian banyak hal yang 'dia' alami. Dari sekian kelakuan bodoh yang 'ia' lakukan, terselip rasa salut yang besar dalam benak 'saya'. Bahwa ternyata 'dia' menunggu, bukan menunggu si pria dengan segala bual yang menistakan, namun menunggu sampai rasa yang 'ia' punya tergantikan dengan sendirinya oleh hati yang lain. Mungkin bukan pria yang 'saya' sodorkan kala itu. Mungkin bukan si Slamet yang menjadi idola, atau si Jiwo yang dulu pernah ia suka. Mungkin seorang Adam yang akan senantiasa menyayangi Eve-nya.
***********
Dan rasa itu segera tergantikan. Oleh senyum kemenangan sang Adam. Oleh kecupan senja berinaikan hujan. Di Oktober dua ribu delapan.
Sabtu, September 12
Intermezo .::09:44::.
Saya terlalu lelah pagi ini. Berpikir tentang hal yang seharusnya tak terlalu dipikirkan, dilupakan saja lebih baik. Menembus dimensi masa silam yang bukan milik saya. Merasa kesal sendiri saat harus membandingkan diri dengan orang-orang berinisial ini dan itu.
Ah, telpon ini mengganggu lamun saya. Maaf, pagi ini saya sedang dibawah normal. Dalam mood yang bisa-bisa membuat anda kesal.
Tidak ada yang membuat saya merasa dibandingkan. Saya saja yang membanding-bandingkannya sendiri. Yang itu berarti saya merasa kesal pada diri saya yang punya banyak kekurangan. Kadang hal tersebut membuat saya ingin menarik diri. Tak ingin lagi menatap matahari, hanya mengintipnya melalui celah jendela yang separuh terbuka.
Namun saya sayang pada matahari, saya singkap tirai ini, saya sapa dia kembali. Seperti biasa.
Hari-hari yang saya lalui bersama sinarnya. Yaa, kadang klik kadang krik. Berbalik-balik. Mencita-citakan hal yang sama dan suka bermimpi, kemudian mewujudkannya.
Saya kembali mengingat saat pertama bertemu dengan matahari. Ruang hampa itu belum sepenuhnya dia kuasai. Jadi memang bukan love at first sight kan? Apa-apaan ini jadi ngmongin cinta? Woh!
Tak ada yang patut dibandingkan, dibenci dan disesali.
Saya ingin terus bermimpi dan meretasnya.
Saya ingin terus ber-klik dan krik.
Saya ingin ruang hampa yang semakin dipompa ini mencapai batas "FULL", bukan berarti setelah FULL terus udah!
Tapi dengan FULL maka akan menciptakan FULL-FULL yang berikutnya.
Intermezo.::09:44::.
Ah, telpon ini mengganggu lamun saya. Maaf, pagi ini saya sedang dibawah normal. Dalam mood yang bisa-bisa membuat anda kesal.
Tidak ada yang membuat saya merasa dibandingkan. Saya saja yang membanding-bandingkannya sendiri. Yang itu berarti saya merasa kesal pada diri saya yang punya banyak kekurangan. Kadang hal tersebut membuat saya ingin menarik diri. Tak ingin lagi menatap matahari, hanya mengintipnya melalui celah jendela yang separuh terbuka.
Namun saya sayang pada matahari, saya singkap tirai ini, saya sapa dia kembali. Seperti biasa.
Hari-hari yang saya lalui bersama sinarnya. Yaa, kadang klik kadang krik. Berbalik-balik. Mencita-citakan hal yang sama dan suka bermimpi, kemudian mewujudkannya.
Saya kembali mengingat saat pertama bertemu dengan matahari. Ruang hampa itu belum sepenuhnya dia kuasai. Jadi memang bukan love at first sight kan? Apa-apaan ini jadi ngmongin cinta? Woh!
Tak ada yang patut dibandingkan, dibenci dan disesali.
Saya ingin terus bermimpi dan meretasnya.
Saya ingin terus ber-klik dan krik.
Saya ingin ruang hampa yang semakin dipompa ini mencapai batas "FULL", bukan berarti setelah FULL terus udah!
Tapi dengan FULL maka akan menciptakan FULL-FULL yang berikutnya.
Intermezo.::09:44::.
Senin, September 7
Tak Diterima=TerAsingKan!
Saya kagum pada anda, tapi saya kurang bisa menghormati anda.
Siapa yang salah ketika merasa tak dapat hormat?
Sejak awal saya diperlakukan seolah tak ada!
Saya hanya bisa diam. Tak pernah melawan.
Membiarkan mulut siapa saja menjejali pikiran anda.
Hingga anda berkesimpulan, saya orang yang tak bisa dipercaya.
Keterasingan selalu anda timbulkan untuk saya rasakan.
Keseganan menyelimuti saya ketika anda menatap.
Ruang itu terlalu keras untuk saya tembus.
Berjalan dibawah bayang-bayang keterasingan berada di dekat anda.
Saya tak mau merepotkan anda.
Dia yang memilih, anda tak dapat memaksa ketika hati merasakannya.
Tolong, cobalah mengerti dan cobalah menerima.
Hidup tak selalu seperti yang anda harapkan.
Dengarlah, saya lelah, diperlakukan ASING!
Siapa yang salah ketika merasa tak dapat hormat?
Sejak awal saya diperlakukan seolah tak ada!
Saya hanya bisa diam. Tak pernah melawan.
Membiarkan mulut siapa saja menjejali pikiran anda.
Hingga anda berkesimpulan, saya orang yang tak bisa dipercaya.
Keterasingan selalu anda timbulkan untuk saya rasakan.
Keseganan menyelimuti saya ketika anda menatap.
Ruang itu terlalu keras untuk saya tembus.
Berjalan dibawah bayang-bayang keterasingan berada di dekat anda.
Saya tak mau merepotkan anda.
Dia yang memilih, anda tak dapat memaksa ketika hati merasakannya.
Tolong, cobalah mengerti dan cobalah menerima.
Hidup tak selalu seperti yang anda harapkan.
Dengarlah, saya lelah, diperlakukan ASING!
Minggu, Agustus 30
Wonderman, we can!
Lengkaplah sepuluh purnama.
Lengkap pula rangkaian di dalamnya.
Semoga bahagia.
Dan selalu percaya.
Kita bisa melalui segalanya.
Lengkap pula rangkaian di dalamnya.
Semoga bahagia.
Dan selalu percaya.
Kita bisa melalui segalanya.
Persembahan Untuk Gadis Cantik Berbaju Merah di Minggu Malam
Yaa, malam ini benar-benar malam yang melegakan.
Satu per satu cerita tak terungkap muncul ke permukaan.
Ternyata, yaa, memang skenario yang kita jalani tak selalu sama dengan harapan.
Aku baru sadar, dunia yang tengah kulalui sekarang ini kejam.
Namun belum bisa kukatakan sangat kejam.
Aku selalu bersiap untuk berkata, "Dunia ini SANGAT kejam..."
Mau tak mau aku harus siap.
Teman, tak kusangka, kau memahamiku daripada semua yang dekat denganku.
Terimakasih mengajarkanku untuk siap.
Terimakasih untuk malam yang bisa kulalui tanpa sesal.
Bisakah kita lalui malam selanjutnya?
Agar aku bisa belajar, bagaimana menghadapi hal dengan segala kesiapan yang matang.
Satu per satu cerita tak terungkap muncul ke permukaan.
Ternyata, yaa, memang skenario yang kita jalani tak selalu sama dengan harapan.
Aku baru sadar, dunia yang tengah kulalui sekarang ini kejam.
Namun belum bisa kukatakan sangat kejam.
Aku selalu bersiap untuk berkata, "Dunia ini SANGAT kejam..."
Mau tak mau aku harus siap.
Teman, tak kusangka, kau memahamiku daripada semua yang dekat denganku.
Terimakasih mengajarkanku untuk siap.
Terimakasih untuk malam yang bisa kulalui tanpa sesal.
Bisakah kita lalui malam selanjutnya?
Agar aku bisa belajar, bagaimana menghadapi hal dengan segala kesiapan yang matang.
Minggu, Agustus 23
Rindu
Tuhan, andai malam ini aku dapat ,menikmatinya bersama mereka, keluarga tanpa bahasa. Rindu sekali, ingin menatap wajah-wajah bahagia itu. Dengan kopiah dan mukena yang baru dikeluarkan dari almari, siap menyambut bulan suci. Bergerak menuju bangunan berkubah yang berkali-kali mengumandangkan seruan kewajiban.
Selamat hari suci, ayah. Maafkan aku yang tidak lagi penurut ini. Berkali-kali tak mengindahkan apa yang kau bilang baik untukku.
Aku bahagia, tahun ini adalah tahun kedua kau berjibaku dengan kitab suci setelah maghribi.
Maafkan aku, ibu. Telah banyak membuatmu kecewa. Mengingatmu membuatku rindu. Pagi sahur dengan belai sayangmu.
Adik-adikku, dengan semangat kalian, teruslah kejar shaum, semoga lancar.
Terimakasih semua, dan aku ingin berada di tengah-tengah kalian. Sayangnya, bumi tak menjodohkan.
Selamat hari suci, ayah. Maafkan aku yang tidak lagi penurut ini. Berkali-kali tak mengindahkan apa yang kau bilang baik untukku.
Aku bahagia, tahun ini adalah tahun kedua kau berjibaku dengan kitab suci setelah maghribi.
Maafkan aku, ibu. Telah banyak membuatmu kecewa. Mengingatmu membuatku rindu. Pagi sahur dengan belai sayangmu.
Adik-adikku, dengan semangat kalian, teruslah kejar shaum, semoga lancar.
Terimakasih semua, dan aku ingin berada di tengah-tengah kalian. Sayangnya, bumi tak menjodohkan.
Selasa, Agustus 18
Minggu, Agustus 2
Rangkaian Sempurnanya
Saat yang begitu dirindukan benar-benar tidak bisa memuaskan untuk sekedar melegakan.
Saya sadar, tidak selamanya beliau bisa menemani saya.
Tapi kali ini benar-benar berbeda. Saya sedang tidak sadar.
Saya ingin sekali beliau ada di sini, untuk sekedar berbagi cerita tentang kedukaan yang akhir-akhir ini saya rasakan.
He's round when i'm need in, always. Tapi tidak untuk sekarang. Tidak berujud dan tidak nyata. Hanya beberapa urutan nomor yang bisa menghubungkan kami, saat ini. Saya merindukan keberadaan beliau sebagai petinggi hati ini.
Terasa sangat sulit untuk di jangkau ketika segalanya memang harus benar-benar ada sekarang. Benar-benar saya butuhkan sekarang. Tangan yang manis itu, yang siap mengangkat beban yang mengendap di kepala hanya dengan sekalinya mendarat.
Saya butuh tangan itu. Meringankannya sedikit saja. Hanya tangan itu, dengan segala rangkaian sempurnanya.
Saya sadar, tidak selamanya beliau bisa menemani saya.
Tapi kali ini benar-benar berbeda. Saya sedang tidak sadar.
Saya ingin sekali beliau ada di sini, untuk sekedar berbagi cerita tentang kedukaan yang akhir-akhir ini saya rasakan.
He's round when i'm need in, always. Tapi tidak untuk sekarang. Tidak berujud dan tidak nyata. Hanya beberapa urutan nomor yang bisa menghubungkan kami, saat ini. Saya merindukan keberadaan beliau sebagai petinggi hati ini.
Terasa sangat sulit untuk di jangkau ketika segalanya memang harus benar-benar ada sekarang. Benar-benar saya butuhkan sekarang. Tangan yang manis itu, yang siap mengangkat beban yang mengendap di kepala hanya dengan sekalinya mendarat.
Saya butuh tangan itu. Meringankannya sedikit saja. Hanya tangan itu, dengan segala rangkaian sempurnanya.
Selasa, Juli 28
Tentang Sahabat
Saya punya seseorang yang sangat saya rindukan. Betapapun jahatnya dia. Seorang sahabat pena.Dia berasal dari negeri antah berantah. Setiap dua minggu, dia mengirimkan amplop berisi kertas bertinta merah. Hmm, setiap habis membacanya, mata saya pasi lelah. Padahal tulisan yang dia kirimkan tak begitu banyak. Kenapa mesti bertinta merah? Katanya, merah berarti marah. Ia mengirimkan surat dalam keadaan marah. Lalu apakah setiap dua minggu itu dia marah? Katanya, iya!
Dia memang aneh, Dia suka asik sendiri. Selalu memaki dalam isi suratnya. Memaki tentang seseorang, yang telah pergi mendahuluinya, seseorang yang di sayangnya. Ibunya.
Setiap malam dia pergi ke sebuah taman. Memberitahukan apa saja yang baru di pelajarinya dari sekolah. Bernyanyi, dia bernyanyi. Menulis, dia menulis. Menari, dia menari.
Setiap dua minggu menjelang, dia tumpahkan segala kekesalannya, pada ibunya, yang tak mau mendengarnya, yang tak mau membenarkan gerakan tarinya. Dia marah pada saya. Menumpahkan kesalnya pada saya.
Dan, sudah dua bulan ini saya tidak mendapat caciannya. Sudah dua kali saya mengirimkan balasan, namun tak ada jawaban.
Datanglah sebuah surat. Namun, bukan, bukan darinya.
Tidak bertinta merah, tapi biru.
Yaa, kali ini biru.
Dalam surat itu di tulis,"...ibu sudah mau mendengarku, ibu sudah mau membenarkan gerakan tariku. Aku selalu menari di sini. Dan ini, ini tulisan Tuhan, aku minta tolong padaNya untuk mengirim surat padamu, yang telah mendengarkan keluhku selama ini. Aku tak akan marah-marah lagi padamu. Aku, sudah bersama ibu. Jaga dirimu, sahabat terkasihku..."
Dia memang aneh, Dia suka asik sendiri. Selalu memaki dalam isi suratnya. Memaki tentang seseorang, yang telah pergi mendahuluinya, seseorang yang di sayangnya. Ibunya.
Setiap malam dia pergi ke sebuah taman. Memberitahukan apa saja yang baru di pelajarinya dari sekolah. Bernyanyi, dia bernyanyi. Menulis, dia menulis. Menari, dia menari.
Setiap dua minggu menjelang, dia tumpahkan segala kekesalannya, pada ibunya, yang tak mau mendengarnya, yang tak mau membenarkan gerakan tarinya. Dia marah pada saya. Menumpahkan kesalnya pada saya.
Dan, sudah dua bulan ini saya tidak mendapat caciannya. Sudah dua kali saya mengirimkan balasan, namun tak ada jawaban.
Datanglah sebuah surat. Namun, bukan, bukan darinya.
Tidak bertinta merah, tapi biru.
Yaa, kali ini biru.
Dalam surat itu di tulis,"...ibu sudah mau mendengarku, ibu sudah mau membenarkan gerakan tariku. Aku selalu menari di sini. Dan ini, ini tulisan Tuhan, aku minta tolong padaNya untuk mengirim surat padamu, yang telah mendengarkan keluhku selama ini. Aku tak akan marah-marah lagi padamu. Aku, sudah bersama ibu. Jaga dirimu, sahabat terkasihku..."
Senin, Juli 27
Exploding Heart
Saya ingin berteriak! Berlari sekencang-kencangnya!
Memaki dan menyalahkan waktu, juga keadaan.
Enyahkan wajah menahan amarah itu! SAYA INGIN BISA MENGUNGKAPKAN, APA YANG SAYA RASAKAN!
Saya ingin bilang, saya tidak suka dengan ketidakjelasan! Segalanya kabur, maya, lebih baik hilang!
Saya kecewa, marah, dan bawa semua kawannya!
Tak ada yang tahu, bahwa kini saya tengah memanggil bayu, memintanya bawa serta saya pergi! Terbang jauh!
Dari segala kekecewaan...
Memaki dan menyalahkan waktu, juga keadaan.
Enyahkan wajah menahan amarah itu! SAYA INGIN BISA MENGUNGKAPKAN, APA YANG SAYA RASAKAN!
Saya ingin bilang, saya tidak suka dengan ketidakjelasan! Segalanya kabur, maya, lebih baik hilang!
Saya kecewa, marah, dan bawa semua kawannya!
Tak ada yang tahu, bahwa kini saya tengah memanggil bayu, memintanya bawa serta saya pergi! Terbang jauh!
Dari segala kekecewaan...
Jumat, Juli 24
Tentang Dua Puluh Enam
Saya sedang menulis,
Tentang hal yang terjadi di tanggal dua puluh enam,
Tentang yang saya rasakan setiap tanggal dua puluh enam,
Tentang kebiasaan kala tiba tanggal dua puluh enam.
Saya ingat dua enam itu sakral,
Ada yang mengatakan akan membimbing saya,
Ada yang berujar akan menjaga saya,
Di temaram malam berbalut mendung
Gerimis malu-malu turun dari kahyangan
Hanya ada hujan, dia dan saya.
Saya merasa harus bangun saat malam dua enam menjelang,
Saya ingin mengucapkan selamat datang,
di baluran purnama kesekian,
Saya merasa bingkisan sayang yang semakin menggunung harus segera di kirimkan.
Saya tak sabar,
Bila tiba tanggal dua enam, saya ingin memeluk seseorang,
Yang kala itu bilang," Kau amanah terbesar yang pernah ku emban..."
memorable...
Tentang hal yang terjadi di tanggal dua puluh enam,
Tentang yang saya rasakan setiap tanggal dua puluh enam,
Tentang kebiasaan kala tiba tanggal dua puluh enam.
Saya ingat dua enam itu sakral,
Ada yang mengatakan akan membimbing saya,
Ada yang berujar akan menjaga saya,
Di temaram malam berbalut mendung
Gerimis malu-malu turun dari kahyangan
Hanya ada hujan, dia dan saya.
Saya merasa harus bangun saat malam dua enam menjelang,
Saya ingin mengucapkan selamat datang,
di baluran purnama kesekian,
Saya merasa bingkisan sayang yang semakin menggunung harus segera di kirimkan.
Saya tak sabar,
Bila tiba tanggal dua enam, saya ingin memeluk seseorang,
Yang kala itu bilang," Kau amanah terbesar yang pernah ku emban..."
memorable...
Kamis, Juli 23
Minggu, Juli 19
Mc.Curly
Aku terbujuk
Aku terdiam
Tak heran,
aku ingin mengacuhkannya
tampaknya ia penghancur dunia nila
Aku terdiam
Tak heran,
aku ingin mengacuhkannya
tampaknya ia penghancur dunia nila
Minggu, Juli 12
Jurnal #2
Jumat, Juli 10
Hanya Satu 'J'
Ini adalah sebuah permintaan maaf dari hati yang khilaf:
Karena banyak membuatmu susah,
membuatmu selalu mengalah,
terlebih sering membuatmu marah...
Dan aku berterimakasih,
karena kau selalu membuat hari dalam hidupku indah,
karena telah membukakan mata pada realita,
selalu menganggap aku benar,
menjadi pria luar biasa yang pernah masuk dalam hidupku...
If your smile is the amazing things that I see...i know the beauty world holds for me...
Karena banyak membuatmu susah,
membuatmu selalu mengalah,
terlebih sering membuatmu marah...
Dan aku berterimakasih,
karena kau selalu membuat hari dalam hidupku indah,
karena telah membukakan mata pada realita,
selalu menganggap aku benar,
menjadi pria luar biasa yang pernah masuk dalam hidupku...
If your smile is the amazing things that I see...i know the beauty world holds for me...
Kamis, Juli 9
Potret Buram Yang Terlupa
Hampir sepuluh jam lebih aku menunggu. Bus-bus sudah berlalu lalang semenjak aku ada di halte ini. Bus pertama tadi pun telah kembali, si kondektur bertanya, "Eneng kok belum naik-naik?"
"Saya nunggu orang, pak."
"Oo, hati-hati copet, neng."
"Iya terimakasih, pak."
Berlalu, satu per satu segera berlalu. Beraktivitas kembali tanpa kenal waktu. Dan aku masih disini. Menunggu.
Dimana? Dimana kau? Kondektur itu begitu peduli padaku, menanyakan keadaanku yang tidak ia tahu kenapa. Tapi setidaknya ia mengkhawatirkanku, masih ada yang peduli padaku, pada orang asing.
Sudah hampir 10 jam aku di sini, senja segera menjelang. Begitu setianya aku? Hah! Tak berbalas. Tapi aku masih yakin kau datang.
Gerimis ini menandakan sudah akan malam. Seminggu ini setiap malam pasti hujan. Ya, memang, ini sudah pukul 8. Dan kau tak datang.
Apa artiku? Tak ada lagikah? Remehkah?
Baik, bila jam 9 kau tak kunjung menemuiku, ku ucapkan selamat tinggal.
"Saya nunggu orang, pak."
"Oo, hati-hati copet, neng."
"Iya terimakasih, pak."
Berlalu, satu per satu segera berlalu. Beraktivitas kembali tanpa kenal waktu. Dan aku masih disini. Menunggu.
Dimana? Dimana kau? Kondektur itu begitu peduli padaku, menanyakan keadaanku yang tidak ia tahu kenapa. Tapi setidaknya ia mengkhawatirkanku, masih ada yang peduli padaku, pada orang asing.
Sudah hampir 10 jam aku di sini, senja segera menjelang. Begitu setianya aku? Hah! Tak berbalas. Tapi aku masih yakin kau datang.
Gerimis ini menandakan sudah akan malam. Seminggu ini setiap malam pasti hujan. Ya, memang, ini sudah pukul 8. Dan kau tak datang.
Apa artiku? Tak ada lagikah? Remehkah?
Baik, bila jam 9 kau tak kunjung menemuiku, ku ucapkan selamat tinggal.
Rabu, Juli 8
Scary (killerjoe.net)
Online sampai mabok membuat mata saya hitam! Kayak pake eyeliner Cume, trus di cuci karena nggak PD! Tadinya berniat pngen kaya Emily, minimal mbak Paramore lah. Tapi eyeliner itu malah belepotan, karena ujungnya lancip. Perlu di ketahui, eyeliner itu BARU! Eh, di cuci malah mleber. Rawr!
Oke, kembali ke topik awal, fokus, jangan ingat memorabilia salep yang berkaitan dengan Cume. Semua gila.
Ceritanya, sebelum nyontreng tadi saya online fesbuk,ym,plurk,yahoo,twitter yaa, nah, tiba2 ada 'bip!' dari Ristaka Firnansyah.
Kami adalah teman sepermainan semasa SD, SMP tuh iyaa apah nggak yaa?Lupa! Di situ kita YM-an pake IMVironment, lucu, bisa ledek-ledekan sampe jempalitan, perlu di ketahui saya berada di lantai dua rumah saya. Nah, jempalitan itu cukup bikin pot-pot bunga di sekeliling pagar pembatas berjatuhan. Ya, ini bohong.
Si Tekok, begitu sapaan semasa kecilnya, memberi saya link dan mewajibkan saya untuk membukanya. Saya copy ke tab baru dan mem-paste nya, well, belum, masih loading, sambil buka plurk, sambil nunggu loadingnya, agak lama, sampai saya lupa ada link tadi, lalu saya membukanya.
Dan. .dan. .dan. .rraaaaawwwwrrr. .killerjoe.net busuk! Di situ ada gambar setan zombie apa lampir gitu! Yang jelas suaranya minta di bekep. Mukanya minta di tendang. Di situ setan busuk itu meringis. Dengan rambut riap-nya yang minta di jambak.
Asem, saya shock! Baru pernah buka site itu soalnya.
Mampus!
Sepertinya Tekok tau saya penakut. Dan kebetulan, saya sendirian di rumah. Di lantai dua pula. Gak bisa kabur kalo ada tuh setan beneran. Spontan nih kepala nengok ke belakang, ya, gak ada apa2.
Tapi, tapi saya sendirian di rumah. Oke, cerita2 tentang rumah berlantai dua yg angker menari2 jaipong di otak.
Orang yang salep bernama Tekok itu langsung saya kabari. Saya bilang,"haha,nggak nyeremin,wek. Orang udah denger suaranya duluan, baru liat gambarnya, eike udah tau kalo itu horor. ."
Padahal?
Ya, di sini saya ingin menyampaikan sebuah pengakuan pada Tekok. Bahwa sebenarnya saya tadi shock dan ketakutan. Dan janganlah anda jerumuskan saya ke website nista lagi. Ke website busuk yang berarti, membuat saya bermimpi buruk nanti malam.
Kini, hanya sugesti yang berarti. Agar saya tak memikirkan setan busuk itu.
Inilah, pengakuan dari saya, pada Ristaka, d*m you! Hah! *awas yaa..hahahaha*
* ^~^ *
Oke, kembali ke topik awal, fokus, jangan ingat memorabilia salep yang berkaitan dengan Cume. Semua gila.
Ceritanya, sebelum nyontreng tadi saya online fesbuk,ym,plurk,yahoo,twitter yaa, nah, tiba2 ada 'bip!' dari Ristaka Firnansyah.
Kami adalah teman sepermainan semasa SD, SMP tuh iyaa apah nggak yaa?Lupa! Di situ kita YM-an pake IMVironment, lucu, bisa ledek-ledekan sampe jempalitan, perlu di ketahui saya berada di lantai dua rumah saya. Nah, jempalitan itu cukup bikin pot-pot bunga di sekeliling pagar pembatas berjatuhan. Ya, ini bohong.
Si Tekok, begitu sapaan semasa kecilnya, memberi saya link dan mewajibkan saya untuk membukanya. Saya copy ke tab baru dan mem-paste nya, well, belum, masih loading, sambil buka plurk, sambil nunggu loadingnya, agak lama, sampai saya lupa ada link tadi, lalu saya membukanya.
Dan. .dan. .dan. .rraaaaawwwwrrr. .killerjoe.net busuk! Di situ ada gambar setan zombie apa lampir gitu! Yang jelas suaranya minta di bekep. Mukanya minta di tendang. Di situ setan busuk itu meringis. Dengan rambut riap-nya yang minta di jambak.
Asem, saya shock! Baru pernah buka site itu soalnya.
Mampus!
Sepertinya Tekok tau saya penakut. Dan kebetulan, saya sendirian di rumah. Di lantai dua pula. Gak bisa kabur kalo ada tuh setan beneran. Spontan nih kepala nengok ke belakang, ya, gak ada apa2.
Tapi, tapi saya sendirian di rumah. Oke, cerita2 tentang rumah berlantai dua yg angker menari2 jaipong di otak.
Orang yang salep bernama Tekok itu langsung saya kabari. Saya bilang,"haha,nggak nyeremin,wek. Orang udah denger suaranya duluan, baru liat gambarnya, eike udah tau kalo itu horor. ."
Padahal?
Ya, di sini saya ingin menyampaikan sebuah pengakuan pada Tekok. Bahwa sebenarnya saya tadi shock dan ketakutan. Dan janganlah anda jerumuskan saya ke website nista lagi. Ke website busuk yang berarti, membuat saya bermimpi buruk nanti malam.
Kini, hanya sugesti yang berarti. Agar saya tak memikirkan setan busuk itu.
Inilah, pengakuan dari saya, pada Ristaka, d*m you! Hah! *awas yaa..hahahaha*
* ^~^ *
Minggu, Juli 5
Minggu-minggu dan minggu
Menangis di kala menulis. Sedang terjadi. Sialnya ini terjadi saat ruang keluarga dipenuhi penghuninya.
Mengapa? Sekian lama tak ada aliran air di pelupuk mata ini. Ya, sedih. Memikirkan ayah dan ibu yang semakin renta saja. Mulai mengeluhkan sakit pada kaki mereka. Asam urat penyakit tua.
Merindukan teman-teman yang dulu bisa tertawa-tawa bahagia. Untuk yang satu ini, aku heran. Kami sekarang sudah jarang bersama. Itulah, mungkin, kami sedang meretas jalan masing-masing. Mencoba untuk mandiri menuju sukses. Semoga.
Nilai yang bikin penasaran. Ingin membantu ayah melalui nilai semester dua ini. Ayolah, aku butuh A itu… Aku butuh meningkatkan IP-ku. Ayah, doakan, semoga di lancarkan.
Ibu, ibu sedang menyetrika. Ibu terlihat lelah. Kasihan. Aku sudah membantunya mencuci pakaian tadi pagi. Ibu tak mau di bantu melicinkan pakaian :’(
Hmft, pelengkap hidup yang lagi jutek! Paling tidak suka:’&
Mengapa? Sekian lama tak ada aliran air di pelupuk mata ini. Ya, sedih. Memikirkan ayah dan ibu yang semakin renta saja. Mulai mengeluhkan sakit pada kaki mereka. Asam urat penyakit tua.
Merindukan teman-teman yang dulu bisa tertawa-tawa bahagia. Untuk yang satu ini, aku heran. Kami sekarang sudah jarang bersama. Itulah, mungkin, kami sedang meretas jalan masing-masing. Mencoba untuk mandiri menuju sukses. Semoga.
Nilai yang bikin penasaran. Ingin membantu ayah melalui nilai semester dua ini. Ayolah, aku butuh A itu… Aku butuh meningkatkan IP-ku. Ayah, doakan, semoga di lancarkan.
Ibu, ibu sedang menyetrika. Ibu terlihat lelah. Kasihan. Aku sudah membantunya mencuci pakaian tadi pagi. Ibu tak mau di bantu melicinkan pakaian :’(
Hmft, pelengkap hidup yang lagi jutek! Paling tidak suka:’&
Kamis, Juli 2
Selipan Ngilu
Jaga dirimu. Jaga hatimu. Segalanya akan baik-baik saja. Yah, akhir-akhir ini kita begitu dekat. Bukankah memang begitu? Kuharap sejauh apapun jarak yang merintangi segalanya tak akan berubah.
Entah bagaimana aku harus berkata pada sang lelaki pengejar ambisi, bahwa aku akan baik saja disini. Aku akan menjaga segala memorabilia yang telah terjadi. Terangkum dalam kuncup sanubari berbunyi,”hati-hati jaga hati…”
Entah bagaimana aku harus berkata pada sang lelaki pengejar ambisi, bahwa aku akan baik saja disini. Aku akan menjaga segala memorabilia yang telah terjadi. Terangkum dalam kuncup sanubari berbunyi,”hati-hati jaga hati…”
Rabu, Juni 10
Kisah Si Penjaga Panti
Ini kisah tentang penjaga panti asuhan yang punya pengharapan besar. Memelihara para penguasa laut dalam box aquarium yang indah. Tekadnya bulat, menuju toko ikan laut yang ia tahu, berada di tengah kota. Ya, toko dengan banyak aneka ikan laut. Display yang mengagumkan membuatnya semakin terdorong menciptakan aquarium serupa di rumahnya.
Namun sial baginya, ia tak tahu, toko itu membodohi khalayak awam. Ia yang memang tak tahu apa-apa menjadi korban kesekian. Mereka bilang mudah dan cepat untuk menciptakan display aqua yang indah. Namun kenyataannya, dua minggu para penguasa laut tak dapat bertahan dg sirkulasi yang buruk, dan ironisnya, si penjaga panti tak tahu kalau sirkulasi di dalam aqua itu buruk. Malang si penjaga panti asuhan. Ia di tipu mentah2. Astaga,mereka memang tega.
Hal ini di ketahui oleh sang raja laut, ia pernah mengalami hal serupa, namun dg ketelatenan "hunting" toko ikan, ia tertambat pada seorang penyelamat, saat ini sudah banyak uang ia korbankan dan semua tak sia-sia, berbuah manis.
Sang raja laut iba, ingin ia membisiki si penjaga panti agar mengikuti jejaknya. Kasihan, sudah berjuta2 uang ludes percuma, si penjaga panti hanya repot untuk sia-sia. Padahal, ia juga harus membiayai para anak panti, selain menjalankan apa yang telah menjadi passion-nya.
Si penjaga panti mendapatkan pesan ajakan dari sang raja laut, tapi ia telanjur sakit hati,"mungkin lain kali. ."batinnya tanpa membalas pesan sang raja laut yang tengah menyiapkan seorang penyelamat untuk si penjaga panti. Miris. Semangatnya hilang.
Sang raja laut bersabda, "kalaupun jodoh dg para penguasa laut, kau tak akan kemana. ."
Sabtu, Mei 23
Tangan yang Manis
Akan banyak kenangan tersimpan dalam memori yang penuh sesak ini. Berjejal diantara muatan-muatan yang saling timpa. Mereka-reka segala sesuatu yang akan terjadi.
Kasih, segala macam cara kucoba untuk menghalaunya, pikiran yang memunculkan kembali ketakutan berlebihan. Semoga apa yang kupikirkan ini, tidak menjadi sebuah adonan kue bolu yang nantinya bantat.
Hari itu terasa sangat panjang bila kuingat. Memorabilia saat sebuah tangan bertandang pada kepala yang bebal. Memberikan energi baru pada suatu kepercayaan yang sempat goyah. Pastinya moment itu akan menjadi bekas yang bahkan pemutih pun tak bisa menghilangkannya.
Satu hal yang dapat ku katakan, hati-hati dengan hati yang lain.
Kasih, segala macam cara kucoba untuk menghalaunya, pikiran yang memunculkan kembali ketakutan berlebihan. Semoga apa yang kupikirkan ini, tidak menjadi sebuah adonan kue bolu yang nantinya bantat.
Hari itu terasa sangat panjang bila kuingat. Memorabilia saat sebuah tangan bertandang pada kepala yang bebal. Memberikan energi baru pada suatu kepercayaan yang sempat goyah. Pastinya moment itu akan menjadi bekas yang bahkan pemutih pun tak bisa menghilangkannya.
Satu hal yang dapat ku katakan, hati-hati dengan hati yang lain.
Kamis, Mei 21
Radang Tenggorokan Perdana [ di Kostan]
Untuk pertama kalinya radang lagi setelah cukup lama berpisah dengan Ibu. Waw, super sekali radang ini. Aku di tuntut untuk kuat menghadapinya tanpa Ibu. Makan tak enak, sakit sekali tenggorokan ini. Tapi walau bagaimanapun, aku harus makan, dengan terpaksa dan tak menikmatinya. Untuk menghadapi aktivitas yang menuntut badan ekstra prima.
Andai saja Ibu sejenak saja ada di sini, pasti bubur sarapan pagi telah tersedia. Obat yang diminta dari budhe ada di atas meja sekaligus minuman untuk membantu menelan si pil kecil nan hebat. Tak ada masalah sepertinya bayangan itu, hanya harapan dan keinginan untuk segera sembuh.
Ya, sosok yang sangat berpengaruh pada hidupku. Yang selalu memprogramkan semuanya untuk kebutuhanku. Membatasi segala sesuatu yang mengarah padaku. Ibu, tak akan lekang dari segala tindak tandukku.
Akhirnya malam itu Ibu menelpon. Awalnya aku berjanji untuk tidak mengatakan radang-ku ini padanya. Namun setelah muncul pernyataan, “Radang-mu gimana? Nggak kambuh kan di situ?”. Tangisku pecah. Pertahanan akan janjiku di awal tadi runtuh. Aku akhirnya bilang pada Ibu, ”Udah dua hari tenggorokan sakit banget. Nggak enak ma’em, Bu…”
“Kenapa nggak bilang, go Ir? Ke dokter, ya? Tak telponin mas Agung…” suara Ibu yang terdengar tetap tenang walau aku tahu, perasaannya pasti cemas.
“Rumah mas Agung jauh. Nanti ngerepotin, nggak mau.”
“Kalo kayak gitu terus kapan bisa makan enak?”
“Kalo udah sembuh…”sesenggukan akhirnya mewarnai pecakapan ini.
“Ibu tuh tau kamu sakit. Kerasa. Nggak usah di sembunyiin. Manut, yaa…”
“Aku ke dokter sendiri aja, yaa…”
“Yaa udah, kamu bilang mau ke dokter sendiri Ibu tau nggak bakal…”
“Pengen Ibu aja…”
“Iyaa, sekarang mimi susu, istirahat. Ora usah kelayaban…”
“Iyaa…”
“Assalamu’alaikum. Take care…”
“Kumsalam…”
Dan tekadku bulat untuk pulang dalam minggu ini. Setelah percakapan telepon itu. Ibu menjadi satu-satunya tujuanku.
Andai saja Ibu sejenak saja ada di sini, pasti bubur sarapan pagi telah tersedia. Obat yang diminta dari budhe ada di atas meja sekaligus minuman untuk membantu menelan si pil kecil nan hebat. Tak ada masalah sepertinya bayangan itu, hanya harapan dan keinginan untuk segera sembuh.
Ya, sosok yang sangat berpengaruh pada hidupku. Yang selalu memprogramkan semuanya untuk kebutuhanku. Membatasi segala sesuatu yang mengarah padaku. Ibu, tak akan lekang dari segala tindak tandukku.
Akhirnya malam itu Ibu menelpon. Awalnya aku berjanji untuk tidak mengatakan radang-ku ini padanya. Namun setelah muncul pernyataan, “Radang-mu gimana? Nggak kambuh kan di situ?”. Tangisku pecah. Pertahanan akan janjiku di awal tadi runtuh. Aku akhirnya bilang pada Ibu, ”Udah dua hari tenggorokan sakit banget. Nggak enak ma’em, Bu…”
“Kenapa nggak bilang, go Ir? Ke dokter, ya? Tak telponin mas Agung…” suara Ibu yang terdengar tetap tenang walau aku tahu, perasaannya pasti cemas.
“Rumah mas Agung jauh. Nanti ngerepotin, nggak mau.”
“Kalo kayak gitu terus kapan bisa makan enak?”
“Kalo udah sembuh…”sesenggukan akhirnya mewarnai pecakapan ini.
“Ibu tuh tau kamu sakit. Kerasa. Nggak usah di sembunyiin. Manut, yaa…”
“Aku ke dokter sendiri aja, yaa…”
“Yaa udah, kamu bilang mau ke dokter sendiri Ibu tau nggak bakal…”
“Pengen Ibu aja…”
“Iyaa, sekarang mimi susu, istirahat. Ora usah kelayaban…”
“Iyaa…”
“Assalamu’alaikum. Take care…”
“Kumsalam…”
Dan tekadku bulat untuk pulang dalam minggu ini. Setelah percakapan telepon itu. Ibu menjadi satu-satunya tujuanku.
Minggu, Mei 17
Mimpi sang Pemuja
Inilah apa yg kemudian disebut mimpi. Tak selamanya pemuja bisa mendapatkan apa yang di harapkannya. Terkadang begitu sulit diserap nalar, kala apa yg diperbuat terbang, terbawa bayu.
Kasihan memang nasib pemuja yang tak pernah tahu, bahwa segalanya tak berbalas.
Ia tak pernah sadar, bahwa ada orang lain yang jauh lebih pantas di rindukan sang terpuja. Padahal selama ini, ia berharap begitu banyak. Bila tahu kenyataan, pastilah ia akan menelan sejuta kepahitan yang tiba2 hadir menggelayut.
Jangan kau bilang padanya, bahwa si pemuja, kelak, benar2 tak akan mendapatkan apa-apa, termasuk cinta dan rindu dari sang terpuja.
Aku takut ia kecewa.
Aku takut ia tak bisa menghadiri pagi dg senyum bahagia seperti biasa. Satu-satunya yang terbaik adalah membiarkannya tersenyum setiap pagi,tanpa ia tahu kepahitan yang harus di hadapi.
Jahat memang,
tapi aku hanya ingin menilik senyum yg tak ingin dilukai mimpi tak terwujud.
Tetaplah tersenyum, wahai sang pemuja...
Kasihan memang nasib pemuja yang tak pernah tahu, bahwa segalanya tak berbalas.
Ia tak pernah sadar, bahwa ada orang lain yang jauh lebih pantas di rindukan sang terpuja. Padahal selama ini, ia berharap begitu banyak. Bila tahu kenyataan, pastilah ia akan menelan sejuta kepahitan yang tiba2 hadir menggelayut.
Jangan kau bilang padanya, bahwa si pemuja, kelak, benar2 tak akan mendapatkan apa-apa, termasuk cinta dan rindu dari sang terpuja.
Aku takut ia kecewa.
Aku takut ia tak bisa menghadiri pagi dg senyum bahagia seperti biasa. Satu-satunya yang terbaik adalah membiarkannya tersenyum setiap pagi,tanpa ia tahu kepahitan yang harus di hadapi.
Jahat memang,
tapi aku hanya ingin menilik senyum yg tak ingin dilukai mimpi tak terwujud.
Tetaplah tersenyum, wahai sang pemuja...
miss her so much!
Bund,saat sakit ini harus kutanggung sendiri,ingin sekali ada di pelukmu.
Merasakan hangatmu yang menyembuhkan.
Jauh kau disana.
Bund,kemarilah.
Aku rindu.
Aku sakit.
Tak tahu harus minum obat apa?
Meraung sendiri tanpa belaianmu.
Menangis antara sakit dan rindu.
Kau yang kubutuhkan saat ini, hilangkan semua perih.
Miss u, mum. .
Merasakan hangatmu yang menyembuhkan.
Jauh kau disana.
Bund,kemarilah.
Aku rindu.
Aku sakit.
Tak tahu harus minum obat apa?
Meraung sendiri tanpa belaianmu.
Menangis antara sakit dan rindu.
Kau yang kubutuhkan saat ini, hilangkan semua perih.
Miss u, mum. .
Senin, Mei 4
Ketika
Orang itu, semacam senja menjelang kumandang kalam, menjemput petang dan perlahan tergantikan, ia tak bisa di gambarkan dengan memori cetak dalam album, ia tak suka dengan itu, ia hangat dan lembut, tapi berkedok masa bodoh dan acuh…
Permata lazuardi, biru indah itu melekat pada matanya. Sejuk menatapnya di antara kumpulan makhluk lain. Tiap geliatnya menajamkan indera penglihatan kabur ini. Bersamanya, rasanya begitu sempurna. Tak ingin ada akhir walau bermula dengan sederhana. Ya, cepat memang…
Entahlah. Sejenak kurenungkan ini, namun tertambat pada satu pikiran aneh
Tak pantas dan meragu,
When you're gone
The pieces of my heart are missing you
When you're gone
The face I came to know is missing too
When you're gone
The words I need to hear to always get me through the day and make it ok
I miss you
I've never felt this way before
Everything that I do reminds me of you
And the clothes you left, they lie on the floor
And they smell just like you, I love the things that you do
Hey, kau, atau apapun namamu… Mengingatmu bagai kidung senja tak berujung. Merinaikan makna puisi rindu yang teramat dalam. Berjalan ringkih di tengah rasa yang semakin menghujam. Tak cukup siap untuk menghadapi segala sesuatu yang mungkin terjadi,
Terseok oleh cemas membelukar,
When you’re gone…yang tak terbayangkan
Permata lazuardi, biru indah itu melekat pada matanya. Sejuk menatapnya di antara kumpulan makhluk lain. Tiap geliatnya menajamkan indera penglihatan kabur ini. Bersamanya, rasanya begitu sempurna. Tak ingin ada akhir walau bermula dengan sederhana. Ya, cepat memang…
Entahlah. Sejenak kurenungkan ini, namun tertambat pada satu pikiran aneh
Tak pantas dan meragu,
When you're gone
The pieces of my heart are missing you
When you're gone
The face I came to know is missing too
When you're gone
The words I need to hear to always get me through the day and make it ok
I miss you
I've never felt this way before
Everything that I do reminds me of you
And the clothes you left, they lie on the floor
And they smell just like you, I love the things that you do
Hey, kau, atau apapun namamu… Mengingatmu bagai kidung senja tak berujung. Merinaikan makna puisi rindu yang teramat dalam. Berjalan ringkih di tengah rasa yang semakin menghujam. Tak cukup siap untuk menghadapi segala sesuatu yang mungkin terjadi,
Terseok oleh cemas membelukar,
When you’re gone…yang tak terbayangkan
Senin, April 27
Euforia Lusa Malam
Euforia itu masih ada. Dan mengerikan.
Derik kunci tiap saat kini selalu terdengar. Dalam bunyinya terhembus hawa kecurigaan. Sampai kini. Sampai kapan?
Ngeri. Dulunya terasa damai. Pintu terbuka menjadi tanda si penghuni tengah menikmati kebersamaan di layar terpaku tengah ruangan atau membersihkan diri dari kuman-kuman aktivitas...
Sekarang, kunci-kunci tergeletak pasrah di atas meja. Melihat ke utara hawa lengang menusuk. Sampai kapan?
Entahlah. Merasa sedih. Berbeda dan aneh.
Knop pintu berbunyi, selanjutnya, kunci berderik.
Kunci berderik, knop pintu berbunyi, kunci berderik lagi.
Miris.
purnama yang tak biasa
Malam ini purnama keenam. Tak hanya gerimis namun hujan deras mengguyur. Kecewanya, aku sempat lupa, bila tak melihat kemasan getuk trio yang ada di meja makan kost. Di situ tertulis “dibuat hari ini tgl 26…” hati langsung meringis miris.
Aaaaahhh..hanya bisa melenguh panjang. Kecewa. Iya, karena tak seperti purnama-purnama yang lalu. Selalu terbangun di tengah malam menjelang purnama kesekian.
Bukan karena aku total lupa, sayang. Karena pikiranku tertuju pada kejadian di malam sebelum purnama ke enam menjemput. Sampai dini hari di kitari oleh bapak-bapak berseragam coklat muda coklat tua. Di interogasi tentang banyak hal. Demi kebaikan dan ketenangan semua penghuni kostan yang kecurian, hal ini harus dilakukan. Fokus pada kegiatan yang baru bisa di katakan selesai saat pagi menjelang subuh.
Namun aku masih kecewa pada diri sendiri. Tak seperti biasa, di dini hari yang dingin mengucap, “Sampai jumpa di purnama selanjutnya…”
Selamat purnama ke-enam, Poo…
Dan...sampai jumpa di purnama ke-tujuh.
Aaaaahhh..hanya bisa melenguh panjang. Kecewa. Iya, karena tak seperti purnama-purnama yang lalu. Selalu terbangun di tengah malam menjelang purnama kesekian.
Bukan karena aku total lupa, sayang. Karena pikiranku tertuju pada kejadian di malam sebelum purnama ke enam menjemput. Sampai dini hari di kitari oleh bapak-bapak berseragam coklat muda coklat tua. Di interogasi tentang banyak hal. Demi kebaikan dan ketenangan semua penghuni kostan yang kecurian, hal ini harus dilakukan. Fokus pada kegiatan yang baru bisa di katakan selesai saat pagi menjelang subuh.
Namun aku masih kecewa pada diri sendiri. Tak seperti biasa, di dini hari yang dingin mengucap, “Sampai jumpa di purnama selanjutnya…”
Selamat purnama ke-enam, Poo…
Dan...sampai jumpa di purnama ke-tujuh.
Minggu, April 19
Pilihannya: (akhirnya) Pohon
Guyuran hujan dan sambaran petir mengintai di pekan yang panjang. Wanita itu tengah duduk di beranda, mengenakan baju hangat dan syal penutup leher. Tercenung memandang awan berarak hitam.
Ia teringat akan satu peristiwa yang menjadi memorabilia klasik, saat berpapasan dengan si pria, dan mendapat ceracau tak sedap. Larangan akan segala sesuatu terlontar. Sebenarnya ini hidup siapa? Mengapa ia mengambil alih kuasa.
Hujan semakin deras. Lamunan si wanita masih berlanjut,
Setelah pengekang di lepas, semua lantas jelas. Hidup yang kembali bebas, tak ada yang menjajah.
Tatkala beberapa waktu kemudian, akhirnya pertemuan dg hati istimewa itu datang, di sela hingar bingar gemerlap konser, ia tahu, kemana selanjutnya kasih akan terpaut. Kenyamanan dan kehangatan yg hati istimewa itu beri, aaaaahhh, terasa mewah walau di ungkap dengan sederhana.
Layar menyala, lampu temaram, dan panggung meriah adalah awal dimana si hati istimewa itu mulai mengusik.
Hujan ini juga membawa kembali kenangan. Antara wanita, si hati istimewa dan pohon sebagai pilihan. Pohon tetap kokoh berdiri meski angin, panas, ataupun musim semi mencoba mengikisnya.
Dan si wanita bahagia, saat hati istimewa berkata, 'aku akan jadi pohon!'
Ia tersadar dari lamun lalu.
Wanita di hujan hitam itu membentuk dua lesung pipit di wajahnya. Tanda ia bahagia mendengar proklamasi pohon saat itu. Dan ia berjanji dalam hati, ia akan selalu menjadi tanah tempat dimana pohon itu berada.
Si wanita membetulkan letak syal nya. Ia mulai kedinginan. Masuklah ia ke gubuk, dan berharap secepatnya dapat memeluk sang proklamator pohon.
Ia teringat akan satu peristiwa yang menjadi memorabilia klasik, saat berpapasan dengan si pria, dan mendapat ceracau tak sedap. Larangan akan segala sesuatu terlontar. Sebenarnya ini hidup siapa? Mengapa ia mengambil alih kuasa.
Hujan semakin deras. Lamunan si wanita masih berlanjut,
Setelah pengekang di lepas, semua lantas jelas. Hidup yang kembali bebas, tak ada yang menjajah.
Tatkala beberapa waktu kemudian, akhirnya pertemuan dg hati istimewa itu datang, di sela hingar bingar gemerlap konser, ia tahu, kemana selanjutnya kasih akan terpaut. Kenyamanan dan kehangatan yg hati istimewa itu beri, aaaaahhh, terasa mewah walau di ungkap dengan sederhana.
Layar menyala, lampu temaram, dan panggung meriah adalah awal dimana si hati istimewa itu mulai mengusik.
Hujan ini juga membawa kembali kenangan. Antara wanita, si hati istimewa dan pohon sebagai pilihan. Pohon tetap kokoh berdiri meski angin, panas, ataupun musim semi mencoba mengikisnya.
Dan si wanita bahagia, saat hati istimewa berkata, 'aku akan jadi pohon!'
Ia tersadar dari lamun lalu.
Wanita di hujan hitam itu membentuk dua lesung pipit di wajahnya. Tanda ia bahagia mendengar proklamasi pohon saat itu. Dan ia berjanji dalam hati, ia akan selalu menjadi tanah tempat dimana pohon itu berada.
Si wanita membetulkan letak syal nya. Ia mulai kedinginan. Masuklah ia ke gubuk, dan berharap secepatnya dapat memeluk sang proklamator pohon.
Sabtu, April 18
Jurnal
Di daulat tak bisa, tetapi kuyakin dengan sisa tenaga yang ada.
Terjerembab di tempat yang sama, namun mencoba tak mengulangi untuk yang ketiga kalinya.
Otak bebal dengan segala muatan konyol tak berbentuk, semoga bisa segera berfungsi.
Malam yang tak bergairah, menjelajah pun tak cukup menggugah.
Malaikat malam yang tak kunjung datang meninabobokan dari segala penat hari ini, cukup sudah.
Ratuku tergeletak dengan pasrah dalam balutan kain rajutan bunga, mengeluh kedinginan.
Ceracau berkurang satu, ia tak berani pulang kandang.
Mengingat alur cerita seorang ayah yang dipisahkan dengan anaknya, si anak yang terpilih untuk jadi juru selamat di masa mendatang, alien membawanya pergi. Walau absurd, aku tetap menangis. Terasa indah.
Ingin menyampaikan pada malam, "sudah lama, aku merindumu..."
Terjerembab di tempat yang sama, namun mencoba tak mengulangi untuk yang ketiga kalinya.
Otak bebal dengan segala muatan konyol tak berbentuk, semoga bisa segera berfungsi.
Malam yang tak bergairah, menjelajah pun tak cukup menggugah.
Malaikat malam yang tak kunjung datang meninabobokan dari segala penat hari ini, cukup sudah.
Ratuku tergeletak dengan pasrah dalam balutan kain rajutan bunga, mengeluh kedinginan.
Ceracau berkurang satu, ia tak berani pulang kandang.
Mengingat alur cerita seorang ayah yang dipisahkan dengan anaknya, si anak yang terpilih untuk jadi juru selamat di masa mendatang, alien membawanya pergi. Walau absurd, aku tetap menangis. Terasa indah.
Ingin menyampaikan pada malam, "sudah lama, aku merindumu..."
Jumat, April 17
------------
Rasa ini seperti saat Suryo berkata tak akan lama lagi ada di kos damai ini. Seperti saat tahu Difta kesetrum di terminalnya sendiri. Saat harus menerima segala tuduhan yang ditimpakan. Saat bermain ke distro Bokiek dan mendapati milkshake strawberry terasa tak enak dan tahu hanya tinggal tersisa voucher 5 jam untuk akses internet.
Saat tahu esok akan kembali. Dan berharap tuk di sambut. "Selamat datang, buah hatiku..."
Saat tahu esok akan kembali. Dan berharap tuk di sambut. "Selamat datang, buah hatiku..."
Kamis, April 2
17:12
Sore tadi baru melalui perjalanan di bawah rintik hujan. Melalui kota Jogja yang panas di siang hari. Singgah di sebuah angkringan yang terkenal di dekat stasiun.
Seorang anak kecil menghampiriku, seketika bernyanyi kala hanya berjarak beberapa meter saja dari bengku reyot yang ku duduki. “Hai, gadisku yang cantik, coba lihat aku disini, disini ada aku yang suka padamu…” membuatku geser-geser dari tempat duduk menghindari cipratan hujan dari mulut bocah itu. Dia muncrat! Oh, God!
Dan, di tiap akhir bait lagunya, si bocah tengil itu menambahkan kata, “auw..auw..” menjadi, “Jangan jangan kau menolak cintaku…auw..auw… Jangan jangan kau hancurkan hatiku… Ku yang s’lalu setia menunggu, untuk bilang I Love U padamu auw..auw..auw...auw…” *di lirik terakhir ‘auw’-nya menjadi bertambah banyak*
Bocah yang lincah. Sudah diberi upah atas jasanya menghibur, dia menawarkan sebuah permainan. Permainan kait besi. Entahlah apa namanya itu. Katanya, “kalau Mbak bisa misahin besi yang gandheng ini, tapi jangan dipaksa, berarti Mbak pinter…” *sambil mempraktekan *
Merasa tertantang kucoba mengambil dua besi yang terkait itu dari tangan si bocah dan mencoba melepaskan kaitannya. Oh, susah sekali! Mengapa bocah itu dengan mudahnya memisahkan dua besi ini? Terus ku mencoba sampai si bocah berkata,”jangan dipaksa Mbak kalo nggak bisa,” Empfh, mau di letakkan dimana muka-ku ini. Malu!
Aku menyerah! Kemudian bertanya pada si bocah,
“Sekolah dimana, Dek?”
Ia menjawab dengan santai *masih memegang permainan yang membuatku malu tadi* “Nggak sekolah, Mbak..”
“Kenapa? Umurmu berapa?”
“Yo ndak papa, sepuluh tahun, Mbak…”masih terus memamerkan kecanggihannya memisahkan kaitan dua besi yang tersambung tadi.
Susu jahe hangatku telah terbungkus plastik. Siap dibawa pulang. Aku membungkus karena hari semakin mendekati maghrib. “Ayok, dek! Duluan…”
“Monggo, Mbak…” sambil menguntit di belakang kami, hingga kami memasuki mobil. Ia melambaikan tangannya dan berkata, “Hati-hati, Mbak!”
Bocah kecil malang yang bersemangat.
Seorang anak kecil menghampiriku, seketika bernyanyi kala hanya berjarak beberapa meter saja dari bengku reyot yang ku duduki. “Hai, gadisku yang cantik, coba lihat aku disini, disini ada aku yang suka padamu…” membuatku geser-geser dari tempat duduk menghindari cipratan hujan dari mulut bocah itu. Dia muncrat! Oh, God!
Dan, di tiap akhir bait lagunya, si bocah tengil itu menambahkan kata, “auw..auw..” menjadi, “Jangan jangan kau menolak cintaku…auw..auw… Jangan jangan kau hancurkan hatiku… Ku yang s’lalu setia menunggu, untuk bilang I Love U padamu auw..auw..auw...auw…” *di lirik terakhir ‘auw’-nya menjadi bertambah banyak*
Bocah yang lincah. Sudah diberi upah atas jasanya menghibur, dia menawarkan sebuah permainan. Permainan kait besi. Entahlah apa namanya itu. Katanya, “kalau Mbak bisa misahin besi yang gandheng ini, tapi jangan dipaksa, berarti Mbak pinter…” *sambil mempraktekan *
Merasa tertantang kucoba mengambil dua besi yang terkait itu dari tangan si bocah dan mencoba melepaskan kaitannya. Oh, susah sekali! Mengapa bocah itu dengan mudahnya memisahkan dua besi ini? Terus ku mencoba sampai si bocah berkata,”jangan dipaksa Mbak kalo nggak bisa,” Empfh, mau di letakkan dimana muka-ku ini. Malu!
Aku menyerah! Kemudian bertanya pada si bocah,
“Sekolah dimana, Dek?”
Ia menjawab dengan santai *masih memegang permainan yang membuatku malu tadi* “Nggak sekolah, Mbak..”
“Kenapa? Umurmu berapa?”
“Yo ndak papa, sepuluh tahun, Mbak…”masih terus memamerkan kecanggihannya memisahkan kaitan dua besi yang tersambung tadi.
Susu jahe hangatku telah terbungkus plastik. Siap dibawa pulang. Aku membungkus karena hari semakin mendekati maghrib. “Ayok, dek! Duluan…”
“Monggo, Mbak…” sambil menguntit di belakang kami, hingga kami memasuki mobil. Ia melambaikan tangannya dan berkata, “Hati-hati, Mbak!”
Bocah kecil malang yang bersemangat.
Cerita di Purnama Kelima
Kebimbangan itu sempat menerpa. Menggelayut kala lelaki pemanis sukma melantunkan kalam. Terdengar bagai ayat Tuhan tentang usaha dan cinta dua anak manusia. Duduk bersisihan di bawah guyuran gerimis. Memandang tanah lapang dan gambaran istana.
Sempat pula air mutiara ini jatuh, antara bimbang dan terharu. Antara lelaki pemanis sukma dan masa lalu tanpa cahaya.
Lelaki pemanis sukma mampu membacanya. Ia meyakinkan sungguh-sungguh.
“Apalagi yang kau ragukan wahai baiduri biru? ”
“Aku masih takut,”
Lelaki pemanis sukma itu terus meyakinkan. Hingga sampai pada suatu kepercayaan. Tak seketika namun melalui berbagai lantun syahdu peyakin hati.
Ia mampu! Ia bisa membuka hati ini, percuma mengharap masa lalu tanpa cahaya, ia sudah lesap, meresap ditelan tanah bau basah.
Akhirnya, di tengah-tengah lagu cinta yang masih misteri,
“bimbing aku, menjalani hari bersamamu…”
Dan sekarang, sampai pada purnama kelima, lelaki pemanis sukma masih ada. Ia tak seperti masa lalu tanpa cahaya. Berbeda!
Sempat pula air mutiara ini jatuh, antara bimbang dan terharu. Antara lelaki pemanis sukma dan masa lalu tanpa cahaya.
Lelaki pemanis sukma mampu membacanya. Ia meyakinkan sungguh-sungguh.
“Apalagi yang kau ragukan wahai baiduri biru? ”
“Aku masih takut,”
Lelaki pemanis sukma itu terus meyakinkan. Hingga sampai pada suatu kepercayaan. Tak seketika namun melalui berbagai lantun syahdu peyakin hati.
Ia mampu! Ia bisa membuka hati ini, percuma mengharap masa lalu tanpa cahaya, ia sudah lesap, meresap ditelan tanah bau basah.
Akhirnya, di tengah-tengah lagu cinta yang masih misteri,
“bimbing aku, menjalani hari bersamamu…”
Dan sekarang, sampai pada purnama kelima, lelaki pemanis sukma masih ada. Ia tak seperti masa lalu tanpa cahaya. Berbeda!
Rabu, Maret 25
Ratu Merah Hati
Tiga lampu menghadang di perjalananku kala itu, menyaksikan sosok ringkih yang telah dimakan masa. Meminta-minta dengan paras memelas. Hujan mengguyur tak memupus harapannya untuk dapat makan hari itu. Ia sepantaran dengan bunda kira-kira. Aku terhenyak.
Bunda pernah berkata padaku,”Bagaimana bila aku tua nanti? Apakah kau mau mengurusiku, nak?”
Gerangan apa yang membuat beliau berkata demikian. Ia membuatku berprasangka. Aku menjawab,”Ibu ngomong apa si? Ngaco. Ya mau laahh.”
“Dengan tenagaku yang telah terkikis, yang tak bisa mengambilkanmu nasi satu setengah centong lagi, yang tak sanggup lagi mengurusimu. Apa kau masih mau?” bunda menangis, aku jarang melihatnya selemah itu. Biasanya beliau sosok yang kuat, atau itu artinya kuat memendam perasaan yang baru saja disampaikan?
“Bun, apapun yang terjadi padamu, kau tetap ibuku. Yang mengandungku dan menjagaku hingga sekarang. Bersama ayah yang memang tak pernah menjangkau kami tiap waktu. Kami sayang kalian. Kulakukan segalanya untukmu. Aku baru pernah melihatmu selemah ini. Tanpa diminta tanpa ditanya, aku akan melakukannya.”
Itulah pertama kalinya bunda menceritakan kegelisahannya padaku. Saat beliau bertanya demikian, aku berusaha tuk meyakinkannya, menghilangkan segala kegelisahan yang dirasa. Setelah itu, aku menangis, tanpanya tentu.
Ketakutan Ratu-ku, baru saja diceritakan.
Aku menyayangi Ratu Merah Hatiku itu. Ia hidup, nafas dan peninabobok handal kala malam.
Kamis, Maret 19
Lagi...sebelum bulan kelima...
Ini tentang si pemberi inspirasi. Lagu cintanya yang tak terlalu terdengar hingga musim ini. Musim yang terhampar bunga sebagai penghias bumi, sayang bila dipijak.
Harum segar baunya yang setiap saat merebak tiap kali kudekat dengannya, si pemberi inspirasi. Belajar banyak tentang kehidupan bukan lewat bisikan, tapi kata-kata yang lugas. Yang tak manja namun selalu manis.
Seperti saat ia meninggalkan jejak tapak kaki di rumah bening ini, bau parfum yang segera hilang membuatku takut. Bagaimana bila aku tak hanya sekedar kehilangan bau parfumnya? Bila tak lagi mendapat hal manis di jarang waktu? Yang tak pernah disangka.
Selama kurang dari setahun ini, ia telah mengajariku banyak hal. Bagai seorang ayah yang mendampingi anaknya hingga pandai berjalan. Dari merangkak hingga terjatuh saat berusaha berdiri.
Ia menemukanku saat merasa tak ada lagi yang patut di jadikan sangga tuk bertahan.
Aku mulai khawatir T.T
Aku baru mendengar hal itu beberapa waktu lalu. Di mana ia harus menempuh ujian dan coba di saat yang telah ditentukan. Si pemberi inspirasi itu, akan pergi cukup lama.
Sesuatu itu begitu menyesakkan “Lagi-lagi ketakutan lama,” sabdanya
Ini memang ketakutan.
Aku berlari.
Hamparan musim semi penuh bunga kini tak terlalu mencuri perhatianku lagi.
Si pemberi inspirasi adalah hari. Esok ia pun tetap hari. Lusa ia tetap menjadi hari. Menghitung waktu hingga coba dan uji menjadi saat yang dinantikan, berurusan dengan semua orang dan rutinitas. Aku tak takut ia terlarut dalam rutinitas, aku takut ia luruh bersama musim semi lain.
Senin, Maret 16
Rest In Peace #2
Desperado Cinta Yang Hilang
Kebencian ini terus merasuki rongga dada. Aku dipaksa tuk melampiaskannya. Tapi aku takut menyesal, takut sekali. Maka itu aku berpikir, panjang. Hingga aku lupa bagaimana cara menunjukan amarahku, karena sekali lagi aku takut menyesal. Lebih baik memendamnya, pikirku. Tapi hanya menjadi bom waktu, sia-sia. Suatu saat pasti meledak, bukan?
Namun, aku tetap takut menyesal. Aku takut menunjukan amarah. Ia senantiasa tersimpan di dalam sini, meletup-letup ingin keluar. Seperti seorang ibu yang merasakan tendangan sang bayi dalam kandungan, ingin menjebol lapisan-lapisan perut.
Lalu bagaimana sekarang?
Akhirnya, aku akan tetap menahannya.
Hingga waktu yang entah. Selama aku bisa, kataku.
To Duble Sista
“tetap semangat!”
Namun, aku tetap takut menyesal. Aku takut menunjukan amarah. Ia senantiasa tersimpan di dalam sini, meletup-letup ingin keluar. Seperti seorang ibu yang merasakan tendangan sang bayi dalam kandungan, ingin menjebol lapisan-lapisan perut.
Lalu bagaimana sekarang?
Akhirnya, aku akan tetap menahannya.
Hingga waktu yang entah. Selama aku bisa, kataku.
To Duble Sista
“tetap semangat!”
Sabtu, Maret 14
Rest In Peace
Berita Duka
Telah meninggal dengan tenang :
IWIK KYAN GIE ( IWIK )
Sabtu dini hari, pukul 01:10 WII
(Waktu Indonesia Ikan)
Meninggalkan pelet-pelet kesukaannya di dalam akuarium
Semoga Iwik di terima di sisi-Nya,
atas kebaikan-nya menemani di kala kesepian…
Keluarga yang Berduka
Maya Kyan Gie
*hiks…hiksss*
Lelayu
Telah di panggil Tuhan dengan tenang
IWAK HYA GYO ( IWAK )
Sabtu Pagi, pukul 06:15 WII
(Waktu Indonesia Ikan)
Semoga kenakalannya terhadap Iwik dan Nemowati di ampuni Allah S.W.T
Amien…
Ermaya Maya,
and Fams
Kamis, Maret 12
PinguItuuuuu
Pingu itu dia.
Punya nama kebarat-baratan tapi wajah ketimur-timuran.
Wibawa yang melekat erat pada wajahnya, tak bisa terpisahkan.
Gelak tawanya yang menggelegar, senang bila mendengarnya.
Pingu itu dia.
Yang tak pernah membisik,
tapi mengusik.
Yang selalu saja kubuat terusik.
Suka musik berisik.
Pingu itu dia.
Yang memberi warna terhitung dari Minggu gerimis itu.
Dan aku ingin dia mengulanginya lagi.
Di tempat yang sama.
Di angka yang sama.
Dua Puluh Enam.
SenyumSenyumSenyumUntukPingu
Pingu-pun punya akuarium. Besar sekali. Enam puluh senti. Kemarin aku diajak melihat ikan-ikan di dalamnya. Seperti dunia ikan. Semua teman Nemowati ada di situ. Menakjubkan! Ada belut, ada terumbu karang, seperti sea world. Pingu memang perfeksionis sekali. Ia jadikan akuarium itu sama seperti tempat tinggal para penghuni di dalamnya.
Namun beberapa hari ini, ia mengeluhkan ikan-ikan sea world nya yang satu per satu mati. Kasihan oh kasihan. Pingu yang sabar yah. Mereka masih belajar beradaptasi. Menyusun paradigma di dalam. Berlatih me-metateorikan. Pokoknya intinya adaptasi lah, Pingu! Oke..oke..
Namun beberapa hari ini, ia mengeluhkan ikan-ikan sea world nya yang satu per satu mati. Kasihan oh kasihan. Pingu yang sabar yah. Mereka masih belajar beradaptasi. Menyusun paradigma di dalam. Berlatih me-metateorikan. Pokoknya intinya adaptasi lah, Pingu! Oke..oke..
KisahSangPenjemputMimpi
Tak bisa di jelaskan, seperti apa wajah sang wanita penjemput mimpi yang kutemui di senja Februari. Ia menunduk diam dengan kegalauan yang ia simpan dalam-dalam. Wanita itu kebingungan. Parasnya memancarkan kilau hatinya yang bimbang.
Selalu bertanya, kemana pria-ku? Mengapa ia pergi? Apakah ia tak tahu aku begitu merindunya? Bagaimana perasaannya padaku? Jadi ia anggap apa selama ini perjalanan yang begitu berkelok dilalui, begitu mudah ia tinggalkan.
Wanita itu akhirnya menangis. Melegakan hati yang miris akan kerinduannya pada sang pria. Ia terpuruk, namun ia segera bangkit. Untuk apa? Untuk menjemput mimpinya yang terhambat oleh pria pesakitan. Pria yang telah lama ia kurung dalam bongkahan kristal hati.
“Selamat tinggal keterpurukan…” ujarnya dengan senyum mengembang.
Selasa, Maret 3
WelcomeNemowati
Selamat datang Nemo-ku, selamat datang dua biru keunguan-ku di akuarium empat puluh senti dengan sirkulasi yang sudah dirasa baik. Aku akan menjaga kalian, meninabobokan kalian, dan tak akan seperti Ghia yang mencabut gelembung oksigen dari akuarium bulat bersinar.
Kalian sungguh menakjubkan. Terimakasih, Pingu. Berkat kau angan-ku tentang Nemo terwujud. Tak lagi pikiran ini mengawang jauh seperti apa memiliki Nemo, sekarang cukup melihat ke arah bawah jendela, di situlah surga anganku terletak. Ingin selalu memberi-nya makan, namun sayang hanya sehari sekali ia boleh di manja dengan pelet-pelet kesukaannya.
Hanya tinggal memberinya nama. Sudah ada sejak lama beberapa daftar nama *boong, cuma satu nama* Nemowati! Kedengaran aneh namun itu pemberian Pingu. Aku suka nama itu, karena itu dari Pingu. Konyol tapi Pingu kreatif sekali.
Nemowati...sebuah tanda cinta di level ke-4. Sebuah perjuangan dari kami berdua *Pingu lebih berjuang*. Dan akhirnya tercipta, Nemowati. Angan menjadi Nyata. Mimpi menjadi Realita. Hoho. Pingu...pingu..pingu...
Ada dua penghuni lagi di akuarium berukuran empat puluh sentimeter, dua ikan biru keunguan. Membiru bila merasa aman, meng-ungu bila merasa takut *ini asli kata temennya mas Martha, yang menjaga toko ikan laut*.
Selayaknya anak yang baru lahir, seperti Nemowati, mereka berdua tak ketinggalan di beri nama, IWAK dan IWIK *saking susahnya cari nama lagi*. Si Iwak lebih besar dari si Iwik. Si Iwak lebih lincah dari si Iwik. Dan begitu seterusnya.
Dan akhirnya saudara-saudara! Saya ucapkan, Selamat Datang Nemowati, Iwak dan Iwik. Pemberian Pingu yang tiada tandingannya. Keprok..keprookk...
RidhoAllahRidhoOrangTua
Ayah…dalam kesendirian anakmu ini, aku mengingatmu. Setiap saat, setiap adzan subuh berkumandang, kau meneleponku, membangunkanku dari buaian mimpi. Menanyakan, “sudah sholat, nak?”
Aku menjawab dengan malas, “belooomm…” kau menutup telepon dan membiarkanku tersadar sendiri. Apa yang terbaik untuk diriku. Namun sekarang kau sudah jarang melakukannya, aku jadi merasa kehilangan sapaan pagi hari-mu itu, bagai sarapan kala subuh.
Bunda, katanya kau ingin membeli notebook? Kau minta di ajarkan membuat facebook? Kau ingin aku cepat pulang. Aku segera pulang, bunda. Bersamamu menjelajah dunia maya. Membuatmu tahu, betapa teknologi telah menjadi kebutuhan kita. Teknologi menjadi utopia dalam kehidupan kita kini, namun sekaligus menjadi dystopia yang mengancam.
Rasanya terlalu cepat bila ku mengingat saat-saat aku masih di gendong olehmu, ayah. Memetik belimbing di samping rumah. Belajar sepeda roda bantu di lapangan bawah. Mengobati luka jatuh dengan obat merah, hingga aku memberanikan diri belajar menunggangi kendaraan bermotor. Bayang-bayang saat aku kecil berkelebat dalam memori.
Beberapa waktu lalu, engkau menceritakan tentang kesusahan kalian ber-lebaran saat tak ada kendaraan dulu. Saat aku masih dalam balutan selimut gulung. Saking prihatinnya, aku pernah dikeluarkan dari bus lewat jendela. Seperti apakah saat itu? Kalian panik, kalian tidak ingin aku terluka atau bahkan tak bisa bernapas dalam pengapnya bus-kota. Aku bisa berkata apa? Selain terimakasih ayah, bunda, kalian masih menjagaku hingga sekarang.
Dua malaikat-ku, Allah selalu melindungi kalian.
Aku menjawab dengan malas, “belooomm…” kau menutup telepon dan membiarkanku tersadar sendiri. Apa yang terbaik untuk diriku. Namun sekarang kau sudah jarang melakukannya, aku jadi merasa kehilangan sapaan pagi hari-mu itu, bagai sarapan kala subuh.
Bunda, katanya kau ingin membeli notebook? Kau minta di ajarkan membuat facebook? Kau ingin aku cepat pulang. Aku segera pulang, bunda. Bersamamu menjelajah dunia maya. Membuatmu tahu, betapa teknologi telah menjadi kebutuhan kita. Teknologi menjadi utopia dalam kehidupan kita kini, namun sekaligus menjadi dystopia yang mengancam.
Rasanya terlalu cepat bila ku mengingat saat-saat aku masih di gendong olehmu, ayah. Memetik belimbing di samping rumah. Belajar sepeda roda bantu di lapangan bawah. Mengobati luka jatuh dengan obat merah, hingga aku memberanikan diri belajar menunggangi kendaraan bermotor. Bayang-bayang saat aku kecil berkelebat dalam memori.
Beberapa waktu lalu, engkau menceritakan tentang kesusahan kalian ber-lebaran saat tak ada kendaraan dulu. Saat aku masih dalam balutan selimut gulung. Saking prihatinnya, aku pernah dikeluarkan dari bus lewat jendela. Seperti apakah saat itu? Kalian panik, kalian tidak ingin aku terluka atau bahkan tak bisa bernapas dalam pengapnya bus-kota. Aku bisa berkata apa? Selain terimakasih ayah, bunda, kalian masih menjagaku hingga sekarang.
Dua malaikat-ku, Allah selalu melindungi kalian.
Minggu, Maret 1
KelasAtoBimbel
Ternyata kuLiah MPS masuk di jam setengah 11,dari waktu yg di jadwaLkan pukuL setengah 10. .
Kukira kosong, dan akhirnya kutinggaL ke perpus. .sekembaLinya dari perpus, sosok d0sen itu kuLihat tengah terburu2 menuju keLas-ku,MPS. .
KuLiah?iyaLaaahh. .buLatkan tekad tuk menimba iLmu *huahuaaa*
Dan. .voiLa!
KeLas ini bagaikan bimbingan beLajar di kampus UGM. .awaLnya hanya 20 orang terpiLih *entah ikhLas atau tidak, tapi aku ikhLas masuk koc :'p * yang meLenggang ke kelas dan bersandar di bangku merah itu. .tak brapa Lama kmudian,
karena kcanggihan teknoLogi dan provider ceLuLLar yg makin gencar bersaing untuk 'murah-murahan', dan juga anak komunikasi yang berbakat menyebarkan virus2 cinta...halah...tujuh sampai sembiLan orang menyusuL seteLah 15 menit dosen memuLai
KuLiah *yg terLambat*
Alangkah beruntungnya aku. .masih bisa mengikuti kuLiah *hehehe (tawa garing)*
Hidup kuLiah yg bagaikan bimbeL private pri**g**a!horee. .horee. .sorak2 empat Lima!
Kukira kosong, dan akhirnya kutinggaL ke perpus. .sekembaLinya dari perpus, sosok d0sen itu kuLihat tengah terburu2 menuju keLas-ku,MPS. .
KuLiah?iyaLaaahh. .buLatkan tekad tuk menimba iLmu *huahuaaa*
Dan. .voiLa!
KeLas ini bagaikan bimbingan beLajar di kampus UGM. .awaLnya hanya 20 orang terpiLih *entah ikhLas atau tidak, tapi aku ikhLas masuk koc :'p * yang meLenggang ke kelas dan bersandar di bangku merah itu. .tak brapa Lama kmudian,
karena kcanggihan teknoLogi dan provider ceLuLLar yg makin gencar bersaing untuk 'murah-murahan', dan juga anak komunikasi yang berbakat menyebarkan virus2 cinta...halah...tujuh sampai sembiLan orang menyusuL seteLah 15 menit dosen memuLai
KuLiah *yg terLambat*
Alangkah beruntungnya aku. .masih bisa mengikuti kuLiah *hehehe (tawa garing)*
Hidup kuLiah yg bagaikan bimbeL private pri**g**a!horee. .horee. .sorak2 empat Lima!
KriminalitasMantanCalonPencuri
Oh, my Godness bala-bala!!
kejadian maLam itu membuat badanku gemetar. .seperti mimpi,ketika dua orang setan itu melakukan aksi-nya menyerobot katiem*hape trsayangku*...
BiLa kuingat,maLam itu aku bersama teman semasa SMA,kami tengah meLalui perjalanan pulang...tiba2 dua orang dari arah kiri yang juga menggunakan kendaraan bermotor menyerobot katiem yg sedang kugunakan untuk meng-SMS seseorang
*yg untungnya sampai sekarang aku bersyukur. .katiem masih ada di genggamanku. .*
Gemetar. .gemetar. .gemetar. .
Kami mendapat pelajaran dr kejadian malam itu. .bahwa jangan pipis di sembarang tempat!?
Grrrrr. .niat buruk kalian adalah pelajaran berharga untukku,haiduasetanyangberniatmencurikatiemyaituhapeQ...
Aku tetap mengucapkan secuil*saja* rasa terimakasih yg mendalam. .agar aku lebih hati-hati dalam menjaga katiem. Agar aku tak gegabah lagi dalam mengelola waktu untuk menggunakan pulsaku. .
Haiduapencuriyangberniatmencurikatiem, aku sempat mengumpat pada kalian. .tapi itu hanya emosi sesaat. .kepanikan melanda. .maafkan aku *minta maaf pada pencuri??Oh, freak!*
Okay,akhirnya,semua memang salahku. .yang memancing kalian tuk mencuri di malam hari yang masih ramai*pencuri beg*!nyuri pas masih ramai, di hakimi massa baru tau rasa*. .
Kalau aku bertemu kalian, aku ingin menyapa kalian...aku ingin jepret muka kalian menggunakan Pingkan. Dan kukirim gambar kalian ke para bapak berseragam coklat-coklat! Atau tiba-tiba di sepanjang pinggir jalan Jogja ada muka kalian dengan judul "Dua Mantan Calon Pencuri Katiem".
Kalian hebat, kalian malang...wahai duapencuriyang berniatmencurikatiemyaituhape-ku!
kejadian maLam itu membuat badanku gemetar. .seperti mimpi,ketika dua orang setan itu melakukan aksi-nya menyerobot katiem*hape trsayangku*...
BiLa kuingat,maLam itu aku bersama teman semasa SMA,kami tengah meLalui perjalanan pulang...tiba2 dua orang dari arah kiri yang juga menggunakan kendaraan bermotor menyerobot katiem yg sedang kugunakan untuk meng-SMS seseorang
*yg untungnya sampai sekarang aku bersyukur. .katiem masih ada di genggamanku. .*
Gemetar. .gemetar. .gemetar. .
Kami mendapat pelajaran dr kejadian malam itu. .bahwa jangan pipis di sembarang tempat!?
Grrrrr. .niat buruk kalian adalah pelajaran berharga untukku,haiduasetanyangberniatmencurikatiemyaituhapeQ...
Aku tetap mengucapkan secuil*saja* rasa terimakasih yg mendalam. .agar aku lebih hati-hati dalam menjaga katiem. Agar aku tak gegabah lagi dalam mengelola waktu untuk menggunakan pulsaku. .
Haiduapencuriyangberniatmencurikatiem, aku sempat mengumpat pada kalian. .tapi itu hanya emosi sesaat. .kepanikan melanda. .maafkan aku *minta maaf pada pencuri??Oh, freak!*
Okay,akhirnya,semua memang salahku. .yang memancing kalian tuk mencuri di malam hari yang masih ramai*pencuri beg*!nyuri pas masih ramai, di hakimi massa baru tau rasa*. .
Kalau aku bertemu kalian, aku ingin menyapa kalian...aku ingin jepret muka kalian menggunakan Pingkan. Dan kukirim gambar kalian ke para bapak berseragam coklat-coklat! Atau tiba-tiba di sepanjang pinggir jalan Jogja ada muka kalian dengan judul "Dua Mantan Calon Pencuri Katiem".
Kalian hebat, kalian malang...wahai duapencuriyang berniatmencurikatiemyaituhape-ku!
Selasa, Februari 24
NyampahModeON
Penghujung Februari yang diiringi mendung. Panas menyengat menaungi atmosfer Jogja. Teriakan Chris Martin lantang terdengar, “it’s true, look how they shine for you…” lembut di telinga. Nafas notebook yang menderu, “lelah…lelah…lelah…”
Mengingat kenakalan remaja di masa lalu. Dari angka 17 beralih ke-18. Saat pertama kali meninggalkan kampung halaman demi menuntut ilmu. Tangan ayah bunda yang tak sehalus kala aku masih rajin menjamah-nya. Saat naik travel pertama kali, “mama oh mama…dingin sekali AC di dalam ini.” Saat aku beranjak dari masa yang tak lagi dapat kusebut masa kejayaan.
Kamar sempit yang sempat ku keluhkan pada ayah. “tak ada yang lebih luas?”
Ibu kos yang nampaknya tak mengenali anak kost-nya sendiri yang telah tinggal lama selama ENAM BULAN. Sampai aku hafal nomor rekening BCA-nya, beliau tetap tak mengenaliku. Saat mengantarkan piring bekas berbuka puasa ke dapur lewat pintu belakang. Itu baru kedua kalinya AKU MELIHAT IBU KOST! Girang? Tidak aku tidak girang. Hanya tak habis pikir, orang yang menumpang padanya tak dikenalinya sama sekali. Orang tua jaman sekarang.
Pacar baru. Alhamdulillah. Sosok yang istimewa. Menyambut empat bulan kebersamaan yang bermakna.
Kuliah, teori, kehidupan. Di pelajari. Di metateori-kan, sesuai paradigma. Clasiccal, critical, constructivism. Belum mengerti benar. Miller, John, Purbo. Tentang rutinitas, tentang kejadian yang berulang-ulang akan kualami. Dhuar! Kuliah pulang kuliah pulang, di selingi dengan bermain bersama teman-teman di taman impian yang riuh. Ingin beralih dari zona aman ini. Bergerak. Terjang! Lawan! Hap…lalu ditangkap.*mimpinya*
Ayah, bunda. Sudah dua minggu aku tak pulang. Ingin nuansa rumah pink itu ada di sini. Adik-adik yang ber-ceracau tak jelas. Bunda yang setia dengan senjata andalannya membangunkan si sleeping beauty ini*gedor2 jendela lewat dapur*. Ayah yang pelit meminjamkan mobil*si item…I miss u too…*
Mbak Sur. Kepopulerannya di dunia pel-mengepel, pu-menyapu, teng-menggenteng*kalo atap bocor*. Terkadang nggak meaning kalo ngomong. Tapi baik hati dan tidak sombong.
Aku lelah, hanya bisa nyampah! Tujuh paragraph tentang hal yang ada di kepalaku sekarang. Selasa, 24 Februari 2009, 3:43pm.
Mengingat kenakalan remaja di masa lalu. Dari angka 17 beralih ke-18. Saat pertama kali meninggalkan kampung halaman demi menuntut ilmu. Tangan ayah bunda yang tak sehalus kala aku masih rajin menjamah-nya. Saat naik travel pertama kali, “mama oh mama…dingin sekali AC di dalam ini.” Saat aku beranjak dari masa yang tak lagi dapat kusebut masa kejayaan.
Kamar sempit yang sempat ku keluhkan pada ayah. “tak ada yang lebih luas?”
Ibu kos yang nampaknya tak mengenali anak kost-nya sendiri yang telah tinggal lama selama ENAM BULAN. Sampai aku hafal nomor rekening BCA-nya, beliau tetap tak mengenaliku. Saat mengantarkan piring bekas berbuka puasa ke dapur lewat pintu belakang. Itu baru kedua kalinya AKU MELIHAT IBU KOST! Girang? Tidak aku tidak girang. Hanya tak habis pikir, orang yang menumpang padanya tak dikenalinya sama sekali. Orang tua jaman sekarang.
Pacar baru. Alhamdulillah. Sosok yang istimewa. Menyambut empat bulan kebersamaan yang bermakna.
Kuliah, teori, kehidupan. Di pelajari. Di metateori-kan, sesuai paradigma. Clasiccal, critical, constructivism. Belum mengerti benar. Miller, John, Purbo. Tentang rutinitas, tentang kejadian yang berulang-ulang akan kualami. Dhuar! Kuliah pulang kuliah pulang, di selingi dengan bermain bersama teman-teman di taman impian yang riuh. Ingin beralih dari zona aman ini. Bergerak. Terjang! Lawan! Hap…lalu ditangkap.*mimpinya*
Ayah, bunda. Sudah dua minggu aku tak pulang. Ingin nuansa rumah pink itu ada di sini. Adik-adik yang ber-ceracau tak jelas. Bunda yang setia dengan senjata andalannya membangunkan si sleeping beauty ini*gedor2 jendela lewat dapur*. Ayah yang pelit meminjamkan mobil*si item…I miss u too…*
Mbak Sur. Kepopulerannya di dunia pel-mengepel, pu-menyapu, teng-menggenteng*kalo atap bocor*. Terkadang nggak meaning kalo ngomong. Tapi baik hati dan tidak sombong.
Aku lelah, hanya bisa nyampah! Tujuh paragraph tentang hal yang ada di kepalaku sekarang. Selasa, 24 Februari 2009, 3:43pm.
Sabtu, Februari 21
NemoOhNemo
Roda dua terus melaju tak kenal lelah demi Nemowati yang tak kunjung di genggam. Uh..uh..merutuk dalam hati, di kota sebesar ini, ikan bercoreng itu sangat langka*saat kami cari*. Sudah tak terhitung banyaknya toko ikan yang kami kunjungi*lebai tapinya*.
Ingin sungguh ingin memilikinya. Dulunya hanya dalam angan saja ingin memelihara si ikan macan, barulah kemarin tercetus ide dari pangeran dari gua hantu yang mendedikasikan diri akan membelikan si Nemowati. Wah, langsung kusambut dengan riang gembira libur telah tiba libur telah tiba. Pingu-ku baik sekaliiii…
Hanya ada satu toko yang menjual si Nemowati*rencana akan diberi nama demikian, untungnya bukan Nemotuti…huuufffhhh…* namun tetap kecewa, karena si Nemo yang aku inginkan tidak di jual. Saat aku Tanya mengapa si ikan impian itu tak di jual, mas nya menjawab,
“buat sempel, mbak…”
“Ayolah mas…si ikan udah mengundang buat di beli tuuhh…”kataku sambil menunjuk akuarium berisi dua Nemowati.
“Itu buat sempel, mbaakk…”kecewa…kecewa…kecewaaa…
Pinguuuuuuuu…gimana dong???
Ingin sungguh ingin memilikinya. Dulunya hanya dalam angan saja ingin memelihara si ikan macan, barulah kemarin tercetus ide dari pangeran dari gua hantu yang mendedikasikan diri akan membelikan si Nemowati. Wah, langsung kusambut dengan riang gembira libur telah tiba libur telah tiba. Pingu-ku baik sekaliiii…
Hanya ada satu toko yang menjual si Nemowati*rencana akan diberi nama demikian, untungnya bukan Nemotuti…huuufffhhh…* namun tetap kecewa, karena si Nemo yang aku inginkan tidak di jual. Saat aku Tanya mengapa si ikan impian itu tak di jual, mas nya menjawab,
“buat sempel, mbak…”
“Ayolah mas…si ikan udah mengundang buat di beli tuuhh…”kataku sambil menunjuk akuarium berisi dua Nemowati.
“Itu buat sempel, mbaakk…”kecewa…kecewa…kecewaaa…
Pinguuuuuuuu…gimana dong???
Jumat, Februari 13
SistaDontCry
Sosok kecil dan kurus itu tengah berdiam diri di sudut kamarnya. Menenggelamkan pikirannya dalam bayang-bayang keluarga yang ia kira menyayanginya. Ia tak habis pikir, mengapa setiap perbuatan yang ia lakukan selalu salah di mata mereka. Kakaknya yang ia harap mengerti, ternyata tak banyak membantunya keluar dari perasaan yang menyiksa.
Ia diam. Ia berpikir. ‘Apa yang harus kuperbuat? Apakah aku salah ada di dunia ini? Karena aku tidak seperti adik dan kakakku? Ataukah ayah ibu tak menginginkanku?’ Ia sempat berpikir ingin enyah saja dari sini, melebur bersama bintang-bintang yang selalu diidamkan keberadaannya oleh semua orang.
Kasihan bocah itu. Ia tertekan namun ia diam. Ia tersiksa namun ia tabah. Ia terluka namun tetap tegar. Menjalani hari-hari seolah tak ada apa-apa. Seolah semua berjalan baik-baik saja, padahal segalanya kontras sekali dengan semua yang dirasakannya, ia tutupi dengan wajah yang selalu di pasang ceria, dengan wajah yang keras dan seolah mampu menghadapi semua. Namun ia tetap bocah kecil yang hatinya terluka. Yang pada dasarnya selalu ingin dicintai.
Ia bertanya, ‘apakah arti hidup?’
Namun pertanyaan itu tak kunjung terjawab. Hingga sekarang. Ataukah pertanyaan tersebut dimaksudkan untuk tidak di jawab? Hanya bocah kecil itu yang tahu. Bocah yang hatinya terluka namun tetap tegar.
::untuk adikku, semoga aku bisa membantumu…::
Ia diam. Ia berpikir. ‘Apa yang harus kuperbuat? Apakah aku salah ada di dunia ini? Karena aku tidak seperti adik dan kakakku? Ataukah ayah ibu tak menginginkanku?’ Ia sempat berpikir ingin enyah saja dari sini, melebur bersama bintang-bintang yang selalu diidamkan keberadaannya oleh semua orang.
Kasihan bocah itu. Ia tertekan namun ia diam. Ia tersiksa namun ia tabah. Ia terluka namun tetap tegar. Menjalani hari-hari seolah tak ada apa-apa. Seolah semua berjalan baik-baik saja, padahal segalanya kontras sekali dengan semua yang dirasakannya, ia tutupi dengan wajah yang selalu di pasang ceria, dengan wajah yang keras dan seolah mampu menghadapi semua. Namun ia tetap bocah kecil yang hatinya terluka. Yang pada dasarnya selalu ingin dicintai.
Ia bertanya, ‘apakah arti hidup?’
Namun pertanyaan itu tak kunjung terjawab. Hingga sekarang. Ataukah pertanyaan tersebut dimaksudkan untuk tidak di jawab? Hanya bocah kecil itu yang tahu. Bocah yang hatinya terluka namun tetap tegar.
::untuk adikku, semoga aku bisa membantumu…::
Selasa, Februari 10
RekomendasiOlehOleh
Gudeg, batik, kaos dagadu, dan bakpia pathuk adalah oleh-oleh khas kota Yogyakarta yang ke-khasannya melekat pada kota ini dan telah bergaung dimana-mana. Semuanya dapat kita temukan di daerah sekitar Malioboro yang selalu ramai pengunjung.. Demi mendapatkan oleh-oleh khas Jogja, semua orang berbondong-bondong menyambangi Malioboro. Berjubel dalam lorong-lorong trotoar yang sempit bukan masalah, yang penting keluarga dirumah senang dengan oleh-oleh di tangan.
Aneka macam oleh-oleh tersaji, tetapi sepertinya yang banyak dicari dan menjadi primadona adalah bakpia. Mengapa saya berkata demikian? Karena teman-teman saya kebanyakan berasal dari luar kota, dan yang saya perhatikan setiap saat mereka akan pulang ke kampung halaman, buah tangan yang dipersembahkan untuk keluarga di rumah adalah bakpia! Saat saya bertanya mengapa harus bakpia, sebagian besar dari mereka menjawab, “karena bawanya nggak ribet, trus keluarga di rumah juga lebih seneng kalo di bawain bakpia. Enak sih!”
Daripada berjubel-jubel dan terkena macet di daerah Malioboro, tak usah berpusing ria mencari tempat yang menjual bakpia super enak. Tanpa melalui banyak kendala, daerah Jalan Kaliurang menjadi alternatif yang memudahkan kita untuk mendapatkan bakpia dengan akses transportasi yang mudah. Walaupun berada di kompleks perumahan, namun tetap gampang untuk menemukan sebuah rumah yang memproduksi bakpia dengan plang nama PiaPia bertengger di sudut pagar. Usaha home made yang dikelola oleh Ibu M. Ridwan Syah yang beralamat di Pogung Baru E38A Jalan Kaliurang Km.5,5 Yogyakarta ini, menyediakan bakpia dengan berbagai macam rasa. Bakpia rasa kacang hijau, coklat dan keju. Coklat dan kacang hijau menjadi rasa favorit yang banyak di pesan oleh konsumen.
Saat melihat kardus mungil dengan kemasan yang apik, saya segera tergoda untuk melihat isi dibalik kemasan menggiyurkan tersebut. Bulatan-bulatan bakpia yang super besar untuk ukuran bakpia pada umumnya menyihir tangan saya untuk mencomotnya satu dan…hmm…rasa yang membuat lidah terus bergoyang untuk menikmati rasanya. Sangat enak! Hanya dengan Rp 27.000/dus anda dapat menikmati bakpia super dengan rasa yang tak kalah enak dengan bakpia di sekitar daerah Malioboro.
Anda dapat memesan PiaPia ini via telepon di 0274-566317 untuk memilih rasa yang diinginkan. Namun bila langsung ingin membeli tanpa terlebih dahulu memesan, anda hanya akan mendapatkan satu macam rasa yaitu keju. Seperti yang sudah saya jabarkan diatas bahwa PiaPia terlaris Ibu Ridwan adalah rasa coklat dan kacang hijau.
Inilah rekomendasi oleh-oleh khas Jogja dengan terobosan baru. PiaPia, cara lain menikmati bakpia Jogja, ke Jogja ngga’ beli PiaPia, mampir Jogja jadi sia-sia. Begitulah kira-kira slogan dari PiaPia.
Langganan:
Postingan (Atom)