Kebencian ini terus merasuki rongga dada. Aku dipaksa tuk melampiaskannya. Tapi aku takut menyesal, takut sekali. Maka itu aku berpikir, panjang. Hingga aku lupa bagaimana cara menunjukan amarahku, karena sekali lagi aku takut menyesal. Lebih baik memendamnya, pikirku. Tapi hanya menjadi bom waktu, sia-sia. Suatu saat pasti meledak, bukan?
Namun, aku tetap takut menyesal. Aku takut menunjukan amarah. Ia senantiasa tersimpan di dalam sini, meletup-letup ingin keluar. Seperti seorang ibu yang merasakan tendangan sang bayi dalam kandungan, ingin menjebol lapisan-lapisan perut.
Lalu bagaimana sekarang?
Akhirnya, aku akan tetap menahannya.
Hingga waktu yang entah. Selama aku bisa, kataku.
To Duble Sista
“tetap semangat!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar