A
ku isi lembar ini menerawang jauh ke 3 tahun silam. Dimana setiap dering ponsel itu menyadap sensor otakku, sejurus aku penasaran apakah itu kamu?
Setiap hari kuendapkan rasa bahagia ini, biarlah menumpuk dalam-dalam agar tak seorangpun tahu kalau aku, JATUH CINTA.
Kini, aku selalu menunggu untuk bahagia itu akhirnya datang. Harap ini selalu, jejak hati dan kakimu menuju padaku.
Terkadang lamun ini menghadirkan sebuah pertanyaan? "Rasa inikah yang menyebabkanku gila? Apa kau tertular virusnya juga?"
Untukku, mungkin saja jawabannya 'iya'. Karena itulah satu-satunya yang melegakan hatiku.
Malam ini tak kudengar bunyi dering ponsel, tak seperti biasa. Kau mungkin sedang tak kuasa untuk berbagi rasa. Atau kemarau menghampiri sehingga kerontangnya membuat kelu. Ah, meski kini kau kemarau, kau selalu jadi musim terbaik hingga ujung waktu.
Tapi, aku selalu khawatir, kalau kau tetiba mengubah haluan. Berbelok di persimpangan dan tak kembali pulang. Humn, aku yang terlalu bangga menganggap bahwa akulah jalan pulangmu. Kaulah pejalan kaki yang menambatkannya padaku.
Aku bermain dengan rasaku sendiri. Menari dengan asa harapan, buah dari kecintaan.
Mungkin tidak sekarang.
Atau kelak bahagia akan datang.
Sesegera mungkin dia hadirkan sebuah senyuman.
Atau bahkan tidak sama sekali ia berikan.
Tidak masalah.
Aku. Masih. Tetap. Hidup. Dalam. Sisiku. Sebagai. Jalan. Pulang. Milik. Siapapun. Yang. Ingin. Bersenandung. Denganku. Titik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar