Guyuran hujan dan sambaran petir mengintai di pekan yang panjang. Wanita itu tengah duduk di beranda, mengenakan baju hangat dan syal penutup leher. Tercenung memandang awan berarak hitam.
Ia teringat akan satu peristiwa yang menjadi memorabilia klasik, saat berpapasan dengan si pria, dan mendapat ceracau tak sedap. Larangan akan segala sesuatu terlontar. Sebenarnya ini hidup siapa? Mengapa ia mengambil alih kuasa.
Hujan semakin deras. Lamunan si wanita masih berlanjut,
Setelah pengekang di lepas, semua lantas jelas. Hidup yang kembali bebas, tak ada yang menjajah.
Tatkala beberapa waktu kemudian, akhirnya pertemuan dg hati istimewa itu datang, di sela hingar bingar gemerlap konser, ia tahu, kemana selanjutnya kasih akan terpaut. Kenyamanan dan kehangatan yg hati istimewa itu beri, aaaaahhh, terasa mewah walau di ungkap dengan sederhana.
Layar menyala, lampu temaram, dan panggung meriah adalah awal dimana si hati istimewa itu mulai mengusik.
Hujan ini juga membawa kembali kenangan. Antara wanita, si hati istimewa dan pohon sebagai pilihan. Pohon tetap kokoh berdiri meski angin, panas, ataupun musim semi mencoba mengikisnya.
Dan si wanita bahagia, saat hati istimewa berkata, 'aku akan jadi pohon!'
Ia tersadar dari lamun lalu.
Wanita di hujan hitam itu membentuk dua lesung pipit di wajahnya. Tanda ia bahagia mendengar proklamasi pohon saat itu. Dan ia berjanji dalam hati, ia akan selalu menjadi tanah tempat dimana pohon itu berada.
Si wanita membetulkan letak syal nya. Ia mulai kedinginan. Masuklah ia ke gubuk, dan berharap secepatnya dapat memeluk sang proklamator pohon.
1 komentar:
wow.. ckckck..
erma emang T.O.P
Posting Komentar