Kini aku hanya sekedar mendoakan, karena bagaimanapun ia pernah ada dan membahagiakan. Seperti tetes hujan dari gerimis ke lebatnya. Dan perlahan reda seperti tahu bumi hanya butuh diguyur sebentar saja. Lalu meninggalkan semerbak bau tanah yang menentramkan.
Al-Fatihah terlafalkan dari mulutku yang hina, mencoba mengirim doa semoga saja sampai ke alam sana. Lantunan ayat suci mengiringi setahun perginya seseorang yang tidak pernah terkubur jasadnya, tak punya batu nisan. Namun, ia tersimpan dalam-dalam bersama kenangan tentang teman baik, penutur kata yang lembut, pembawa tawa dan pemerhati segalanya. Semoga jalanmu dimudahkan untuk mencapai tempat terindah di surga.
Tidak ada namamu di pemakaman, hanya kenangan. Karena jasadmu terbawa oleh derasnya air yang mengalir ke muaranya. Muara bahagia. Surga yang tergambar indah. Dimensi berbeda yang lebih dulu kamu singgahi.
Syahdan, ada banyak cerita yang ingin kusampaikan, salah satunya perjuanganku yang berhasil melanjutkan hidup tanpamu, kebahagiaan yang aku peroleh setelahmu, pencarian yang kini sudah berujung pada satu lelaki dan untuk selamanya. Serta, pencapaian lain yang sebelumnya pernah kukeluhkan padamu.
Kita sudah sama-sama bahagia di alam masing-masing, bukan? Aku yakin itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar