Di sebuah kereta menuju kotanya, perempuan bermafela hitam itu memasrahkan dagu pada tangan kanannya. Pandangannya menembus kaca kereta yang retak di ujung kanan atas, mungkin ulah para pelempar batu yang tak sadar perbuatannya dapat mengancam nyawa si empu di sisi jendela itu. Seperti ia yang saat ini tak sadar, ia yang hanya melamun saja sejak menaiki gerbong kereta yang sudah dipesannya sejak lama.
Pikirannya terbang kepada kehangatan pria yang sudah lama ia kenal, yang selalu ia panggil dengan sayang. Matanya masih menatap nanar keluar jendela, pandangannya bertumpu pada lamunan, bukan rel yang terlihat melengkung karena cepatnya laju kereta.
Di telinganya sekarang mengalun suara Sting yang membuatnya tersadar dari lamun. Ia membetulkan mafela hitamnya, merapikan rambut yang sudah beberapa jam dibiarkan berantakan.
Monday, I could wait till Tuesday
If I make up my mind
Wednesday would be fine, Thursday's on my mind
Friday'd give me time, Saturday could wait
But Sunday'd be too late
Dia bisa saja terus menunggu si lelaki kesayangannya ini, tapi salahkah jika ia mulai goyah. Ia merasa kehangatan mulai menguap di antara mereka. Entah. Kehangatan yang dulu pernah hadir perlahan meranggas. Janji yang dulu pernah ada mulai pudar. Entah karena apa.
Ia memutar kembali satu demi satu kenangan hangat itu. Saat lelakinya berjanji untuk menikahinya dalam waktu dekat. Mewujudkan mimpinya untuk memenuhi ambisi sejak awal, menikah muda. Di bawah rintik hujan di dalam mobil, saat mereka berteduh. Kini janji, hanya tinggal janji, sebuah bentuk nyata luapan emosi. Mungkin benar, jangan pernah mengambil keputusan saat marah, jangan pula berjanji saat kau sedang bahagia. Itulah bahayanya suasana.
Di tempat lain, lelaki itu bukan tidak tahu apa yang telah ditanamkannya di masa lalu. Saat itu, ia hanya tidak mau kehilangan wanita bermafela hitam. Tapi, sesungguhnya ia sadar betul dengan ucapannya, hanya saja waktu sepertinya harus terulur, lagi. Hanya perlu sedikit lagi sabar untuk mewujudkan mimpi sang wanita.
Sting mengalun kembali, perempuan bermafela hitam membuat keputusan. Ia akan benar-benar meninggalkan jika memang apa yang ditunggunya tak akan pernah datang. Ia tidak akan benar-benar meninggalkan karena ia masih begitu sayang, asalkan...
"Seven Days" was all she wrote
A kind of ultimatum note
She gave to me, she gave to me
When I thought the field had cleared
It seems another suit appeared
To challenge me, woe is me
Though I hate to make a choice
My options are decreasing mostly rapidly
Well we'll see
I don't think she'd bluff this time
I really have to make her mine
It's plain to see
It's him or me
Jakarta, 6 Juni 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar