Kamu.
Tentang kita.
Syahdan, kita adalah alkisah dengan alur yang tak pernah menemui ujung. Belakangan aku percaya bahwa kelak kita akan berada dalam satu atap, berbagi selimut, aku sebagai "co-pilot" saat kau menyetir, dan kau selalu menggenggam tanganku di atas persneling AB 70 S tanpa sedetikpun melepasnya (seperti yang sering kau lakukan saat kita berjumpa). Juga berada di masa di mana harus memilih interior untuk surga kita sendiri dan bertengkar kecil karena penempatannya tak sesuai selera. Tapi, kini aku dihadapkan pada kenyataan bahwa Tuhan memintamu untuk pulang lebih dulu, supaya aku tak berandai-andai terlampau jauh.
Tuhan. Jika memang Kau lebih sayang padanya, ijinkan aku untuk mengikhlaskan. Bantu aku untuk menguatkan hati ini. Mengobati lukaku sendiri. Tidak memintaMu lagi untuk mengembalikannya sesuai keinginan hati. Karena sebelum ini Kau pernah menghadirkannya sebagai pelipur lara yang kedatangannya tak begitu kuhargai.
Sepeninggalmu rasa sesal menjalar. Mengapa tidak sedari dulu aku persilakan kamu masuk perlahan. Memberi warna pada kelabu. Membuat mata ini berbinar. Menciptakan ukir senyum terlebar dan arsir wajah yang sumringah. Pada akhirnya menyalakan pijar.
Sepeninggalmu seluruh rutinitas terasa pahit. Kecuali saat aku bisa menyadarkan diriku sendiri untuk kembali bangkit. Aku pernah rasakan keterpurukan karena masa yang telah berlalu. Namun, untuk kehilangan yang mulai kucinta dan gagal dalam membahagiakan sosok baik sepertimu, aku sungguh tidak siap dan ini jadi sesalku yang teramat.
Tuhan. Jagalah hatinya dan sandingkan dia dengan bidadari tercantik di surgaMu. Aku yakin Kau mengambil dan memberikan sesuatu jika seseorang telah benar-benar siap untuk itu.
Tuhan. Sampaikan salam rinduku padanya, untuk lelaki-sayap-besiku.
Malam ini adalah puncak rindu terdahsyat. Kau berpulang tanpa tinggalkan satupun pesan. Hanya melatihku untuk terbiasa tanpamu satu purnama lamanya.
“You are the only person I can talk with about the shade of a cloud, about the song of a thought. See you soon my strange joy, my tender night.” - Vladimir Nabokov
And now, absence makes the heart grow fonder. Goodbye, farewell, my airman. I'm searching for meaning, and i realized you had my heart at least for the most part.
3 komentar:
sabar ya mbak...
nice...
Hi, Maya.Ketika kubuka FB dan terpampang fotomu yg kian cantik sedang menyambangi Beijing. Kemudian kulihat-lihat lagi, ternyata kau pemilik blog ini. Kulanjutkan dg BlogWalking, dan kutemukan cerita ini. Sungguh, perasaan berduka ikut menyelimuti.
Salam perkenalan, dulu ketika kita rafting di Serayu..nah pertama aku tau namamu ermaya. Sesampainya dikantor, namamulah yg diagung2kan para programmer. Karena kebaikan dan kecantikanmulah, yg membuat teman2 kerjaku memperbincangkanmu. Akhirnya kita tau apa nama FB mu. Trus kita berteman deh.
Sepertinya maya,nggak begitu kenal dg saya :D ...
Tapi sungguh turut berduka atas Meninggalnya masnya. Semoga ALLAH memberikan tempat terindah diSurga-NYA.
//best regards from Jogja
Posting Komentar