Sekelilingku ramai tapi aku rasa ini sepi. Mereka tertawa dan aku hanya mengikutinya hampa. Aku menunggu hingga segala prosesi ini selesai karena yang ada di pikiranku hanya tempat disudut kamar itu.
Tempat biasa aku berbincang dengan diriku sendiri, tentang rencana yang akan kubuat nanti, segalanya.
Aku muak dengan keramaian yang tak menghasilkan apa-apa. Yang hanya mengumbar dusta dan bualan semata. Aku lebih suka berbincang dengan diriku, menertawakan kebodohanku bisa terjerumus didalamnya.
Beberapa hari ini satu-satunya sahabat hanya cermin, other just try to knowing everything bout particular object.
Tidakkah ini wajar saat semuanya berbalik dan ada di klimaksnya. Kalau ada akumulasi dan bom waktu pada diri mereka, akupun punya, inilah titik dimana aku mengalaminya. Ditempa berbagai macam selentingan yang tak kusukai. Iya, meski hanya candaan untuk mengundang tawa, empedu ini rasanya mengalir darah amat deras. Dia bekerja lebih cepat dari kadarnya. Marah.
Namun, diam rasanya akan lebih manusiawi, setidaknya aku masih manusia. Karena aku manusia, maka aku punya perasaan yang patut dihargai juga. Rasa dan aliran kata dua hal berkaitan yang membuat cairan empedu ini bekerja dua kali.
Jaga mulutmu!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar