Di selasar maya kini ribut kembali menerpa. Kantuk yang teramat sangat terkalahkan akhirnya oleh sejumlah sentil yang makin tergosok senja. Sudah lama, merpati itu tak kunjung datang lagi.
Ribuan kata menyesakkan pernah terucap disini, kotak kecil berfungsi ganda. Rindu dan cinta. Rupanya kini mereka tengah beradu, namun manis. Tak bisa tiba-tiba ada isak ataupun gelak, tak ada yang mau, semuanya salah jika terjadi.
Kini berada diatas jalan ini, tapak kaki banyak sekali terukir, napak tilas mau tak mau memelintir. Oh, waktu memang begitu cepat rupanya, tak terasa sudah angka kesekian, tetapi mengapa mendung masih saja menaung? Aku tak boleh kalah, mengejar tak baik memang, tapi apakah diam juga sebuah langkah tepat? Bagaimana kalau aku ada ditengah-tengah? Aku rasa jauh lebih indah :)
Ironi di anak tangga, kini terisi pot bunga, kotak dan kembang gula. Aku harus memilih, akan kemana dulu kaki ini bertapak, atau tangan ini saja yang memolesnya? Keduanya membawaku pada sebuah nostalgia. Satu cinta dan jutaan cerita. Rumit. Sampai sekarangpun, bahkan aku hanya ingin memandangnya saja, menghindar ketika tangan dan kaki ini mulai mendekati ketiganya. Sampan kita memang tak sama, hanya dayung yang bisa menarikku menuju sampanmu. Sampan kehidupan yang entah, tepat atau tidak karena Tuhan maha rencana.
Aku bersungut, sangat geram dengan keberadaan tiga benda ini. Bisakah seseorang tolong simpan dalam tumpukan baju itu. Merah biru dan kuning, diantaranya saja. Agar tetap bisa kutemukan hingga entah kapan.
Selamat beratus hari yang kita lalui, aku ingat semasa di taman kanak-kanak pernah menolongmu kemudian tercebur begitu saja. Namun kita bahagia. Ternyata, kita tak pernah benar-benar bicara bahasa cinta, cuma tangis yang bisa pertemukan kita. Saat bahagia tak terlalu penting, tapi jatuh adalah ramuan pahit luar biasa. Kau teman sejak zaman si preman masih mas Tono! :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar