Diguyur derasnya hujan, berbekal mantel pelindung badan. Lelakiku dengan kuyup basahan mengantarku menuju kepergian. Beranjak kami berdua menuju tempat pemberhentian kendaraan. Cuaca saat itu sangat rentan mengundang penyakit datang.
Sesampainya, aku memandang lelaki yang berada di sebelahku. Katanya, tangannya kaku kedinginan terkena terpaan hujan. Katanya, bajunya tak basah padahal jelas sekali kelihatan dimana-mana ada air serapan. Aku ingin sekali memeluknya, mengeringkan air yang menempel di badan.
Aku melihatnya termenung sesudahnya, sepertinya enak melamun, kuikuti saja arah pandangnya. Sekejap aku terbang sudah ke peristiwa beberapa waktu yang lalu. Masih kuingat jelas saat dengan lantang ia kupersalahkan. Tuduhan yang tak beralasan hingga membuatnya bersedih. Esoknya saat kami bertemu, kulihat mendung di matanya, kantung mata menandakan pembelaan.
Aku juga tak tega, melihatmu dalam mendung seperti itu, mendung yang aku timbulkan sendiri. Sudah, aku sudah meminta maaf. Entahlah, apa kau sudah melupakan? Atau itu akan tetap menjadi tuduhan tak terlupa.
Bangun dari lamun, kulihat lelakiku masih memandang jalanan. Menunggu datangnya kendaraan yang akan membawaku pergi jauh darinya sementara. Kupanggil dia, dan kubilang, "Pulanglah dulu, aku saja yang menunggu.."
Ia menggeleng. Tidak ada kata yang terucap. Selanjutnya kami saling diam.
Sepuluh menit kemudian kendaraan yang ditunggu tiba. "Aku pulang, terimakasih.." senyum kulempar, ia membalas dengan mata menyipit.
Aku janji tak akan buat tuduhan tak beralasan lagi. Kau membuatku belajar menghargai ketulusan. Belajar untuk menyayangi tanpa melihat masa yang telah silam.
Untuk lelaki Oktober,
aku tak mau menyindir, lain kali saja :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar